"Pokoknya lo harus tetep sama gue!"Langkahnya baru saja ingin mendekati ruang kelasnya, namun sudah disugukan dengan pemandangan yang lagi dan lagi hampir terjadi setiap harinya. Tapi hari ini, sepagi ini – bajang – sudah ramai. Segerombolan cowok yang biasanya datang telat, hari ini berhasil membuat bajang menjadi santapan para gadis.
Setelah melirik jam tangan putih yang ia gunakan hari ini, ia melangkahkan kakinya. Tatapan matanya bertemu dengan tatapan mata seseorang, satu orang yang berada di antara kerumunan murid-murid di bajang. Buru-buru ia menghembuskan nafas panjang, mau tak mau dan walau dengan langkah perlahan ia harus sampai di kelas.
"Athala, dengerin gue. Lo engga akan bisa lari dari gue!!!"
Suara lengkingan seorang perempuan berhasil membuat gendang telinga bergetar hebat dan langkah kaki Evelyn tiba-tiba saja berhenti di depan pintu kelasnya itu, bukan sumber suara yang menjadi perhatian Evelyn tapi tatapannya terpaku melihat sosok laki-laki yang diteriaki itu hanya terdiam di hadapan perempuan itu.
Senyum yang kemarin ia nikmati, senyum yang mampu membuat semalam Evelyn tidur dengan nyenyak – kini belum ia tampilkan lagi pagi ini. Tidak ia timbulkan di depan perempuan itu.
"Tatap gue Athala!!!"
Lengkingan yang kedua berhasil membuat Evelyn tersadar dari lamunannya. Tatapan elang perempuan itu tiba-tiba jatuh ke arah tatapan semu Evelyn. Sebenarnya perempuan itu hanya mengikuti arah tatapan mata Athala, yang membuatnya mendarat di mata Evelyn.
Kringg... kringg...
Spontan tangan Evelyn meraih ponsel yang ada di saku seragam sekolah itu. Matanya menyipit ketika melihat nama yang sedang menelponnya itu.
[Athala is calling...]
Jemarinya ragu untuk memencet warna hijau yang tertera di layar ponselnya, ia melirik sebentar ke arah Athala ternyata laki-laki itu sedang menatapnya tajam sambil menggantungkan ponsel di telinganya. Tunggu!! Bukan hanya laki-laki itu yang menatapnya, tapi perempuan yang suaranya melengking tadi masih menatapnya sinis dan hampir semua orang di bajang menatap ke arahnya.
Setelah menelan saliva dengan susah payah, ia mengangkat telpon dari Athala.
"Hal..hallo Ka, ad.. ada apa?" – Evelyn, terbata-bata.
"Hai, selamat pagi. lagi nunggu apa? Cepet sana masuk kelas, takut ada guru"
Deg. Mulut Evelyn jadi kaku.
Tut... tut... tut...
Belum sempat Evelyn berkata satu katapun, telponnya terputus. Tapi semua tatapan mata yang mengarahnya belum terputus, semua tahu Athala sedang berbicara dengan siapa diujung telpon sana. Padahal jarak antara Athala dengan Evelyn hanya beberapa langkah, dan terimakasih Athala membuat dirinya menjadi pusat perhatian.
Ah itu bukan terimakasih dalam arti yang sesungguhnya.
"Ayo masuk!"
Seseorang menarik tangan Evelyn yang masih mematung, ia menyadari bahwa semakin lama Evelyn berdiri di ujung pintu kelasnya menghadap ke arah bajang semakin panjang pula kerumitan yang terjadi hari ini. Tapi semoga aja engga terjadi.
"Lah dia bukannya anak baru itu? Kok bisa sih deket sama Athala?"
"Dia siapanya Athala?"
"Ga rela kalau si anak baru itu pacarnya, gamau ngantri banget sih"
"Iya ih main nyerobot aja"
KAMU SEDANG MEMBACA
Every-Always
Teen Fiction[Beberapa chapter - Private] Mendekati ending cerita agak slow update. ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||| Ucapan Athala menggantung. Ia memejamkan mata dan menarik nafasnya dalam-dalam. "-saya merasa berubah setelah sa...