7

1K 197 4
                                    

Hari Jumat sore, jalanan kota kecil ini cukup padat. Tapi tentu saja, mereka segera menyingkir saat Elisa lewat. Elisa dan Sharon memilih hanya diantarkan sampai gerbang kota lalu mereka berjalan kaki dari satu toko ke toko lain. meski hanya berjalan berdua, tidak ada rasa canggung sama sekali, seolah mereka sudah berteman sejak kecil. Tujuan pertama mereka adalah toko roti. Belanja membutuhkan banyak tenaga, jadi mereka harus mengisinya dulu.

Selesai makan sore, mereka mulai berjalan ke salah satu toko gaun yang terkenal dan sering mendapatkan pesanan untuk kerajaan. Sharon mengamati gaun-gaun yang dipajang dengan antusias. Tapi dalam hati ia ragu apakah ia pantas memakai gaun mahal. Terakhir kali ia memakai gaun adalah saat acara perpisahan SMP, dan tentu ia bukan memakai gaun mahal.

Elisa mendatangi sang pemiliki toko dan langsung memintanya untuk memilihkan gaun terbaik untuk Sharon. Wanita yang berumur 40-an itu dengan gesit mengeluarkan gaun-gaun terbaik dan memberikannya pada Elisa. Sharon menatap gaun-gaun itu dengan mata membesar. Semuanya indah, seperti gaun-gaun yang digambarkan di cerita-cerita dongeng.

“Sharon, kau mau coba yang mana dulu?” tanya Elisa.

“Kau tidak membeli gaun?” Sharon malah balik bertanya.

“Tidak, kata ibu, gaunku sudah ada. Ayo, pilih saja! Atau kau mau mencoba semua?”

Sharon menatap gaun-gaun di depannya. Ia menyentuh gaun yang berwarna merah muda. Ia kemudian menariknya dan mengamati gaunnya. Ia bingung harus memilih gaun ini atau tidak.

“Ini bagaimana?” tanya Sharon.

Elisa menggelengkan kepalanya. “Aku rasa kau lebih cocok dengan warna merah,” Elisa menarik gaun berwarna merah. “Bagaimana?”

Sharon kebingungan harus memilih. Biasanya urusan pakaian ia serahkan pada ibunya. Sekarang ia harus memilih sendiri. Ia bingung yang mana yang bagus untuknya. “Aku bingung.”

“Ya sudah, kita beli saja semuanya. Permisi, kami ambil semuanya.”

“Astaga, Elisa, tidak perlu. Beri aku waktu sebentar untuk memilih,” Sharon menjadi panik sendiri mendengar Elisa akan membeli semua untuk dirinya.

“Tidak usah memilih, ambil saja semuanya. Lagi pula acara ulang tahun bukan hanya Lucas, dan ada banyak pesta kerajaan juga. Gaun sebanyak ini tidak akan cukup sebenarnya untuk menghadiri semua pesta, nanti kita beli saja lagi, ya?” ucap Elisa ringan. “Ah, diantarkan saja ke kerajaan Raja Lay, ya? Tidak usah diantar ke sekolah.”

“Astaga Elisa, kau tidak boleh boros,” Sharon tidak habis pikir melihat Elisa dengan gampangnya memberikan uang yang jumlahnya tidak sedikit. “Dan ini hanya aku, satu saja sudah cukup.”

“Anggap saja hadiah. Kau pasti akan memakai semua gaunnya, kok. Tapi maaf, ya, seharusnya gaunnya ada yang lebih bagus lagi. Kapan-kapan kita beli lagi.”

“Elisa, ya ampun, bagaimana aku menggantinya? Aku tidak enak, tahu. Batalkan saja, kita ambil satu.”

“Sharon, bukan masalah besar, terima saja ya? Hanya ini yang bisa aku berikan padamu.”

“Ini bukan hanya!” Sharon masih tidak habis pikir Elisa rela membelikannya banyak gaun. “Sebenarnya pemberianmu membuatku sedikit tidak enak, karena aku tidak tahu cara membalasnya. Terima kasih ya. Gaun-gaun itu bukan ‘hanya’ tapi yang membuatku benar-benar berterima kasih adalah aku senang bisa menjadi temanmu. Kau sangat baik, bahkan kepadaku.”

Elisa tersenyum sangat lebar. “Aku sedang tidak membeli pertemanan kita dengan gaun, kok. Jadi tenang saja, kau juga adalah temanku  yang sangat berharga.”

Sharon terkekeh. “Tentu saja, aku tahu kau tidak sedang membuatku betah berteman denganmu karena berhutang. Ini adalah hadiah, dan aku sangat berterimakasih.”

Elisa memeluk Sharon dan Sharon balas memeluk Elisa. Bagi keduanya, ini adalah pertama kali mereka merasakan memiliki sahabat yang sudah terasa seperti keluarga sendiri.

Elisa melepas pelukannya. Begitu pula Sharon. “Bagaimana kalau malam ini kau menginap di rumahku,” ucap Elisa tiba-tiba.

“Tapi, izin dari sekolah?” tanya Sharon khawatir.

“Tenang saja, aku sudah minta izin membawamu tadi. Ayo kita pulang,” Elisa menarik Sharon keluar.

Mereka berjalan menuju gerbang. Tapi ketika melihat toko sepatu dan toko aksesoris, Elisa baru sadar kalau tidak akan lengkap jika tidak ke sana. ia meraih tangan Sharon lalu menariknya ke toko sepatu.

---

Sharon tidak bisa berhenti mengagumi istana di depannya. Ia sudah berada di kediaman Elisa. Terdapat bendera dengan logo unicorn. Di sini adalah kerajaan untuk para healer, suasana di sekitar terlihat begitu damai dan hijau. Begitu Sharon keluar dari mobil dan merasakan suasana di kerajaan secara langsung, Sharon merasa ia tidak pernah lebih baik dari ini.  Mereka berterimakasih pada supir, lalu masuk ke dalam istana. Sharon kagum melihat Elisa yang ramah bahkan pada orang-orang yang lebih rendah darinya.

Mereka masuk ke dalam istana dan disambut dengan wanita cantik yang mirip sekali dengan Elisa, Ratu Irna. Elisa dan Irna berpelukan dan bertukar kabar. Sharon mendadak merindukan ibunya yang sedang sibuk dengan pekerjaannya.

“Selamat sore, Ratu,” Sharon menyapa Irna sambil membungkuk.

“Ah, Sharon!” Irna langsung mendekati Sharon dan memeluk  Sharon. Irna mengusap punggung Sharon dan Sharon merasa sangat nyaman dengan wanita cantik ini.

Sharon sedikit enggan saat Irna melepas pelukannya. Irna yang sadar akan hal itu tersenyum lembut sambil mengusap kepala Sharon. “Jauh dari rumah pasti sangat berat. Tapi, anggap saja kerajaan ini sebagai rumahmu sendiri, Sharon. Dan panggil saja aku senyamanmu, Bibi juga boleh.”

“Bibi? Memangnya boleh seperti itu, Ratu?”

“Tidak apa-apa. Elisa adalah temanmu, dan Bibi adalah ibu Elisa, bukankah biasanya kau akan memanggil Bibi?”

Sharon mengangguk kaku. Memang benar, tapi dia takut dianggap tidak sopan.

“Irna, apakah Elisa sudah sampai?”

Sharon mengalihkan tatapannya pada seorang pria yang terlihat gagah dan berwibawa. Inilah pemimpin kerajaan ini. Raja Lay, yang sempat memimpin kerajaan naga selama lima tahun, sebelum kembali ke asalnya dan memimpin kerajaannya. Lay masih terlihat sama seperti dulu, lesung pipinya masih terlihat manis ketika ia tersenyum. Seseorang yang bisa terlihat ramah tapi juga gagah dan berwibawa di saat yang bersamaan.

“Oh, kau pasti Sha—siapa namanya?” pria itu menatap Sharon sebentar sebelum menatap istri dan anaknya bergantian.

“Sharon,” jawab Elisa dan Irna bersamaan, seolah sudah maklum dengan sifat pelupanya Lay.

“Ya, benar, Sharon. Selamat sore,” sapa Lay sambil tersenyum manis.

“Selamat sore, Raja Lay,” Sharon membungkuk hormat.

“Anggap saja rumah sendiri dan panggil saja kami senyamanmu. Maaf tidak bisa menemani, aku dan Bibi Irna harus mengurus sesuatu.”

“Tidak apa-apa Pa-paman,” balas Sharon canggung.

“Sharon, ayo ke kamar. Kita harus membersihkan diri sebelum makan malam. Ayah, ibu, aku dan Sharon akan menginap malam ini di sini.”

“Tinggal saja di sini sampai hari Minggu dan berakhir pekan di sini,” tawar Irna.

“Boleh! Baiklah, bu, kami pergi dulu. Ayo Sharon,” Elisa menarik tangan Sharon untuk pergi ke kamarnya.

Sharon hanya tersenyum canggung pada orang tua Elisa lalu mengikuti Elisa. Sepanjang jalan, Elisa mengajak Sharon untuk menghabiskan akhir pekan di sini. Biasanya ada Johnny juga yang pulang setiap akhir pekan. Sharon hanya bisa menyetujui dengan tidak enak karena ia merasa sudah merepotkan Elisa dan keluarganya. Sharon menyampaikan maafnya dan Elisa malah marah dan mengatakan ia tidak merasa kerepotan.

Sharon tersenyum, betapa beruntungnya dia berteman dengan Elisa, dengan segala sifat unik Elisa yang membuatnya heran karena tidak menyangka akan sifat-sifat Elisa di balik keanggunannya di sekolah.

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang