32

759 37 0
                                    


Pesawat mendarat dengan mulus di landasannya. Dua belas jam telah berlalu, kini mereka sudah tiba di negara yang setengahnya adalah Eropa dan setengah lagi adalah Asia. Itulah Turki. Negara dengan Muslim yang paling banyak di Eropa.

Diniya turun dari pesawat sambil menyeret kopernya. Bandara Ataturk cukup ramai hari ini. Wisatawan banyak yang berkunjung ke negara yang penuh sejarah kejayaan Islam ini.

Kini mereka sedang duduk di dalam taksi yang sedang melaju dengan kecepatan sedang. Diniya selalu melihat ke luar jendela. Bangunan-bangunan yang indah selalu mereka lewati.

Kota Istanbul memang sangat-sangat indah. Kebersihannya juga terjaga. Tak lama kemudian mobil mereka terparkir di depan apartemen bertingkat yang cukup sederhana tapi nyaman.

Husain keluar dari taksi itu, begitu pula Diniya. Diniya menyeret kopernya lalu masuk ke dalam apartemen, dia mengekor di belakang Husain.

Mereka menaiki lift lalu tiba di lantai delapan apartemen itu. Husain berkali-kali menekan tombol bel, akhirnya pintu dibuka oleh Husna.

Husna langsung memeluk kakak kembarnya lalu dia menatap bingung kearah Diniya.

"Diniya? Usen, kenapa kamu bisa datang bersamanya?" tanya Husna lalu dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ceritanya nanti saja," jawab Husain jutek.

Diniya dan Husain masuk ke dalam apartemen itu, tampaklah kedua orang tua Husain yang menatap Diniya bingung.

"Ummi, Aabi ini teman kuliahku, Diniya," Husain langsung memperkenalkan Diniya kepada orang tuanya.

Diniya langsung menjabat tangan Ummi Aminah dan Aabi Khairul.

"Tadi, Ummi sempat berfikir kalau Diniya ini kekasih kamu, Usen." ujar Aminah lalu tersenyum kearah anaknya itu.

"Amin," gumam Husain yang sedikit terdengar di telinga Diniya.

Pipi Diniya memanas, dia tersipu malu. Baru kali ini dia merasa sangat-sangat canggung.

Aminah dan Khairul langsung membawa mereka ke ruang makan yang di mejanya terdapat berbagai makanan khas Turki.

Ada Menemen, telur orak arik yang ditumis dengan sayuran dan disajikan panas dengan roti. Ada Köfte daging cincang yang dibentuk bulat-bulat lalu direbus. Dan ada juga Lahmacun, roti pipih dan tipis yang diberi daging giling diatasnya. Makanan ini didominasi oleh daging.

Sebagai tamu, Diniya disambut dengan ramah. Meskipun awalnya Aminah dan Khairul tidak tahu kalau Husain akan membawa temannya.

Kini mereka sedang makan, makanannya sangat lezat. Diniya dengan cepat bisa berbaur di keluarga ini. Keluarga yang sangat ramah dan akur. Andai saja Diniya punya keluarga sehangat ini.

***

Diniya terbangun dari tidurnya. Cahaya sang mentari masuk melalui jendela-jendela yang ada di kamar itu. Dia sekamar dengan Husna. Diniya mengambil kacamatanya lalu bangjit dari tempat tidur dan mengikat rambut hitamnya.

Dia berjalan menuju balkon, pemandangan sangat indah.

"Diniya..," seru Husna yang telah bengun lebih dulu.

"Iya, ada apa?" tanya Diniya sambil menoleh kearah Husna yang sedang merapikan tempat tidurnya.

"Kemana Felky selama ini?" tanya Husna ingin tahu. Wajar saja, tiga tahun yang lalu dia pernah menyukai Felky. Namun sekarang tidak, dia akan dijodohkan dan akan dilamar tahun depan.

Appreciate From YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang