43

547 84 1
                                    

Jantung Taeyong berdebar lebih cepat begitu mengingat besok ia akan resmi menikahi pujaan hatinya. Bukannya tidur, ia malah mondar-mandir di kamarnya. Kekhawatiran memenuhi kepalanya. Bagaimana kalau besok acaranya tidak berjalan lancar? Bagaimana kalau besok ada pemberontakan?

Besok adalah acara penting baginya. Ia ingin Sharon bahagia besok. Benar-benar bahagia sampai ia ingin memastikan semuanya aman dan lancar. Lalu, pemberontakan itu hal lain, kekhawatiran terbesarnya adalah perannya sebagai suami.

Taeyong sama sekali tidak meragukan soal Sharon, ia benar-benar yakin dengan pilihannya. Ia justru takut jika di saat seperti ini Sharon akan membatalkan pernikahannya karena merasa Taeyong bukan pendamping yang sepadan. Taeyong benar-benar tidak bisa tidur malam ini.

Pintu kamarnya diketuk. Menyusul sebuah suara familiar menyapanya.

"Taeyong, kau sudah tidur?"

"Ibu," Taeyong langsung bergegas membukakan pintu. "Ada apa, Bu? Apakah ada masalah? Apakah besok pernikahannya tetap bisa dilaksanakan?"

Mabel tersenyum lembut lalu ia menepuk pelan pundak Taeyong. "Ibu hanya ingin memastikan apakah kau sudah tidur. Tidak ada masalah, Sayang. Besok acaranya pasti akan berlangsung lancar."

"Ibu benar-benar membuatku khawatir. Ayo masuk dulu, Bu."

Mabel masuk dan duduk di sofa di kamar Taeyong tepat di depan perapian yang masih menyala. Ia mengerutkan keningnya. "Malam ini panas sekali, kenapa menyalakan perapian?"

"Tidak, Bu. Di sini dingin."

Mabel tertawa kecil. "Astaga, anakku terlalu tegang ternyata. Ibu jadi ingat acara pernikahan Ibu."

"Bagaimana ceritanya, Bu?" tanya Taeyong penasaran.

"Waktu itu, semua kerajaan masih masa pemulihan. Ibu dan Ayah adalah yang paling tua di antara teman-teman, jadi kami yang menikah duluan. Acaranya sederhana, tidak semeriah acara pernikahan teman-teman atau saudaramu. Sama seperti Sharon, Ibu juga tidak memiliki orangtua, hanya Kris yang memiliki orangtua. Ibu merasa kebahagiaan Ibu pasti tidak akan lengkap, tapi orangtua Kris sangat menerima Ibu."

Taeyong perlahan mulai mengantuk mendengar suara tenang ibunya bercerita. "Lalu apa yang terjadi, Bu?"

"Kris juga sama gugupnya denganmu. Ia bahkan menangis saat melihat Ibu. Ia terus menggumamkan bahwa Ibu adalah perempuan tercantik di matanya begitu ia melihat Ibu dari dekat. Ayahmu bukan tipe yang gampang menangis, tapi ia menangis hanya karena melihat Ibu mengenakan gaun pengantin."

Taeyong ikut tersenyum melihat Mabel yang tersenyum mengenang pernikahannya. "Sepertinya aku akan menangis juga besok," ia kemudian tertawa singkat. "Saat acara pertunangan saja, melihatnya begitu cantik membuatku tidak percaya ia akan menjadi milikku seutuhnya."

"Ibu percaya acara besok akan berjalan lancar, makanya kau harus beristirahat," tangan Mabel terangkat, ia mengelus rambut Taeyong. "Rasanya Ibu masih tidak percaya anak Ibu akan menikah."

"Aku pasti tidak akan lupa mengunjungi Ibu, kok. Dan apakah Ibu menyukai Sharon?"

"Tentu saja. Ibu percaya dengan pilihan anak Ibu. Ia juga selalu berusaha mendekati Ibu. Ibu yakin kalian akan bahagia. Nah apakah sudah lebih tenang sekarang?"

Taeyong mengangguk antusias. "Terima kasih banyak, Bu. Kalau Ibu tidak datang mungkin aku tidak akan tidur semalaman."

"Sama-sama. Bagaimana mungkin Ibu membiarkanmu tidak tenang sendirian?"

Taeyong meraih tangan Mabel lalu ia genggam tangan ibunya erat. "Terima kasih juga untuk mempercayakan padaku untuk memilih pendampingku. Terima kasih juga Ibu dan Ayah sudah merestui hubunganku. Terima kasih sudah menerima Sharon ya, Bu. Semoga Ibu bisa menganggapnya seperti anak Ibu sendiri."

BLACK ON BLACK [NCT - UNB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang