Junendra Abraham Prasetya duduk di salah satu sofa panjang di ruangan Yoyo sambil memetik senar-senar gitarnya. Sesekali menyenandungkan beberapa nada dengan penghayatan.
"Baby, I'm dancing in the dark with you between my arms
Barefoot on the grass, listening to our favorite song
When you said you looked a mess, I whispered underneath my breathBut you heard it, darling, you look-"
"Jun, siap kan?" Yoyo masuk ke dalam ruangannya dan duduk di sebelah June. Pemuda itu mengangguk samar.
"gua abis ini mau ke kampus dulu ngehandle tugas. Lo entar dihandle sama bokap gua,"
"oke,"
"Jun, lu kenapa ngga masuk sekolah musik aja sih?"
June mendongak dan memandang Yoyo. "sekolah musik? Ngapain anjir," pemuda itu tertawa meremehkan.
"ya kan lu dari dulu suka musik sama olahraga. Diantara keduanya kan yang paling menjamin tuh ya musik," jelas Yoyo mengingat kesukaan sepupunya sejak kecil itu.
June tertawa hambar. "gua ngga punya kesukaan. Dari dulu gua ngga punya harapan apapun. Masa depan gua udah diatur bokap nyokap,"
Yoyo mendengus. Mengerti maksud sepupunya itu. "ya terus sekarang lo tau nggak tujuan hidup lo apa? Setelah masa depan yang udah direncanain bokap nyokap lo buat masa depan lo itu nggak terwujud?"
June mengangkat alis mendengar pertanyaan sekaligus pernyataan Yoyo. Lalu kemudian kembali tertawa kecil "ya elaah gituan ae dipikirin. Sekarang mah gua menikmati hidup aja," sahut June enteng.
"lo yakin bisa menikmati hidup kalo lo gini-gini aja?" kali ini Yoyo berbicara dengan nada lebih serius. Paling serius jika dibandingkan cara bicaranya sebelumnya. June tahu, Yoyo memang pemuda yang cerdas dan kritis, meski seringkali overpede dan bercanda yang tidak penting dengan June.
"lo apaan sih sok serius banget anjing," cibir June.
"dihh gua ngomong gini demi kebaikan lo juga kali,"
"halah gua juga udah baik-baik aja tanpa lo harus ngomong gitu," June menoyor kepala Yoyo membuat pemuda itu menggerutu.
"nih lo bayangin Jun, lo tuh laki, nantinya jadi imam di keluarga lo, kalo lo gini-gini aja, nggak ada kemajuan, gimana mau bangun rumah tangga? Istri lo mau dikasih makan apa? Ciki?" Yoyo menggerutu sebal pada June yang memang keras kepala ini.
June langsung mendecih. "apaan sih najis banget omongan lo rumah tangga rumah tangga. Kalo gua ngga berniat berumah tangga gimana?"
Yoyo membelalak. "dih si bego! Otak lo dimana sih sampe mikir kek gitu?"
"di sini, nih," June menunjuk dengkulnya.
"astaga ya Tuhaaan pengen ngumpat gua," Yoyo mengusap wajahnya dengan kasar.
"gua heran. Bisa nggak sih manusia tuh tetep ngelanjutin hidup tanpa yang namanya pacaran atau berumah tangga? Nyusahin anjir. Ngehidupin diri sendiri aja udah ribet, gimana ngehidupin keluarga?
Dan lagi ya, pacaran tuh cuma nyakitin diri sendiri doang. Noh si Bobby temen gua. Putus sama ceweknya setelah pacaran bertahun-tahun. Sekarang dia kek gaada semangat idup lagi anjiir. Cewek tuh cuma bikin idup lo susah, bikin lo ngerasa kehilangan ketika putus!"
Junendra melengos keluar dari ruangan Yoyo setelah menceramahi sepupunya panjang lebar. Tidak, seharusnya hari ini Yoyo yang menceramahi June. Namun ujung-ujungnya pemuda dengan rahang tegas itu malah menghujani Yohanes dengan opininya yang sama sekali tidak bermanfaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Perfect Rose - I got her [JUNROS]
Teen Fiction[COMPLETED] "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." - William Shakespeare (was Dear Roseanne) A June x Rose fan(teen)fiction -NON BAKU- Dear Roseanne start : 080218 @delareine