22

745 129 4
                                    

Sharon menelusuri rak buku di ruang baca. Ia mencari buku ramuan. Siapa tahu ada ramuan yang dapat mengembalikan ingatan. Saat di sekolah dulu, Sharon tidak pernah membaca ramuan itu. Tapi ia cukup optimis di sini pasti ada. Tadi saat melihat sekilas, ia rasa buku-buku di sini jauh lebih lengkap dari buku di sekolahnya.

Setelah sejam mencari, akhirnya Sharon menemukan buku yang ia maksud. Bukunya sangat tebal dan ia mencoba menelusuri daftar isi. Tangannya berhenti di baris kalimat ramuan untuk mengembalikan ingatan. Langsung saja Sharon menuju halaman yang dimaksud.

Ia membaca ramuan tersebut dengan seksama. Bahan-bahan yang dibutuhkan sangat banyak, namun Sharon mengenali semuanya. Apakah sebaiknya ia memberitahu kepada Hansol atau sebaiknya ia lakukan diam-diam?

Baiklah dilakukan diam-diam saja. Kalau ia menceritakan kepada Hansol bisa-bisa Hansol tersinggung karena menganggap Sharon meragukan ceritanya. Tapi jujur, Sharon memang cukup skeptis terhadap cerita Hansol. Ia ingin mengingat memori itu sendiri.

Sharon merogoh ponselnya dan ia mencatat bahan-bahan dan cara membuat ramuan tersebut. Jika Hansol membolehkan, Sharon akan mencari bahan-bahannya besok, sekaligus langsung membuatnya. Makin cepat makin baik kan? Sharon mungkin bisa segera memutuskan apa yang akan ia lakukan. Bisa jadi balas dendam memang hal yang perlu dilakukan.

Sharon segera mengembalikan bukunya setelah ia selesai mencatat. Waktu makan siang sudah dekat. Sebentar lagi Jun mungkin akan datang.

Benar saja, saat Sharon sedang membaca catatannya, ketukan di pintu terdengar. Kemudian kepala Jun terlihat dari balik pintu. "Sudah waktunya makan siang, Sharon!" sapa Jun semangat.

Jun dan Chan sangat mirip. Keduanya sangat ramah dan mereka berdua juga seumuran. Walaupun mereka berdua lebih tua, Sharon merasa seperti teman dengan mereka.

Sharon beranjak dari kursinya dan berjalan ke pintu. "Baik, Kak. Kak Hansol benar-benar menyuruh Kakak untuk menjemputku, ya. Padahal aku bisa sendiri."

"Dia hanya tidak ingin kau terlambat sampai ke meja makan," Jun tertawa kecil. "Apakah rasanya masih aneh tinggal di sini?"

"Aku rasa aku mulai terbiasa. Dan di sini ternyata tidak buruk terutama karena ada Kak Jun dan yang lain. Rasanya langsung ramai, tidak berbeda seperti di sekolah dulu."

"Bagaimana rasanya bersekolah di sana?" tanya Jun lagi.

"Menyenangkan! Apalagi siswa di sana tidak menyebalkan seperti saat aku SMP dulu."

"SMP? Kau juga bersekolah dulu?" Jun terdengar terkejut mendengarnya.

Sharon tertawa. Wajar, kebanyakan akademi setara dengan SMA di dunia manusia biasa. Dan di sini, saat kecil biasanya mereka dididik oleh orang tua mereka.

"Ada. Dulu juga aku berada di sekolah dasar selama enam tahun. Bisa dibilang sebelum berada di akademi, aku sudah bersekolah 9 tahun."

"9 tahun? Bersekolah? Kau tidak bosan?"

"Sangat bosan. Saat SD dan SMP aktivitasku kebanyakan di dalam kelas. Namun di akademi, banyak aktivitas di luar kelas. Tugasnya tidak terlalu banyak dan pelajarannya tidak serumit sekolahku dulu. Aku sempat senang masa-masa SD dan SMP sudah berlalu. Tapi sekarang aku bahkan merindukan sekolah."

Jun hanya menganggukkan kepalanya. Ia sendiri dan teman-temannya tidak pernah merasakan sekolah. Sejak kecil mereka sudah dilatih di istana. Rasanya itu bukan sekolah seperti yang Sharon ceritakan.

Mereka berdua sampai di ruang makan. Sama seperti sarapan, mereka bersepuluh duduk di meja makan. Sharon bahkan hampir mengajak koki dan pelayan untuk makan bersama. Namun para koki dan pelayan tidak enak makan semeja dengan petinggi kerajaan, sehingga mereka menolak dengan halus. Tentunya Sharon merajuk karena itu.

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang