[belum ending kaan beluuuum niiih.. btw ini 2500+ words. bacanya pelan-pelan aja ya, happy reading! ^^]
"Persendian bahu kanan mengalami pergeseran. Benturan keras pada kepala dapat menyebabkan cedera kepala ringan atau sedang. Gejala baru dapat dilihat setelah pasien sadar. Kemungkinan pasien akan sadar dalam empat hari."
Rentetan kata yang dilontarkan seorang pria paruh baya berseragam putih dengan rambut yang sudah hampir sepenuhnya memutih itu terus terngiang memenuhi kepala si gadis yang baru saja tiba di tempat bernuansa serba putih itu semenjak setengah jam yang lalu.
Keempat temannya tak henti-hentinya berusaha menenangkan walau mereka pun sama kalutnya seperti gadis itu. Tapi biar bagaimanapun, satu-satunya orang yang akan merasa paling terpuruk karena kejadian buruk ini hanyalah gadis itu. Yang bahkan kini sudah tak sanggup mengeluarkan air matanya.
Gadis itu duduk bersandar di lorong ruang tunggu dengan pandangan kosong yang lurus ke depan. Kedua kakinya ditekuk dan kedua tangannya melingkar ke depan lututnya.
"Rose, bangun. Dingin duduk di situ," entah sudah yang keberapa kalinya, gadis yang masih mengenakan pakaian santai—kaus pendek dan celana training—itu membujuk temannya, Rose, untuk bangkit dan duduk pada kursi yang tersedia di lorong itu.
Rose menggeleng. Masih dengan tatapan kosongnya. Entahlah, otak dan tubuhnya tidak dapat bekerjasama dengan baik. Bahkan untuk bangun dan berdiri pun rasanya tubuh ringkih itu tidak mampu untuk melakukannya.
"Gue takut, Lis," dan lagi-lagi, entah untuk yang keberapa kalinya pula, gadis itu terus membisikkan kalimat itu.
Alisa, berjongkok di depan Rose. Kedua tangannya terulur dan menekan bahu sahabatnya.
"Gue tau, Rose. Semua orang di sini takut. Enggak ada yang enggak takut. Tapi terus kaya gini pun bisa nyakitin diri lo sendiri. Hey, look at me. Sadar, Rose. Semuanya enggak bakal selesai kalau lo terus murung gini, dan—come on! Lo harus melakukan sesuatu, at least berdoa yang terbaik buat June dan adiknya,"
Gadis itu menghela napas dan mengalihkan pandangannya ke arah lain tatkala matanya kembali memanas ketika sahabatnya itu menyebutkan kembali nama June.
Rose memeluk dirinya sendiri yang masih berbalut jaket kebesaran milik June. Ia memejamkan matanya rapat-rapat ketika bau maskulin dari jaket abu-abu itu menguar dan mengoyak pertahanan dirinya lagi. Perlahan-lahan cairan bening itu kembali merembes membasahi kedua pipinya.
Lisa memejamkan matanya sesaat. Berusaha mencari kekuatan ketika ia juga tak pernah menginginkan sahabatnya berada dalam titik serapuh ini. Lantas ia mencondongkan tubuhnya dan menarik sahabatnya itu ke dalam pelukannya. Lisa mengusap lembut punggung Rose, membiarkan gadis itu kembali menangis dalam pelukannya.
Lisa tidak pernah melihat Rose serapuh ini dalam hidupnya. Selama ia mengenal gadis ini, setiap permasalahan yang dilalui Rose tidak pernah membuatnya menjadi serapuh ini. Gadis itu pasti menangis, namun tidak seperti saat ini. Saat sudah berjam-jam lamanya, sorot keputus-asaan dan kekosongan terus terpancar dari kedua matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Perfect Rose - I got her [JUNROS]
Novela Juvenil[COMPLETED] "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." - William Shakespeare (was Dear Roseanne) A June x Rose fan(teen)fiction -NON BAKU- Dear Roseanne start : 080218 @delareine