36

595 99 5
                                    

Hansol dan Sharon tiba di ruang rapat. Namun belum ada yang dapat bergerak. Hansol memiringkan kepalanya. "Aneh, seharusnya efeknya hanya tiga jam. Ya sudah, kalau begitu mau tidak mau."

Hansol kemudian menyembuhkan satu persatu isi ruang rapat. Begitu kekuatan penyembuh disalurkan, mereka langsung dapat bergerak.

"Selamat datang di istanaku. Silakan duduk, semuanya. Aku harap kita bisa berdiskusi dengan tenang atau mau tidak mau aku akan melumpuhkan kalian lagi. Mengerti?"

Hanya gumaman yang terdengar, namun Sharon yakin walaupun kakaknya masih muda, para raja menuruti keinginan Hansol. Sharon masih setia berdiri di sebelah kakaknya, di belakangnya para tangan kanan Hansol berdiri dengan penjagaan penuh.

"Mau minum apa? Walaupun kalian tidak datang baik-baik aku tetap merasa wajib menyambut tamu dengan sopan."

Pertanyaan Hansol tidak dijawab sama sekali. Hening di dalam ruang rapat.

"Baiklah, karena sudah hampir jam minum teh aku akan meminta pelayan untuk menyajikan teh dan roti. Silakan makan dulu, aku akan ke kamar tamu. Sharon ikuti aku, dan teman-teman, aku titip mereka lagi ya."

Sharon berjalan keluar ruangan mengikuti Hansol, sementara para pelayan mulai memasuki ruang rapat dengan membawa nampan teh dan roti. Walaupun Hansol sudah keluar, tidak ada yang berontak. Mereka seolah tahu bahwa tangan kanan Hansol tidak dapat diremehkan.

Hansol dan Sharon memasuki kamar tamu. Terlihat beberapa ratu dan tuan puteri telah duduk di kasur masing-masing.

"Oh, mengejutkan, ternyata pemulihan para ratu lebih cepat. Tidak mengherankan kenapa kekuasaan terbesar dulu ada pada tangan anak perempuan. Mohon maaf untuk ketidaknyamanannya, selamat datang di istanaku semuanya. Mungkin ini akan menjadi makan siang yang terlambat, tapi para pelayan akan mengantarkan makan siang. Aku harap tidak ada yang beranjak keluar. Kalau butuh sesuatu bisa meminta kepada para pelayan. Sejauh ini ada yang butuh sesuatu?"

Hening. Sama seperti ruang rapat, kamar tamu juga hening. Sharon rasa para raja dan ratu malu karena sudah menyerang tiba-tiba namun masih disambut dengan baik oleh Hansol.

"Sharon, apakah kau ingin menemani teman-temanmu atau ikut aku ke ruang rapat?" tawar Hansol.

Sharon menatap Elisa dan teman-temannya. "Apakah kalian membutuhkanku di sini?"

"Tidak," jawab Chloe ketus. "Kami tidak butuh pengkhianat. Jangan sok baik, kami sudah tahu apa isi kepalamu!"

"Menarik sekali Tuan Puteri. Dengan segala hormat, aku akan mengirimkan guru tata krama adikku ke kerajaanmu. Beliau adalah guru yang hebat, namun sayang, beliau tidak suka murid yang nakal. Mungkin metode pendisiplinannya akan membuatmu menangis, tapi itu tetap pantas dicoba," bukan Sharon yang merespon, tapi Hansol, dengan nada dingin dan aura mengintimidasi.

"Kak, jangan begitu," tegur Sharon.

"Baiklah, maafkan aku Tuan Puteri, tapi aku serius. Kalau begitu, Sharon, ikut aku saja ya. Aku tidak mau ada hal buruk terjadi pada adikku lagi di luar pengawasanku."

"Baik, Kak."

"Baiklah, aku permisi semuanya. Oh, Emma, kau datang, tolong berjaga di sini ya."

"Baik, Yang Mulia," Emma membungkuk sopan.

Hansol dan Sharon berjalan keluar dari kamar tamu.

"Kak, bukannya Emma penjahit istana? Apa tidak apa-apa dia berjaga sendirian di sana? Di sana ada Ratu Irna dan Elisa."

"Selain menjadi penjahit istana, Emma juga seorang mata-mata. Ia yang pertama kali melapor bahwa kita akan diserang sehingga aku bisa cepat ke depan tadi. Sebenarnya menjahit itu adalah hobinya, pekerjaan sebenarnya adalah mata-mata."

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang