40 ...

595 35 6
                                    


Aku takut keliru.
Karena hati terkadang abu-abu.

Di hari yang berbeda.

Yang menyimpan banyak harapan akan perubahan suasan hati di hari ini.

Di satu sudut Kota Jakarta, di sebuah rumah yang terletak di kawasan elit di daerah selatan, seorang laki-laki telah siap dengan setelan seragam putih abu-abunya. Jemarinya terampil merangkai tali sepatu yang ia susun sedemikian rupa. Walau terbilang bukan siswa yang disiplin, setidaknya untuk masalah fashion seragam sekolahpun itu yang hal yang paling penting.

"Mas Atha disuruh mamamon sarapan"

Suara gadis kecil yang menyusup masuk kekamar laki-laki yang sedang bersiap itu mengalihkan pikiran Athala — yang sedari tadi terus memikirkan dua perempuan sembari merajut tali sepatunya.

Lassy — adik kecil Athala. Bukan, bukan adik kecil yang benar-benar kecil karena umur mereka hanya terpaut 5 tahun. Lassy duduk di bangku kelas 2 sekolah menengah pertama. Namun tetap saja Athala menganggapnya sebagai adik kecil yang harus diikat biar engga ngambil rumput sembarangan katanya.

"Bilang iya sama mamamon" ucap Athala sembari memperhatikan air wajah teman berantem di rumahnya itu.

"Kalau mamamon bilang 'nanti keburu makanannya dimakan laler' Lassy jawab apa?" tanya Lassy sembari mengunyah buah yang ia bawa hanya sepotong. Arahan mata Athala menuju ke buah yang sedang Lassy pegang.

"Jawab aja kalau mas juga mau buah yang Lassy bawa" jawab Athala sembari berjalan kearah meja belajar kemudian mengambil tas dan keluar kamar — meninggalkan Lassy yang masih anteng dengan buah yang ia makan namun tatapan matanya menatap tajam mengikuti Athala yang hilang di balik pintu.

"Cih bilang aja mau" ucap Lassy — berusaha menyusul langkah kaki kakaknya itu.

Seperti inilah pemandangan Athala setiap pagi.

Mama Monica yang biasa mereka panggil dengan "Mamamon" itu selalu menyiapkan segala macam jenis makanan untuk sarapan sebelum beliau berangkat kerja. Papa Boby yang biasa mereka sebut dengan "Papabob" itu selalu duduk di bangku khusus milik dan memang haknya untuk duduk di bagian paling ujung meja makan.

Katanya sih biar bisa ngeliat wajah anak-anaknya kalau lagi makan.

"Dua hari yang lalu, Zisya beneran kesini mas?" tanya Mamamon sembari menuangkan air susu kedalam gelas Athala.

Athala hanya mengangguk lalu ia melanjutkan hidangan yang ia santap pagi ini.

"Zisya sempat loh dateng ke kantor mama" lanjut mama.

"Loh ka Zisya sempet kesekolah aku tau mamon, katanya sih mau jemput aku tapi kan aku ada bimbel" oceh Lassy.

"Kalian udah baikan?" kali ini Papabob angkat bicara mengenai Zisya  — perempuan yang memeluk Athala malam itu. Penyebab Evelyn menjauhinya saat ini, namun Athala belum sepenuhnya sadar.

Dan perempuan itu anak tunggal dari rekan bisnis Papabob selama ini.

Athala menghentikan kegiatan mengunyahnya, kini ia menenggak segelas susu putih yang ada di hadapannya. Pikirannya tambah berkabut jika ia terus berada di sini untuk menjawab semua pertanyaan yang dua hari ini ia hindari dari orang tuanya. Ia akan tahu akhir dari pembicaraan ini kemana, dan Athala belum siap dengan hal itu.

"Diabisin dulu mas makananya"

"Aku tiba-tiba kenyang, Ma" ucap Athala sembari merapikan kemejanya.

"Dan juga aku belum bisa ngomongin soal Zisya sekarang, gatau nanti nanti dan nantinya lagi mungkin sama belum bisa" lanjutnya.

Ia bangun dari tempat duduknya dan menggendong tas rangsel  — meninggalkan mama, papa dan Lassy yang masih ada di meja makan.

Every-AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang