June tidak pernah seterkejut ini dalam hidupnya. Pasalnya, biasanya pemandangan pertama yang ia lihat ketika bangun tidur hanya langit-langit kamar yang pucat atau keadaan kamarnya yang berantakan dengan pakaiannya yang berserakan di mana-mana.
Namun pagi ini berbeda. Benar-benar berbeda. June yang hanya tidur menggunakan bokser polkadot hijaunya dengan tubuh bagian atas shirtless itu melebarkan mata ketika seorang gadis baru saja membalikkan tubuhnya dan menyunggingkan seulas senyum manis yang bak vitamin di pagi hari. Dengan kedua tangan yang penuh dengan pakaian kotor June yang tadi baru ia punguti dari lantai dan sekitaran tempat tidurnya.
"Selamat pagi," sapa gadis itu.
Manis.
June masih bengong dengan mulut terbuka dan mata melotot. Pemuda itu segera mengucek kedua matanya, memastikan pandangan matanya masih normal.
"R-Rose?" June tercekat. Memastikan gadis di hadapannya benar-benar dia.
Rose masih tersenyum, menggelengkan kepalanya pelan. "Mandi, gih. Udah jam sepuluh," katanya santai sembari berjalan mengitari ranjang June, meraih kaus hitam yang tergantung di gagang pintu lemari.
"Lo—ngapain di kamar gue jam segini?"
Gadis itu tidak menjawab, hanya melenggang keluar dari kamar June membawa setumpuk pakaian kotor di tangannya yang sukses membuat June memandang pintu kamarnya dengan kening berkerut.
"Ini gua lagi mimpi?"
Gadis itu memasukkan baju-baju kotor June ke dalam mesin cuci. Beberapa meter di belakangnya, ada Jisya yang sedang sibuk dengan peralatan masaknya, memotong-motong wortel untuk membuat sup.
"Gimana? Udah sadar dia?" tanya Jisya tanpa mengalihkan pandangan dari pisau dan wortel di hadapannya.
Rose menyalakan keran air pada mesin cuci lalu berbalik dan setengah bersandar pada mesin cuci di belakangnya.
"Udah, tadi dia kaget banget pas liat gue. Bengong-bengong kayak orang linglung," sahut Rose sambil menyunggingkan senyum samar.
"Palingan masih setengah sadar. Anjir ya Rose, tadi pagi udah engga kekontrol banget dateng-dateng kayak orang kesurupan teriak-teriak 'Mana bunda? Mana yang katanya kangen gua? Bangsat omong kosong lo semua! Sampah!'" ujar Jisya kali ini menoleh sepenuhnya pada Rose dan memperagakan June yang tadi pagi datang dengan tubuh sempoyongan dan berteriak-teriak tidak jelas.
Rose menghembuskan napas, menoleh ke arah lain. "untung lo ada di sini, Mbak. Kalau engga mungkin Kak Bobby udah jadi sasaran amukannya June,"
Jisya lanjut memasukkan potongan wortel itu ke dalam air yang sudah mendidih. Ia menghela napas. "Bener-bener dah dia, kalau udah mabok gara-gara stress pasti begitu,"
"Mbak, sebenernya masalah sebenernya dia sama orang tuanya tuh apa, sih?"
Jisya mengulum bibir, berpikir harus memberitahu Rose atau tidak. "Seharusnya sih lo udah bisa ngambil kesimpulan kalau lo udah liat buku tulisan nyokapnya June,"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Perfect Rose - I got her [JUNROS]
Teen Fiction[COMPLETED] "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." - William Shakespeare (was Dear Roseanne) A June x Rose fan(teen)fiction -NON BAKU- Dear Roseanne start : 080218 @delareine