37

600 92 1
                                    

"Elisa, kau sungguh ingin menginap?" tanya Sharon lagi saat Elisa menjadi yang satu-satunya di kamar tamu.

"Mungkin ini adalah pertemuan terakhir kita, aku hanya ingin menghabiskan waktu sebanyak mungkin denganmu. Aku sudah dengar semuanya yang terjadi di ruang rapat dan kakakmu sangat benar dengan membatalkan perjanjian itu. Aku malu sekali rasanya."

"Hei, sudahlah, Elisa, tidak apa," Sharon mengusap punggung tangan Elisa yang ada dalam genggamannya. "Bagaimana kalau kita keluar dulu? Ruang baca di sini adalah tempat kesukaanku, ayo kita mengobrol di sana."

Elisa menurut dan ia mengikuti Sharon. Sesampainya di ruang baca, Sharon membuka pintu ruang baca. Terlihat ruang baca yang kosong.

"Di sini selalu kosong, dan memiliki suasana tenang. Saat ingin sendiri aku paling suka di sini. Apalagi jendelanya menghadap ke taman. Belum lama ini bunga-bunga musim seminya mekar."

Elisa tersenyum dan duduk di sebelah Sharon yang langsung mengambil posisi di dekat jendela. "Aku senang melihatmu sama sekali tidak canggung. Walaupun di sini memang tempatmu, aku senang akhirnya kau menerima dirimu sendiri. Ingat tidak bagaimana dulu kau selalu menunduk? Lihat sekarang, kau terlihat percaya diri dan bersinar."

"Ini semua berkat kakakku. Apakah kau membenciku, Elisa?" tanya Sharon hati-hati.

"Sama sekali tidak. Aku tidak mungkin membenci sahabatku sendiri. Sebenarnya aku ingin bisa berkunjung dan bertemu denganmu, tapi aku tidak tahu bagaimana kondisi kerajaan kita ke depannya. Aku sungguh tidak menyangka Kak Johnny akhir-akhir ini mendekatimu untuk balas dendam."

"Tidak apa, Elisa. Aku mengerti perasaannya. Aku juga merasakan kehilangan yang sama. Saat aku mengetahui bahwa ibumu penyebab kematian ayahku, rasanya aku benar-benar marah dengan kalian semua. Untuk sesaat aku memang ingin balas dendam. Tapi aku mengingat lagi waktu-waktu yang kita habiskan bersama, aku juga mengingat kembali bahwa aku pernah diterima dan diperhatikan oleh kalian semua. Berdamai adalah pilihan terbaik. Walaupun lukanya masih ada, menyakiti orang lain yang tidak memiliki hubungan sebagai balas dendam adalah hal yang tidak akan ada habisnya."

"Astaga, lihat Sharon sekarang. Rasanya hanya kau yang tumbuh dewasa."

Sharon tersenyum malu. "Kalau kau ingin berkunjung ke sini aku bisa meminta kakakku untuk membiarkanmu datang. Kakakku juga tidak ingin balas dendam lagi kok."

"Aku tidak tahu apakah aku pantas menjadi temanmu."

"Tentu saja pantas!" seru Sharon. "Mana Elisa yang percaya diri? Aku masih tetap Sharon yang sama, Elisa. Dan kau juga masih Elisa yang sama, kan? Kita tetap bersahabat. Atau apakah hanya aku yang menganggap kita bersahabat?"

"Tidak kok. Aku juga menganggapmu sebagai sahabatku!"

Sharon tertawa. "Ya sudah, tetaplah seperti biasa. Mau kerajaan kita saling memusuhi, yang aku tahu itu aku sahabatnya Elisa."

"Sama! Aku juga tidak peduli lagi soal itu."

"Jadi, kita bersahabat selamanya?" Sharon mengulurkan kelingkingnya.

"Tentu, selamanya," Elisa menautkan kelingking Sharon.

Jika saja para raja dan ratu memiliki pemikiran yang sama seperti Sharon dan Elisa, mungkin kedamaian, bahkan tanpa perjanjian pasti akan selalu ada.

Begitu pulang dari Kerajaan Kegelapan, Johnny dihukum habis-habisan. Lay dan Irna tidak menyangka bahwa Johnny bekerjasama dengan mantan prajurit Hansol. Awalnya mereka hanya melihat bahwa sepertinya Johnny menyukai Sharon sehingga selalu menghubungi Sharon. Selama tiga bulan di saat Taeyong menjauhi Sharon, Johnny adalah satu-satunya yang selalu menghubungi Sharon. Tidak ada yang menyangka bahwa penyerangan ini dalangnya adalah Johnny. Dan semua raja dan ratu merasa malu sekali karena percaya dengan gampangnya tanpa menyaring informasi. Tuduhan Johnny bahwa Taeyong anak angkat juga tidak benar, Johnny hanya tidak ingin merasa bersalah sendirian. Walaupun perilakunya tidak dibenarkan, tidak ada dari mereka yang bisa membenci Johnny.

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang