JUNE menghentikan motornya tepat di perempatan jalan di sebuah perumahan elit. Ia membuka helmnya saat Rose turun dan menyerahkan helmnya pada June.
"kok di sini sih? Emang rumah lo yang mana?" tanya June heran ketika melihat ke sekelilingnya hanya banyak ruko-ruko dan minimarket.
"rumah gue di dalem. Nggakpapa, gue turun di sini aja," jawab Rose sambil menunjuk jalanan di belakangnya.
"eh masih jauh nggak? Ntar lo jalan jauh lagi?"
Rose menggeleng. "Enggak kok, thanks ya," Rose berbalik dan melangkah namun June memanggilnya lagi.
"Rose!"
Gadis itu berbalik dan menyahut dengan gerakan dagunya.
"kita.. bakal ketemu lagi kan?"
Rose mengernyit mendengar pertanyaan June. Ini yang kedua kalinya June mempertanyakan hal itu. Tadi saat masih di apartemen, Rose tidak menanggapi pernyataan June tentang itu karena ia terlalu gugup.
"hehe bercanda. Yaudah sana, gue balik ya," June melambaikan tangannya dan dengan gerakan cepat kembali memakai helmnya. Ia memutar balikkan motornya sedangkan Rose masih dalam posisi sama memperhatikan setiap gerakan June.
June sekali lagi melambaikan tangannya sebelum akhirnya melaju meninggalkan gadis itu yang semakin lama tak dapat menahan senyum yang tak sabar ingin merekah di wajah cantiknya.
Ia berbalik dan melangkah pelan-pelan sambil tak henti-hentinya menyunggingkan senyum yang walaupun sebisa mungkin ia tahan. Rose memegangi dadanya yang terasa berdegup cepat. Kenapa ia jadi seperti ini? Seperti anak ABG yang baru merasakan jatuh cinta pada cinta pertamanya.
Tidak ada yang salah, ia memang anak ABG yang baru merasakan cinta pada cinta pertamanya. Yang salah hanyalah waktu. Kalau saja dulu ia ditakdirkan lebih sering bertemu dengan pemuda itu, pasti ia sudah seperti sekarang ini. Tersenyum seperti orang bodoh sambil dengan sengaja memelankan langkahnya menuju rumah karena ingin berlama-lama mereka ulang setiap adegan dengan pemuda itu dalam pikirannya.
Namun tak terasa ia telah sampai di depan gerbang rumahnya. Dan ia teringat akan seseorang. Seseorang yang kini tengah menjalankan tugasnya di luar sana. Yang mungkin saja sedang merindukan dirinya.
Gadis itu menggeleng keras-keras ingin menghilangkan bayangan lelaki yang barusan mengantarnya pulang. Ia menampar dirinya agar kembali pada kenyataan bahwa kini hatinya telah ada yang memiliki. Dan ia tidak boleh membuatnya kecewa.
Rose membuka pagar tinggi rumahnya dan melangkah dengan tenang sampai ke dalam rumah.
Seperti biasa, hening dan dingin.
"kamu pikir mama nggak tau kamu pulang dengan laki-laki?"
Wanita itu lagi. Rose menggeram kecil dan membalikkan tubuhnya. Mendapati Ranida baru saja memasuki rumah dengan pakaian kantornya.
"perasaan pacar kamu yang kemarin bukan itu. Itu siapa lagi? Kamu masih kuliah juga udah berani main main cowok, ya!"
"apa saya nggak berhak punya teman laki-laki?" teman? Iya Rose sangat senang sudah bisa menyebut June sebagai temannya.
Ranida tertawa meremehkan sambil melenggang masuk menuju sofa. "sejak kapan kamu punya teman? Palingan kalo punya juga temen yang sama-sama nggak bener," wanita itu duduk dengan manis di sofa sambil menatap Rose dengan tatapan menantang.
Kedua alis Rose bertautan seolah bertanya apa-maksud-perkataan-anda-sebenarnya.
"gini, ya, anakku-"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Perfect Rose - I got her [JUNROS]
Teen Fiction[COMPLETED] "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." - William Shakespeare (was Dear Roseanne) A June x Rose fan(teen)fiction -NON BAKU- Dear Roseanne start : 080218 @delareine