June membanting ponselnya ke atas tempat tidur. Pemuda itu melepas jaket dan kaosnya menyisakan tubuhnya yang shirtless dengan jeans yang masih melekat di tubuh bagian bawahnya. Ia mendudukkan diri di samping ranjang dan mengacak rambutnya pelan.
Dari luar kamar, masuk Bobby yang hanya mengenakan boxer dengan rambut acak-acakan dan wajah lesu yang tidak dapat diartikan dengan kata-kata. Bobby masuk membawa secangkir kopi hitam di tangannya.
"lu kenapa sih?" tanya Bobby dengan suara seraknya lalu duduk di karpet, bersandar pada tepi ranjangnya sambil membuka laptopnya.
June tidak menjawab. Hanya mendengus keras dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
"Bob, pertama kali lu suka sama Jisya, rasanya gimana?" tanya June tiba-tiba sambil menerawang ke langit-langit kamar. Bobby yang ditanya tentang Jisya jelas saja langsung mendengus malas dan menyeruput kopinya sebelum menjawab pertanyaan June.
"ya gitu,"
"gitu gimana?"
"kok lu nanya gitu?"
"nanya aja elah. Tinggal jawab apa susahnya,"
"susah. Gua jadi keinget dia lagi," Bobby mengacak rambutnya frustasi.
"elu tiap saat juga inget dia nyet. Sampe kaya mayat hidup gini karena lu inget dia mulu," sahut June tak kalah frustasi melihat sahabatnya ini makin hari makin murung dan seperti tak memiliki semangat hidup semenjak putus dengan Jisya.
Bobby terkekeh. Melirik jam dindingnya yang menunjukkan pukul dua pagi. "lu lagi pengen gua dongengin apa gimana? Jam dua pagi ini men,"
"Bob, bisa ngga sih lu tinggal jawab aja ngga usah balik nanya?"
"bentar ini ada yang nanyain motor," Bobby berfokus pada layar laptopnya. Mengetik-ngetik sesuatu dan mengklik sana-sini di laman sebuah online shop. Ia kembali menekuni bisnis motornya seperti dulu.
"ck. Keburu subuh dah," gerutu June.
"emang kenapa kalo subuh? Emang lu sholat?" balas Bobby tanpa mengalihkan fokus pada layar laptop.
"yaudah kalo udah kelar bangunin gua," June memiringkan tubuhnya membelakangi Bobby dan memejamkan matanya. Berusaha untuk tertidur walau pikirannya melanglangbuana kemana-mana.
"pertama gua suka sama Jisya, karena ketawanya," Bobby tiba-tiba bersuara. Membuat June kembali membuka matanya dan membalikkan tubuhnya menghadap Bobby. "terus terus?"
"waktu itu gua belum sadar. Tapi gatau kenapa tiap liat dia ketawa gua jadi ikut seneng. Dan selalu nunggu-nunggu dia ketawa. Bahkan gua sampe rela ngelakuin hal-hal goblok demi bikin dia ketawa," lanjut Bobby sambil masih mengetik-ngetik di laptopnya.
"dan tiba-tiba aja gua ngerasa intensitas pertemuan kita jadi sering. Padahal cuma gara-gara gua sering ke wilayah kompleknya buat ketemu abang gua,"
June mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap dengan bantal yang ia peluk di bawah dadanya.
"gua jadi mikir, ini cuma kebetulan, atau emang takdir. Padahal dulu gua tau, dia masih pacaran sama Theo. Mantannya yang sekarang balik lagi. Dan dulu Jisya juga nganggap gua cuma sebagai temen," pemuda itu menjilat bibir bawahnya sebelum melanjutkan.
"lama-lama gua sadar, ada yang ngga beres. Tiap gua liat Jisya bareng Theo, ada rasa ngga suka di dalem diri gua. Padahal jelas-jelas saat itu posisi Theo adalah pacar Jisya. Tapi gua selalu berusaha buat bisa ngelakuin lebih, dari yang biasa dilakuin Theo ke Jisya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
One Perfect Rose - I got her [JUNROS]
Jugendliteratur[COMPLETED] "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." - William Shakespeare (was Dear Roseanne) A June x Rose fan(teen)fiction -NON BAKU- Dear Roseanne start : 080218 @delareine