29

727 39 1
                                    


Diniya sudah siap untuk menyelasaikan teka-teki selanjutnya, dia membuka halaman ketiga, dan keempat dari buku harian itu. Diniya kini sedang duduk di pinggir kasurnya.

Teruntuk Diniya, sahabat yang paling aku cintai.

Cinta memang datang dengan tidak disengaja. Itu yang terjadi sama gue, Din. Gue nggak tau lagi. Puluhan cewek-cewek cantik, modis, stylish, nggak pernah gue terima.

Tapi sekarang? Gue suka sama lo, gue cinta sama lo. Terus, apa yang membuat gue jadi suka sama lo? Sikap dingin dan jutek lo. Itu yang selalu gue pikirin, lamunin. Lo itu ajaib tau, nggak?

Lo yang bikin tidur gue kurang karena mikirin lo, Din. Gue nggak pernah mandang fisik lo. Karena gue mencintai lo bukan karena fisik lo, tapi karena gue memang udah kejebak sama perangkap cinta, lo.

Lo itu manis. Orang yang manis itu nggak pernah bosen dipandang. Walaupun lo dulunya gendut, lo tetep manis kayak cokelat yang hanya di kelilingi oleh satu ekor semut, yaitu gue. Karena cuma gue yang cinta sama lo. Tapi gue juga nggak tau, apa ada orang lain yang juga suka sama lo?

Nah, sekarang lo boleh ngunjungin satu orang ini. Dia selalu ada di depan SMA gue. Namanya Ibu Kartika.

Felky.

Diniya langsung menutup buku harian itu lalu ia memasukkan ponselnya dan buku harian itu ke dalam tas kecilnya. Diniya bergegas untuk mengajak Husain untuk menemaninya. Kali ini Om Baskoro sedang ada di rumah.


Diniya mengetuk-ngetuk pintu kamar itu untuk mengajak Husain sarapan bersama sebelum pergi ke tujuan mereka yaitu ke depan SMA 2 Merah Putih.

"Useenn!! We will have breakfast, are you ready??" tanya Diniya yang tidak mendengar suara apapun dari kamar itu.

Diniya pun membuka pintu kamar itu. Terlihatlah Husain yang sedang berbaring menatap langit-langit kamar itu, dia melamun.

Dengan agak sedikit berlari, Diniya menghampiri Husain, tiba-tiba Diniya tersandung sesuatu dan ia terjatuh menghimpit Husain. Untung saja tubuhnya tak sebesar dulu, kalau masih seperti dulu, pasti Husain sudah pingsan.

Pandangan mereka bertemu. Rahang Husain perlahan mengeras dan pipinya memerah.

"OMG! Wajah nih bule ganteng amat!" Diniya mulai sadar dia lalu berdiri.

"Maaf," ucap Diniya pipinya mulai memanas dan memerah.

"Itu bukan salah kamu." balas Husain.

Husain yang berbaring pun mulai berdiri. Dia sangat canggung kali ini, jantungnya juga berdegup kencang. Kali ini dia benar-benar gugup.

"Ayo," ajak Husain.

"What?" tanya Diniya bingung.

"Tadi kamu mengajak aku sarapan, kan?" balas Husain.

"Oh iya!" jawab Diniya salah tingkah lalu dia memalingkan mukanya.

Mereka pun turun dari lantai dua ke lantai satu. Disana sudah ada Husna, Diana, Om Baskoro, dan Jean. Apa? Jean?

"Kenapa Jean ada di sini?!" batin Diniya saat dia menuruni jenjang diikuti dengan Husain di belakangnya.

Appreciate From YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang