28

641 121 4
                                    

Hari kelulusan tiba. Mabel merapikan jas yang Taeyong kenakan. Mabel juga berkali-kali merapikan rambut lelaki itu. Taeyong tersenyum melihat kesibukan ibunya dari pagi. Saat lagi-lagi Mabel merapikan dasi Taeyong, lelaki itu menggenggam tangan ibunya.

"Ibu, kalau Ibu terus-terusan berusaha merapikan penampilanku yang ada malah semakin berantakan. Ayo kita ke aula saja dan menunggu di sana."

Mabel tersenyum melihat putra sulungnya yang menariknya keluar dari ruangan Kris. "Aku masih tidak percaya kau akan lulus."

"Tentu aku akan lulus, Bu. Tidak mungkin aku terus-terusan berada di akademi. Ayah juga tidak akan senang kalau aku tidak lulus-lulus "

"Bukan, maksudnya, rasanya baru saja kau lahir, tapi sekarang kau sudah lulus. Sebentar lagi kau akan menggantikan tahta ayahmu."

"Aku tidak yakin ayah akan memberikan tahtanya secepat itu padaku," Taeyong tertawa. "Sepertinya pulang nanti aku akan kembali belajar di istana."

"Apakah kau gugup?"

"Gugup karena acara kelulusan atau karena penyerangan?"

"Keduanya."

"Tidak, Bu. Aku baik-baik saja."

"Dengar, Sayang, Ibu tahu kau selama ini sudah bekerja keras. Bagaimanapun nanti yang penting kau jangan sampai terluka ya? Tidak usah pikirkan untuk melindungi kami semua, lindungi dirimu sendiri."

"Ibu juga jangan sampai terluka," mata Taeyong mulai berkaca-kaca. Ia tidak bisa membayangkan orangtuanya terluka. Saat itu juga perasaan Taeyong menjadi tidak enak mengingat teman-temannya bahkan sudah kehilangan kedua orangtua mereka sekaligus.

"Tenang saja. Ibu akan baik-baik saja. Ayahmu sudah berjanji melindungi Ibu, jadi kau harus bisa menjaga dirimu sendiri ya? Lagi pula rasanya pantas kalau Ibu membayar kesakitan yang Sharon rasakan."

"Ibu!" seru Taeyong. "Jangan bilang seperti itu. Bukan Ibu yang harus bertanggungjawab. Tapi kita semua."

Mabel menunduk dan ia menangis.

"Ibu, maafkan aku, aku tidak bermaksud membentak Ibu," Taeyong mengusap bahu Mabel, berusaha menenangkan ibunya.

"Maafkan Ibu," Mabel menyeka air matanya kemudian ia mencoba tersenyum. "Nah, kita sudah sampai. Ibu rasa kau harus mempersiapkan diri untuk acara nanti kan? Ibu akan mencari ayah. Semangat untuk hari ini Sayang."

"Terima kasih, Bu," Taeyong membungkuk hormat kemudian ia berjalan meninggalkan ibunya.

Jantungnya berdebar kencang. Perasaannya campur aduk. Ia senang akhirnya lulus, kerja kerasnya selama ini terbayarkan. Ia juga gugup karena ia tidak tahu penyerangan akan terjadi kapan dan di mana. Ia juga tidak sabar untuk melihat Sharon. Taeyong mengepalkan tangannya kuat. Ia harus bisa melindungi semuanya hari ini. Tidak boleh ada korban yang jatuh. Tidak dari pihak mereka, tidak pula dari pihak Kerajaan Kegelapan.

Sharon berusaha menghabiskan sarapannya pagi ini di tengah hiruk-pikuk istananya. Para prajurit mempersiapkan senjata mereka. Para tangan kanan Raja Kegelapan mempersiapkan senjata, strategi, dan formasi. Rapat kembali diadakan untuk menyempurnakan rencana pagi ini. Di tengah itu semua Hansol terlihat tenang mengawasi semuanya. Hansol telah siap dengan pedang di pinggangnya. Jubah dan pakaian serba gelapnya memberikan kesan intimidasi. Bahkan Sharon sempat membayangkan kalau kakaknya menjadi lawannya maka Sharon lebih memilih untuk tidak cari masalah.

Hansol menghampirinya. "Kau ingat pesanku Sharon?"

Sharon tersenyum. "Ingat. Aku tidak boleh berada di samping Kakak. Tidak boleh ada di samping Kak Chan atau yang lain. Aku harus ada di belakang dan aku akan dijaga oleh Kak Hojung."

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang