25

694 130 15
                                    

Dua bulan lain berlalu dengan sangat cepat. Sekarang udara sudah semakin dingin. Waktu penyerangan juga semakin dekat. Mungkin hanya sekitar dua bulan lagi. Sharon melakukan hari-harinya seperti biasa. Latihan, rapat, dan diam-diam berkirim pesan dengan Taeyong.

Untungnya tidak ada yang menyadari kenapa Sharon lebih banyak di kamar. Saat ada yang mengajaknya untuk berkumpul di ruang baca atau ruang tengah, Sharon akan beralasan ia kelelahan. Sharon juga berusaha sangat berhati-hati saat berkirim pesan dengan Taeyong. Kalau ketahuan, Hansol akan sangat kecewa padanya. Sharon hanya ingin menjaga semua orang yang ia sayang. Kalau Hansol terluka ia juga siap melindungi kakaknya, karena itu ia selalu berlatih keras. Sharon juga tidak menyebutkan detail serangan Hansol, kakaknya sudah sangat berusaha keras memikirkan strategi, Sharon tidak tega semua kerja keras kakaknya sia-sia.

Taeyong juga mengalami rutinitas yang sama dengan Sharon. Latihan, rapat, belajar di kelas, dan berkirim pesan dengan Sharon. Bahasan mereka kebanyakan tentang kabar masing-masing. Taeyong juga tidak bertanya soal strategi Raja Kegelapan. Ia sudah sangat berterimakasih Sharon mengingatkan untuk berhati-hati. Ia sangat senang Sharon tidak berubah sama sekali, dan ia yakin bahwa Sharon tahu apa yang harus dilakukan.

"Tidak adil."

Taeyong menoleh menatap Elisa yang duduk di sebelahnya. "Apanya tidak adil?"

"Kenapa Sharon hanya berkirim pesan denganmu? Aku kan juga mau tahu kabar Sharon."

Taeyong mengusap kepala Elisa. "Tidak gampang untuknya berkirim pesan denganku, Elisa. Lagi pula kita tahu bahwa ia baik-baik saja, sudah lebih dari cukup kan?"

"Aku tidak sabar untuk bertemu dengannya. Itu juga kalau ada kesempatan."

"Kita pasti bertemu dengannya. Ia sudah berjanji."

Elisa hanya menggeleng kecil. Ia sedikit pesimis apakah ia bisa bertahan saat serangan terjadi? Ia juga berlatih sama kerasnya, tapi kalau Sharon juga ikut melakukan serangan, apakah Elisa bisa melukai Sharon.

"Sharon sudah berjanji. Sharon pasti akan menepati janjinya. Percayalah."

"Aku harap begitu."

Taeyong menatap layar ponselnya. 'Tolong tepati janjimu,' bisiknya dalam hati.

"Elisa, Kak Taeyong, sudah waktunya makan malam. Ayo kita segera ke ruang makan," ajak Mark sementara teman-teman mereka yang lain satu persatu sudah meninggalkan ruang rapat.

"Baik, Mark," Elisa langsung berdiri dan menyusul Doyoung yang menunggunya di ambang pintu.

"Bagaimana menurutmu, Kak?" tanya Mark.

"Bagaimana apa Mark?"

"Tentang Sharon. Apakah itu sungguh Sharon?"

"Benar, Kak, bagaimana kalau ternyata itu bukan Sharon dan ia menjebak kita?" Chenle menambahi dan berjalan beriringan dengan Taeyong dan Mark.

"Hei, kalian tidak boleh curiga. Aku yakin itu benar-benar Sharon. Sharon tidak sejahat itu!" bukan Taeyong yang menjawab, melainkan Jisung.

Kemudian Jisung dan Chenle berdebat kecil tentang percaya atau tidak pada Sharon.

"Wah, aku benar-benar kecewa padamu!" seru Jisung akhirnya. "Aku tahu kau dan Kak Mark tidak dekat dengan Sharon, tapi aku yakin ia tidak jahat dan tidak memiliki niat jahat."

"Sudah, sudah," Taeyong menengahi. Ia tahu ada saja yang berpikiran sama seperti Chenle dan Mark. Wajar untuk curiga. Tapi Jisung benar, Sharon tidak jahat. "Yang penting kita terus latihan, ya? Aku harap kita punya waktu untuk mengobrol dengan Sharon. Ia pasti punya alasan kenapa tidak memberitahu kita. Sekarang sudah saatnya kita makan."

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang