24

704 126 5
                                    

Sharon berbaring di atas tempat tidurnya dan merasakan tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berbaring setelah beraktivitas penuh seharian. Sudah dua bulan Hansol melatihnya dan semakin hari kakaknya semakin kejam padanya. Seharusnya seorang kakak akan sedikit lebih lembut kepada adiknya sendiri, namun tidak untuk Hansol. Semakin keras Sharon berlatih semakin keras pula latihan yang diberikan.

Sharon sebenarnya bersyukur dengan latihan yang diberikan, ia menjadi lebih mengenal dirinya sendiri, ia juga menjadi ahli dalam berbagai hal. Mulai dari bela diri dengan tangan kosong sampai menggunakan senjata tajam maupun tumpul. Mulai dari menggunakan kekuatan biasa sampai menggunakan kekuatan yang bahkan tidak pernah Sharon dengar. Ia juga sebenarnya sedikit terbantu dengan latihan dari Kris, sehingga Hansol banyak memujinya.

Sharon menghela napas panjang dan menatap layar ponselnya. Sharon menyesal ia tidak banyak mengambil foto dengan teman-temannya. Saat kerinduan melanda, Sharon tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Musim panas hampir mencapai akhir, teman-temannya pasti sudah kembali bersekolah dari liburan musim panas. Sharon membayangkan apa yang akan terjadi jika ia kembali ke sekolah. Apakah ia bahkan pantas untuk kembali?

"Sharon, sudah waktunya makan malam," suara ketukan di pintu kamarnya terdengar.

Sharon langsung beranjak berdiri dan sedikit merapikan penampilannya. Ia sudah mandi dan malah berbaring di tempat tidur, bajunya jadi sedikit kusut. Tapi Sharon tidak peduli, toh yang melihatnya juga hanya kakaknya.

Sharon berjalan bersama Kijung menuju ruang makan. Sharon tidak banyak berbicara, namun lelaki muda itu terus saja mengajak Sharon mengobrol berbagai macam hal. Sharon hanya menanggapi seadanya. Ia tidak sedang dalam suasana hati yang baik. Ia kelelahan, dan merindukan temannya.

Sharon dan Kijung bergabung ke meja makan dan makan malam dimulai. Suasana ruang makan sunyi karena Sharon tidak ada mengatakan sepatah katapun, hanya mengatakan bahwa makan malamnya enak kepada pelayan yang membereskan meja untuk disampaikan kepada koki.

"Jangan pergi dulu, aku ingin bicara," ucap Hansol tepat setelah meja makan bersih dari piring-piring kotor.

"Ada apa, Kak?"

"Mulai besok kita akan mulai rapat strategi penyerangan."

Sharon kira jantungnya berhenti berdetak mendengar kalimat Hansol. Ia merasakan dadanya sesak. Ia tidak mampu membayangkan kakaknya akan menyerang teman-temannya. Berapa banyak korban lagi yang akan jatuh?

"Jadi, Sharon, aku mengharapkan kehadiranmu."

Sharon hanya diam dan menunduk. Ia ingin mengatakan ia tidak mau hadir, ia bahkan ingin mengatakan bahwa ia tidak ingin penyerangan itu dilakukan. Namun Sharon tidak dapat mengatakan apa-apa.

"Baiklah, hanya itu saja. Kembalilah ke kamarmu."

"Mari aku antar, Sharon," tawar Marco sambil tersenyum ramah.

"Tidak perlu, Kak. Aku bisa sendiri."

Setelah menolak tawaran Marco, Sharon berdiri dan meninggalkan ruang makan tanpa mengatakan apa-apa.

Keesokan harinya, Sharon terpaksa hadir dalam ruang rapat. Di sekelilingnya sudah ada Hansol dan delapan lelaki lainnya. Tak lama bahkan jumlahnya bertambah dengan kehadiran beberapa prajurit, mungkin pemimpinnya. Walaupun sudah dua bulan berada di rumahnya, Sharon masih belum mengenal semua orang. Hansol lebih banyak menempelinya. Seperti Sharon akan kabur saja.

Hansol mulai menjelaskan bagaimana strategi mereka. Mereka akan menyerang tepat di hari kelulusan. Sharon semakin sedih membayangkannya, hari itu akan menjadi hari yang sangat membahagiakan untuk Taeyong, Taeil, Johnny, dan Yuta. Bagaimana bisa mereka malah menyerang di saat hari yang membahagiakan itu? Sepertinya Hansol sengaja karena di saat itu tidak akan ada yang bersiap-siap untuk perang.

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang