KIAI BRODIN selalu memberikan jawaban-jawaban berbahaya kepada setiap orang yang menanyainya. Misalnya tentang wanita, seorang lelaki bertanya, "Kalau memandang seorang gadis memakai rok mini, mengapa lelaki tergoda?"
Sang Kiai menjawab dengan suara tegas, "Karena lelaki silau menatap cahaya wajah Allah. Apalagi pada hakikatnya lelaki itu lebih lemah daripada wanita."
"Wahai, Pak Kiai," sahut lelaki itu, "satu kalimat saja aku tak paham. Janganlah dua. Mohon jelaskan dulu yang pertama."
Sang Kiai Brodin menumpahkan air mancur pemikirannya. "Dari paha wanita," katanya, "memancar cahaya Allah. Terutama paha yang mulus warnanya. Jangan tersinggung dulu. Jangankan paha wanita, sedangkan matahari -- yang tingkat kemakhlukannya dua tingkat lebih rendah dibanding dengan manusia -- pun diperkenankan oleh Allah untuk mewakili perwujudan cahayanya ke planet-planet serta ruang semesta di sekitarnya. Bahkan daun-daun menjadi hijau karena cahaya. Pada suatu saat warna hijau itu sirna, tetapi cahaya Allah tetap kekal adanya. Juga batu-batu, telaga, minyak bumi, sejarah, dan peristiwa-peristiwa. Semua itu memantulkan cahaya-Nya.
Cuma harus dibedakan antara cahaya sebagai raga dengan cahaya jiwa. Cahaya jasmani dan cahaya ruhani. Bedanya lagi, cahaya Allah yang dititipkan kepada matahari boleh memancar ke mana saja secara telanjang dan dengan begitu menjadi rahmat kehidupan. Sedangkan cahaya yang dijatahkan kepada tubuh dan hakikat wanita, hanya boleh dipancarkan melalui Surat Nikah. Kalau tanpa tarekat pernikahan, cahaya itu menjadi mudarat alias malapetaka. Oleh karena konsep Tuhan memang demikian sejak semula, maka dalam hal zina, Allah bukannya berfirman: 'Jangan berzina!' melainkan 'Jangan dekati zina!' Artinya, segala kreativitas budaya yang mengorientasikan perilaku manusia menuju kemungkinan perzinaan, tidak diperkenankan oleh Tuhan. Larangan itu semata-mata agar hidup manusia tidak terlalu celaka. Kalau Tuhan sendiri sih tidak rugi apa-apa, cuek saja biar di depan mata-Nya melintas penari telanjang dari Filipina atau butterflies Ancol menyingkap-nyingkapkan roknya sambil menunjuk "pusat kosmos"-nya dan berkata, 'Ini sedap lho, Maaas!' Sekali lagi Tuhan enggak butuh apa-apa, tidak tergiur, tidak menyesal, tidak untung tidak rugi."
Si lelaki penanya, karena merasakan semacam "kerisian kultural" -- jadi bukan kerisian religius -- semacam memprotes, "Mengapa Pak Kiai mencampur-adukkan Tuhan dengan soal pornografis begitu?"
Sang Brodin tertawa, "Apa yang tidak diliputi Allah? Apa yang tak di dalam Allah dari segala semesta ini? Tuhan-lah yang menciptakan paha wanita dan meninggikan derajat nilainya bagi dialog kudus antara lelaki dan wanita. Tuhan pulalah yang merancang ide vagina, ovum, dan sperma, dan meletakkan sebagai kartu amat penting bagi kelangsungan sejarah umat manusia. Yang mana yang pornografis? Pornografis yaitu ketika engkau melakukan kekeliruan dalam meramu antara syariat dan hakikatnya.
Begini, Nak. Hakikat adalah realitas alam, syariat adalah realitas sosial. Allah bikin kenyataan-kenyataan alam -- termasuk manusia di dalamnya -- sambil menyodorkan rangka aturan main bagaimana membangun kenyataan sosial. Aturan nilai itu menentukan apakah perkawinan antara keduanya akan menjadi malapetaka atau rahmat, bagi hidup manusia itu sendiri. Sekali lagi, Tuhan sendiri sih bersikap lumrah-lumrah saja. Kalau teater di bumi ini gagal karena aktor aktris manusianya ngaco semua, ya Dia bikin yang lain.
Paha wanita adalah realitas alam. Bagaimana memperlakukan paha wanita, itu bernama atau menghasilkan realitas sosial. Kalau seorang suami mengelus-elus dan mengendus-endus paha istrinya di kamar pengantin sampai sesak napas, tidaklah terjadi peristiwa pornografis apa pun. Pornografi baru terjadi kalau engkau mengintip mereka, sebab "syariat mengintip"-mu itu melanggar "hakikat ketelanjangan kasih" mereka. Pornografi juga terjadi ketika paha itu dibukakan bagi lelaki yang bukan suaminya, baik di jalan umum, di depan kamera film, maupun di ranjang prostitusi."
Si lelaki penanya memotong, "Mengapa hanya wanita yang sebaiknya tidak memamerkan pahanya, sedangkan kalau ada lelaki telanjang, orang malah lari semua."
The Brodin terus bersemangat karena tampaknya ia memang selalu asyik untuk memperbincangkan wanita. Jawabnya, "Karena wanita mewakili keindahan Allah, sedangkan lelaki hanya bertugas menerjemahkan dan menafsirkan keindahan itu.
Dengarlah, Allah meminjamkan keperkasaan kepada lelaki, dan menitipkan kelembutan pada wanita. Di sinilah letak kunci soal rok mini. Cobalah daftarkan apa saja yang lembut di alam ini, misalnya cahaya dan suara. Cahaya itu tidak tampak, sebab yang engkau lihat hanyalah benda yang ditimpanya. Suara tidak terdengar, sebab yang kau dengar hanya perwujudan suara. Hakikat suara justru kau temukan dalam sepi, dalam sunyi, dalam keadaan tanpa raga suara.
Apa artinya itu, Nak? Kelembutan senantiasa tersembunyi. Cahaya tidak kelihatan dan suara tidak terdengar. Juga keindahan. Seonggok patung di depanmu hanya pengantar keindahannya. Sebait puisi sekadar mewadahi rahasia keindahan di baliknya. Sealunan lagu kau tangkap nada dan iramanya, tetapi keindahannya bersemayam di batinmu sebagai rahasia, yang amat susah kau ucapkan.
Demikianlah sejatinya. Allah, kelembutan, keindahan, dan wanita, senantiasa menyembunyikan diri dalam rahasia karena memang itulah syarat keagungannya.
Karena hendak menyingkap wajah Allah, Musa pingsan di Bukit Tursina, Al-Hallaj digantung, dan Syeh Siti Jenar dipenggal lehernya. Dan karena wanita menyingkap sendiri pahanya, pingsanlah kehormatannya, digantunglah kepribadiannya, dan tersembelihlah ketinggian hartanya." []
Slilit Sang Kiai, Penerbit Mizan, 2013
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Tulisan Emha Ainun Nadjib
RandomSebuah permenungan dari Emha Ainun Nadjib akan berbagai tema kehidupan. Menumbuhkan nuansa kemanusiaan di tengah gejala yang melunturkannya. Ini hanyalah tetes kecil, dari guyuran khasanah kehidupannya... Selamat memesrainya.