PEMUDA itu dengan setengah dirinya masih melayang entah ke mana, mencoba menekan kata sandi apartemen sahabatnya yang sudah menjadi tempat singgahnya selama hampir setahun ke belakang.
Dua kali salah, dan yang terakhir benar. Ia dapat masuk ke dalam dan langsung berhambur menuju sofa, merebahkan dirinya di sana.
"loh, June, udah pulang? Bobby mana?" Tanya seorang gadis yang baru keluar dari kamarnya. Sedikit terkejut melihat kehadiran June.
Pemuda itu mendelik sebentar lalu kembali memejamkan matanya. "gue pikir dia udah balik duluan. Ini jam berapa sih, Mbak?"
Gadis itu -Jisya- melirik jam dinding di atas LCD TV lalu kembali menoleh pada Junendra Abraham Prasetya. "jam sepuluh kurang lima. Lo naik apa ke sini?" Jisya melangkahkan kakinya menuju dapur. Berniat mengambilkan minum untuk teman kekasihnya yang sedang hangover itu.
"motor gue lah,"
"bisa lo ngendarain lagi teler gini?" Jisya menuangkan air putih ke dalam gelas tinggi.
"ini udah mendingan, Mbak. Semalem gua engga inget apa-apa dah," June mengerjap-ngerjapkan matanya dengan kening berkerut. Mencoba mengurangi pening di kepalanya.
Jisya berdehem pelan lalu kembali ke ruang tengah, menaruh gelas berisi air putih dan aspirin di atas meja kaca.
"thanks, Mbak," June bangkit dari posisi tidurnya dan seolang mengerti dengan perintah Jisya. Gadis itu sudah terbiasa dengan pekerjaan kekasihnya yang seorang pemilik club malam, dan Junendra, yang selama setahun ini menumpang di apartemen Bobby. Sedangkan Jisya sendiri sudah merasa apartemen Bobby seperti rumahnya sendiri. Karena ia tak perlu menunggu pemuda itu hanya untuk masuk ke dalam apartemennya dengan bebas seperti pagi tadi.
Jisya menggerakkan jemarinya menekan tombol remote televisi dan berkali-kali menekan tombolnya untuk mengganti channel.
"ck. Bosen banget. Gue di sini dari jam delapan nih," gerutu Jisya.
"ngapain lo nyubuh-nyubuh ke sini?" June mendelik.
"ya suka-suka gue lah. Gue bosen di rumah. Disuruh-suruh mulu sama nyokap. Yaudah gue bilang aja ada kelas pagi. Padahal gue cuma ada kelas jam tiga sore," curhatnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar TV yang tengah menunjukkan acara talkshow.
June hanya menghela napas dan menyandarkan punggung ke belakang. Memejamkan mata dan memijat batang hidungnya pelan. "bersyukur, elo masih dibutuhin orang tua lo," desisnya pelan. Jisya merasa tertohok dan menoleh. Langsung menyadari perubahan emosi June, dan ia tahu ia sudah salah bicara.
"ya udah maaf kali. Masalah kita beda," Jisya mencebik agak kesal dan hendak memalingkan wajahnya lagi sebelum netranya menangkap sesuatu berbentuk persegi berwarna coklat yang berada di samping June.
"itu apaan, June?" June membuka mata mengikuti arah pandang Jisya.
"ini?" June meraih benda yang dimaksud Jisya.
"diary kayaknya," jawabnya. Jisya mengernyit. "punya siapa?"
"Roseanne,"
"Roseanne siapa?"
"mana gua tau,"
"lah terus kok ada di elo?"
"nemu di toilet cewek,"
"HA LO MASUK TOILET CEWEK?!" Jisya membelalakkan matanya terkejut sedangkan June terkekeh pelan.
"biasa aja kali. Gua juga ngga tau. Pas bangun tau-tau udah di dalem. Bener-bener engga inget apa-apa, Mbak," June mengangkat kedua jarinya membentuk lambang peace sambil nyengir sedikit. Sedangkan Jisya masih mengerjap-ngerjapkan mata di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Perfect Rose - I got her [JUNROS]
Teen Fiction[COMPLETED] "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." - William Shakespeare (was Dear Roseanne) A June x Rose fan(teen)fiction -NON BAKU- Dear Roseanne start : 080218 @delareine