36 ...

489 41 7
                                    

Jangan lupa untuk Vote chapter ini :)




"Susah tau ngeyakinin perempuan biar percaya"

"Lagian gue heran deh, mereka kan sahabatnya tapi kok engga tau ya. Kita aja tau"

"Dia bener-bener menutup semuanya dengan sempurna" – Vero, di ruang keluarga rumahnya bersama dengan ketiga sahabatnya.

Sama seperti Amel, pancaran mata Vero tiba-tiba menjadi pilu. Padahal kalau kalian tahu, sehari-hari laki-laki itu selalu menampakan air wajah 45 – jarang sekali terlihat sedih apalagi ketika menjadi siswa sekolah ini. Kebahagiaannya begitu jelas tergambarkan – dan luntur untuk kali ini.

Sembari bersandar di sofa, Vero terus memainkan ponselnya asal. Abel – Aldo – dan Athala sibuk bermain ps, ketiganya berusaha membangun suasana agar tidak sendu.

"Eh anjeng lo curang mulu!" ucap Athala sembari membanting stik ps ke atas bantal sofa – kalau langsung ke lantai yang ada Vero bisa ngamuk.

"Apaan sih lo, gue Cuma mencet R3 doang" – Aldo, masih fokus menatap layar.

"Iya abis itu langsung mencet X. Tai emang gue bocah lo kadalin!" ucap Athala kemudian beranjak meninggalkan mereka.

"Baperan cih najis kaya cewek" – Aldo.

"Ayo bel main" lanjut Aldo sembari memberikan stik ps kepada Abel yang sedari tadi sibuk memilih CD game yang akan ia mainkan.

Athala membodo-amat-kan ucapan Aldo karena memang seperti itu, selain terkenal playboy Aldo punya banyak cara untuk curang. Laki-laki itu berjalan menuju dapur rumah Vero yang memang setiap hari kedua orangtua dan kakak Vero sibuk kerja sedangkan adiknya, selalu pulang sore bahkan malam jika langsung berangkat bimbel yang selalu diawasi oleh supir pribadinya.

"Wih Ver gue ambil fantanya ya" teriak Athala sembari melirik ke arah Vero yang merespon ucapannya hanya dengan anggukan.

Dua kaleng fanta ia ambil kemudian berjalan menuju Vero. Sekarang bukan hanya pancaran pilu yang keluar dari sorotan matanya, tapi ada pancaran kegelisan yang ditampakan di dalamnya.

"Tadi gue mau anter pulang Evelyn tapi dia engga mau" ucap Athala – sembari duduk di samping Vero sembari menyodorkan fanta yang ia bawa tadi.

Tangan kanan Vero yang sedari tadi mengotak-ngatik ponselnya kini meraih kaleng minuman itu, "Maksud lo?"

"Yaa lo liat kan kalau dia ngehindarin lo"

"Maksud lo Evelyn sekarang ada di rumah Amel?"

Athala hanya mengangguk, kemudian ia menenggak minuman itu.

"Gue udah mau coba tapi dia menutup diri rapat-rapat tha, gue bingung" – Vero, sembari menatap kelayar kaca ponsel yang ia genggam. Foto dirinya bersama Amel sewaktu SMP.

"Lu tau kan seberapa khawatirnya gue waktu kejadian penculikan Evelyn" lanjutnya.

Kedua telinga Athala siap untuk mendengarkan cerita sahabatnya ini – tanpa memperdulikan teriakan Abel dan Aldo yang sibuk dengan video gamenya.


[Flashback on]

Di chapter 23


Di rumah sakit.

Ia masih mengatur nafasnya ketika berhasil membawa perempuan itu sampai ke UGD dan ditangani oleh dokter yang terpercaya. Tangannya tak berhenti melipat untuk berdoa memohon kepada Tuhan agar perempuan yang ada di dalam sana tetep baik-baik saja. Keringat dingin terus bermunculan padahal kondisi rumah sakit cukup dingin ditambah dengan suasana malam hari.

Every-AlwaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang