"Gausah dibahas, saya sudah maafin kamu"
"Dan gausah bilang makasih, karena saya hanya harus melindungi orang yang menurut saya pantas untuk saya lindungi" – lanjut Athala, sembari mengaduk minuman yang baru saja datang.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Evelyn, ia hanya mengangguk kecil sambil membuang pandangannya kearah lain.
"Evelyn?"
Evelyn hanya menoleh ke arah Athala.
"Gimana kondisi kamu setelah kejadian itu?"
"Saya baik"
"Kalau saat ini?"
"Lebih baik, kakak sendiri gimana?"
"Saya baik kalau kamu baik" – Athala.
"Jaga diri kamu supaya selalu baik ya Ev" lanjutnya.
Hanya ada anggukan kecil yang Evelyn ungkapkan, Athala masih memandanginya tanpa tersenyum. Mungkin ia masih mempertahakan jati dirinya yang terkenal sebagai laki-laki dingin.
"Dan jangan nangis kalau saya engga ada, paling tidak jangan nangis sendirian" – lanjut Athala.
"Ah shit jantung gue ga karuan, si dingin itu bisa care juga sama gue? Jangan jangan...." – batin Evelyn.
Ahhhh Evelyn menepiskan pikiran itu sementara, bisa saja laki-laki yang ada di hadapannya itu sudah biasa berkata demikian kepada pada gadis yang dikencaninya. Mengingat bahwa gadis yang ingin bersamanya itu sangat menumpuk. Pasti sudah banyak gadis yang diajak kencan, atau mengajaknya kencan.
Ditambah lagi jika ia merasa bahwa Faldy masih menjadi sosok laki-laki yang memenuhi ruang hatinya saat ini, entah jika nanti. Athala yang berhasil menggantikan Faldy atau bukan, itu urusan nanti. Yang harus ia urus saat ini adalah cacing-cacing di perutnya yang teriak diberi asupan gizi.
Semua makanan yang mereka pesan sudah terhidangkan di hadapan mereka, tinggal saja cara bagaimana mereka menghabiskan makanan tersebut. Selama bersantap, tak ada perbincangan yang terjadi saat itu – hingga selesai makan, mungkin atau hingga mereka berpisah hari ini. Entahlah, sulit jika keluar bersama laki-laki dingin seperti Athala.
Bulan sudah menampakkan kecantikannya, bintang membantu bulan memperindah langit malam ini dan angin malam sudah mulai nakal membuat bulu kudu berdiri kedinginan. Sialnya Evelyn tidak membawa jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Padahal makanannya belum habis, tapi kedua tangannya sudah menyilang dan sibuk saling mengusap satu sama lain. Berusaha memperoleh hengatan di sana.
Pandangannya ia jatuhkan pada ombak laut di malam hari yang jarang ia nikmati. Sebenarnya ia suka suasana laut pada malam hari, jika ia membawa jaket untuk tidak kedingan seperti ini. Tiba-tiba saja sebuah tangan mendarat di kedua bahunya itu, memakaikan jaket yang disangkutkan di kedua bahu Evelyn.
Wajah Evelyn mengangkat perlahan, ia melihat laki-laki yang tadi ada di hadapannya kini beralih di sampingnya. Memberikan jaket yang tadinya ia pakai dan ia lepas untuk Evelyn.
Aroma burberry brit yang khas pada jaket ini, Evelyn sangat menyukai bau aroma itu. Aroma yang selalu ia rasakan ketika sedang bersama Faldy dan kini ia rasakan ketika ia bersama Athala, entah selamanya ia rasakan atau tidak. Tapi ia merasaka ada kenyaman yang timbul ketika menghirup aroma itu.
"Maa..makasih ka" – Evelyn, lagi dan lagi ia harus terlihat gugup.
"Dingin kan? Yuk kita pulang aja"
"Kakak sendiri engga kedinginan?"
"Saya cowok Ev, saya lebih bisa menahan dingin dari pada kamu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Every-Always
Teen Fiction[Beberapa chapter - Private] Mendekati ending cerita agak slow update. ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Ucapan Athala menggantung. Ia memejamkan mata dan menarik nafasnya dalam-dalam. "-saya merasa berubah setelah sa...