Entah ada dimana ia saat ini, jalanan ini sedikit asing baginya. Tak ada satupun orang yang ia kenal saat ini, Evelyn terus berjalan kaki kearah barat ketika turun dari bus. Pikirannya terlalu padat oleh kejadian yang belakangan ini menimpanya.
Kemungkinan hanya 0,5% udara segar bisa masuk kedalam otaknya.
Kakinya terus melangkah, tatapannya kosong tiba-tiba berubah ketika melihat papan tulisan di hadapannya saat ini.
[TEMPAT PEMAKAMAN UMUM]
Ia sempat mematung sebentar sebelum langkah kaki beratnya memasuki TPU tersebut. Dan kini ia berada persis disebuah makam yang masih terawat. Ada beberapa bunga sedikit layu disekitarnya.
Ia duduk disebelah makam dan mengelus-ngelus batu nisan dengan jelas tertera nama
'FALDY ZELARYAN'
"Hai, apa kabar?"
Senyumnya mengembang tapi ada getaran di kedua sudut bibirnya. Ia rindu dengan sosok yang namanya tertera di batu nisan ini.
"Aku rindu kamu"
Nafasnya mulai ia atur walau sedikit berantakan akibat perasaannya yang semerawut, matanya ia pejamkan sebentar berusaha menahan air mata.
"Udah lama ya hehe"
TPU ini sepi, hanya ada dia seorang yang berada disekitar makam Faldy. Paling ada beberapa orang, itu juga posisinya jauh dari tempat dimana ia bersendu. Makam Faldy masih terawat dengan baik, setidaknya hati Evelyn bahagia karna itu ia tidak perlu cemas. Ia terus mencurahkan semuanya seakan Faldy berada dekat dengannya, disisinya dan mengelus rambut gadis manisnya.
"Udah dua tahun ya dy, kamu ninggalin aku. Kamu engga peluk aku. Aku engga ngeliat kamu naik sepeda lewat depan rumah" – air matanya terjatuh, satu persatu. Secepatnya ia tepis air mata itu.
"Maaf ya dy, aku baru kesini lagi setelah setahun engga berani ngeliat batu nisan kamu" matanya berusaha tidak mengeluarkan air mata lagi ketika sedang ngoceh sendiri didepan makam orang terkasihnya ini.
"Maaf juga aku engga bawa bunga buat mempercantik rumah kamu
Aku..." ucapannya menggantung,
Kali ini ia tidak bisa menahan air mata lagi. Ia pasrah. Biar saja wajahnya semakin sembab karena air mata. Biar saja jika di surga Faldy lihat, toh Faldy bahkan pernah menyuruhnya untuk menangis jika itu membuat tenang. Ia benar-benar rindu sosok seperti Faldy.
"Aku kangen banget sama kamu..
Kangen ocehan kamu kalau aku lagi males mandi. Kangen kamu jemput cuma buat anterin ke fotocopy depan komplek. Aku kangen semuanya tentang kamu" semakin lama – semakin deras.
Ia memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam.
"Faldy, andai kamu disini sekarang. Pasti kamu genggam erat tangan aku, peluk aku, kuatin aku.
Kamu tau gak? Sarah dan Amel sekarang mulai kasar sama aku. Tapi kamu engga usah marah sama mereka, niat mereka baik tapi caranya yang salah aku kecewa sama mereka. Sekarang aku Cuma butuh waktu beberapa saat untuk sendiri tanpa mereka"
"Kamu tahu gak? Kalau ada juga cowok brengsek yang selalu ngirimin surat aneh sama aku. Aku engga tahu siapa dia, tapi dia selalu cari masalah. Aku belakangan ini lagi banyak masalah, dan aku rasa kamu jadi tempat ternyaman yang saat ini aku butuhin"
Senyumnya berusaha ia kembangkan lebih lebar. Ia memberi sinyal kepada surga untuk memberi tahu ke Faldy bahwa gadisnya ini akan tetap kuat.
"Hehehe bukan berarti aku kesini jika ada butuhnya aja, engga!. Aku Cuma belum siap sama semuanya" – sambil geleng-geleng kepala dan terus mengelus batu nisan milik Faldy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Every-Always
Teen Fiction[Beberapa chapter - Private] Mendekati ending cerita agak slow update. ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Ucapan Athala menggantung. Ia memejamkan mata dan menarik nafasnya dalam-dalam. "-saya merasa berubah setelah sa...