31. MEMULAI RENCANA BARU

1.2K 44 2
                                    

Sial! Gerutu Angel.

"Pa, kenapa sih papa nggak jadi jodohin aku sama Raza? Kenapa, Pa? Apa papa mau aku jadi perawan tua? Iya?"

Dewangga masih terdiam dan menatapi anak gadis satu-satunya itu yang sedari tadi hanya mendumel karena perjodohan dia dan Raza gagal, atau lebih tepatnya dibatalkan oleh keluarga Alatas.

"Kamu kenapa sih selalu bahas masalah itu? Papa capek dengernya!" Bentak Dewangga.

Angel yang tadinya sedang mondar-mandir ruang tengah, akhirnya ia duduk di sebelah Dewangga. Lalu menatap Dewangga lekat-lekat.

"Pa, papa mau nggak bantuin Angel?"

Dewangga mengernyitkan dahinya. Anaknya satu-satunya ini memang tidak habis akal.

"Apa?"

"Sebenernya, kenapa sih papa batalin semuanya?"

Dewangga menghela napasnya. Ia mengusap wajahnya dengan gusar. "Kamu ini! Sudah berapa kali papa bilang kalau mggak usah bahas-bahas masa lalu! Papa pusing setiap hari dengar kamu marah-marah gara-gara anak itu!"

Kini Angel tertegun. Ia menelan ludahnya dengan susah payah. Ia juga tidak menyangka kalau papanya akan membentaknya dengan seperti ini. Seumur-umur, semenjak ibu Angel meninggal, Angel tidak pernah marah besar seperti ini.

"Alasannya apa, Pa? Apa Papa nggak mau ngasih alasan yang jelas sama Angel?"

"Bukan urusan kamu, Angel! Kamu nggak tahu apa-apa."

Angel bangkit dari sofa, lalu memosisikan dirinya dengan Dewangga yang sedang berdiri di depannya.

"Tentu itu akan menjadi urusan aku! Karena itu aku nggak jadi punya jodoh yang aku mau!"

"Angel!" Bentaknya sekali lagi. "Nggak usah bawa-bawa anak itu!"

Sepertinya ia tahu kalau Dewangga sedang emosi, tidak seharusnya Angel juga ikut terbawa emosi. "Aku butuh alasan, Pa." Rayunya dengan nada pelan.

Mau tidak mau Dewangga harus membuka semua rahasia yang telah disembunyikan pada Angel.

"Angel ... jadi sebenarnya, ibu kamu meninggal karena Ayahnya Renata--istri dari Raza."

Angel masih tidak percaya. Apa yang dimaksud oleh papanya. Ia masih tidak paham jelas karena papanya hanya berbicara sepotong demi sepotong.

"Ma--maksud Papa?"

Dewangga kembali duduk di sofanya. Diikuti oleh Angel. Kepalanya ia senderkan karena terasa pening saat mengingat-ingat semuanya.

"Setelah papa bercerai dengan ibu kamu, ibu kamu meninggal karena depresi saat mengetahui kalau Andra masih belum bisa mencintai ibu kamu dengan sepenuh hati.

"Awalnya hubungan ibu kamu dengan Andra sangat baik, tetapi saat Andra bertemu dengan mantan kekasihnya yaitu ibu dari Renata, Andra kembali mencintai Devi.

"Tak lama, Devi diminta untuk menjodohkan anaknya dengan keluarga Alatas. Kalau Devi menolaknya, Devi dan anaknya tidak bisa hidup dengan layak."

Angel menutup mulutnya rapat-rapat. Mana mungkin ini semua bisa terjadi. Yang ia tahu orang tua Renata sudah bercerai. Tidak mungkin terjadi perselingkuhan seperti ini.

"Tapi, Pa, orang tua Renata sudah bercerai dan ini juga tidak ada hubungannya dengan aku."

"Tentu saja ada, Angel. Papa nggak mau kamu menikah dengan keluarga Alatas yang selalu mementingkan perusahaannya."

"Dan alasan mengapa orang tua Renata bercerai adalah karena Andra memang bukan lelaki yang tepat untuk dicintai. Saat Renata berumur lima tahun, Andra menceraikan Devi. Devi sangat terpuruk saat itu. Sama seperti kondisi ibu kamu saat itu."

Angel menaikkan sebelah alisnya, ia masih belum paham dengan apa yang dikatakan oleh Dewangga barusan.

"Kok papa tahu semuanya?"

Dewangga tersenyum kecut. "Kamu tidak perlu tahu semuanya. Semua ini sudah berakhir, Ibu kamu sudah bahagia di surga, dan Devi sudah bahagia tanpa Andra."

Tanpa sadar, Angel tersenyum licik. Tentu saja ia tidak terima kalau orang tua yang melahirkannya meninggal karena seseorang yang telah menggagalkan acara perjodohannya saat dulu.

Angel bangkit dari tempatnya, lalu mengambil kunci mobil di laci dekat TV rumahnya. "Pa, Angel mau pergi sebentar ya." Angel mencium papanya, lalu pergi meninggalkan rumah besarnya menuju tempat yang sudah ia pikirkan semenjak papanya memberitahu semuanya.

0891234xxx: buruan ke kafe Alatas.

Dengan penuh emosi, Angel menjalankan mobilnya tanpa kendali sama sekali. Hampir saja ia menabrak tukang batagor yang sedang berjalan saat lampu merah. Lampu merah saja hampir ia tabrak.

Ia masih ingat saat ibunya meninggal. Angel hampir saja depresi saat mengetahui kalau ibunya meninggal tanpa sebab. Karena pada saat itu Angel belum mengetahui semuanya.

Alasan Dewangga menyembunyikannya karena ia takut kalau Angel akan hidup dengan dendam yang terkubur di hatinya. Ternyaata Dewangga salah. Saat semuanya terbongkar, ternyata dendam di hati Angel barulah tumbuh.

Kafe Alatas belum terlalu ramai. Karena sekarang barulah pukul sepuluh. Angel bersyukur karena Rena atau Raza tidak terdapat di sana. Kalau mereka terdapat di sana, bisa-bisa rencana Angel gagal.

Di dalam kafe tersebut Angel duduk bersama orang yang mengenakan pakaian serba hitam. Memakai topi hitam dan masker hidung yang tentunya itu akan menutupi semua identitasnya.

"Ada apa, bos?"

Angel tersenyum kemenangan. "Saya punya pekerjaan baru buat kamu."

Tangan orang itu mengisyaratkan apakah ada uang untuk hasil kerjanya nanti.

"Tentu saja ada. Kamu mau saya bayar berapa? Saya punya cukup banyak uang untuk membayar kamu. Asal kamu mengerjakan tugas saya dengan mulus, tanpa ada goresan sedikitpun."

Orang itu mengangguk lalu mendengarkan rencana yang akan Angel buat. Mendengar rencana yang Angel katakan, orang itu terkejut.

"Maaf, saya tidak bisa melakukan hal yang melanggar hukum."

Angel berdecak kesal. Apa mungkin ia harus melaksanakannya sendiri. Tentu saja Angel tidak mau masuk penjara karena hal yang ia perbuat melanggar hukum.

"Tapi saya bisa bayar kamu berapa saja yang kamu mau. 100 juta? 200 juta? 500 juta?"

Orang tersebut tetap menggeleng. "Saya tidak bisa. Maaf." Lalu orang tersebut pergi meninggalkan Angel sendirian di kafe Alatas.

Gue bisa ngerjainnya sendiri. Tanpa bantuan siapa-siapa.

***











Razarena | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang