LINE
Erina Hanggini : Kak June, bunda nanya. Kakak bisa main ke rumah nggak?
June Abraham P : bilangin ngga bisa
Erina Hanggini : kok gitu?:(
Erina Hanggini : Ayah lagi di luar kota kok tiga hari
June Abraham P : ngga bisa
Erina Hanggini : kenapa sihh?? Bunda kangen tauuuu:(:(
June Abraham P : belum waktunya, Erina.
Erina Hanggini : belum waktunya apa sih? Kak June mau nunggu apa lagi? Nunggu ayah sama bunda udah nggak ada baru mau pulang ke rumah?!
June Abraham P : Eri kamu ngomong apa sih
Erina Hanggini : aku nggak ngomong, aku ngetik
June Abraham P : terserah
Erina Hanggini : kak! plis sekali ini aja. apa sih salah bunda? Bunda kangen sama kakak. Tinggal pulang aja, ketemu sebentar buat ngobatin rindu emang nggak bisa?!
June Abraham P : ngga usah pake tanda seru.
Erina Hanggini : kak aku serius
June Abraham P : kamu tanya apa salah bunda? Tanya aja sendiri
Erina Hanggini : kak tolong ya, bunda juga tau bunda salah. Terus, siapa yang lebih parah antara bunda sama kakak yang sama sekali nggak mau maafin bunda?
June Abraham P : bukan gitu, Eri.
Line voice call from Erina Hanggini
June memandang ragu pada ponselnya yang bergetar menampilkan nama Erina yang melakukan panggilan suara via Line. Untuk apa Eri sampai harus meneleponnya?
Jemari June bergerak ragu di atas layar ponselnya. Ia berdecak. Lantas dengan sekali gerakan mengusap layar ponselnya dan menempelkan di telinga kanannya.
"udah kakak bilang, nggak bisa, Eri. Kenapa sih ngotot? Nanti juga ada waktunya," June membuang napas kasar. Satu detik, dua detik, belum ada jawaban dari seberang sana. June mengernyit dan menatap layar ponselnya yang masih tersambung dengan telepon Eri.
Sampai terdengar suara wanita yang sedikit bergetar dari ponselnya.
"hal-lo?"
June tersentak lalu kembali menempelkan ponsel di telinganya.
"bun udah aku bilang nggak usah ditelepon!" suara Eri terdengar samar di seberang sana. Kemudian disahuti kembali oleh suara wanita tadi dengan pelan.
"sebentar aja, sayang,"
June menggigit bibir bawahnya mendengar suara wanita itu. Sudah lama sekali suara lembut namun lugas itu tak menyapa indera pendengarannya. Ia memejamkan matanya dan bersandar sepenuhnya pada sandaran ranjang."June? Kamu dengar kan?"
June mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Hanya menjawab pertanyaan itu dengan deheman pelan. Takut jika berbicara suaranya akan bergetar."ini bunda, sayang,"
Napas pemuda itu tercekat dan seolah ada gumpalan pahit yang mengganjal di kerongkongannya membuat ia tak mampu mengeluarkan kata-kata apapun."halo? June?"
Pemuda itu masih diam. Kini menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap nanar nama kontak adik perempuannya. Ia menekan tanda loudspeaker agar tak perlu menempelkan ponsel pada telinganya yang malah terasa seperti membakar indera pendengarannya kala suara itu terus menyapanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Perfect Rose - I got her [JUNROS]
Teen Fiction[COMPLETED] "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." - William Shakespeare (was Dear Roseanne) A June x Rose fan(teen)fiction -NON BAKU- Dear Roseanne start : 080218 @delareine