Ibu, Tamparlah Mulut Anak-Anakmu
20.8.1985, 00.51
Ibu, engkau duduk di hadapanku.
Ibu, jadilah hakim yang syadid, yang besi, bagi anak-anakmu.
Jika kutulis ini sebagai buku netral, pengadilan akan empuk.
Setiap kata dari beribu bahasa bisa dipakai untuk mementaskan kepalsuan.
Seratus ahli penyusun kalimat bisa memproduksi puluhan atau ratusan ribu rangkaian kata yang bebas dari kenyataan dan dari diri penyusunnya sendiri.
Kebebasan itu bisa sekedar berupa keterlepasan kicauan intelektual dari dunia empiris, tapi bisa juga merupakan kesenjangan antara semangat ilmu — yang di antara keduanya membentang kemunafikan, inkonsistensi atau bentuk-bentuk kelamisan lainnya.Syair tidak bertanya kepada penyairnya.
Ilmu tidak menguak ilmiawannya.
Pembicaraan tidak menuntut pembicaranya.
Tulisan tidak meminta bukti hidup penulisnya.
Ide tidak kembali kepada para pelontarnya.Ibu yang duduk di hadapanku, ini adalah kritik anak-anakmu sendiri.
Allah melaknat orang yang mencari ilmu untuk ilmu.
Al-‘ilmu lil-‘ilmi.
Ilmu menjadi batu, dan para pencari ilmu menyembah batu-batu, berhala-berhala yang membeku di perpustakaan dan pusat-pusat dokumentasi serta informasi.
Betapa penting dokumentasi, tetapi ilmu tidak dipersembahkan kepada museum apapun, melainkan kepada apa yang bisa dikerjakan hari ini oleh para penulis di lapangan, bukan di kahyangan.Ibu, tamparlah mulut anak-anakmu.
#IBU, TAMPARLAH MULUT ANAKMU
#ZAITUNA
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Tulisan Emha Ainun Nadjib
RandomSebuah permenungan dari Emha Ainun Nadjib akan berbagai tema kehidupan. Menumbuhkan nuansa kemanusiaan di tengah gejala yang melunturkannya. Ini hanyalah tetes kecil, dari guyuran khasanah kehidupannya... Selamat memesrainya.