Disinilah aku berdiri, di depan pintu gerbang sekolah baruku. Mataku berkeliling menjelajahi setiap sisi dari gedung ini. Gedung berlantai tiga dengan cat yang berwarna oranye hampir di setiap sisinya. Tampak banyak siswa dengan seragam warna-warni berjalan sambil berbincang dengan teman di sampingnya.
Aku menghentikan penjelajahan mataku dan berhenti saat mendengar suara yang cukup keras. Kulihat seorang siswi berteriak memanggil nama seseorang yang kurasa temannya.
Lalu ku melihat ke arah siswi yang dipanggil itu, dia berlari menuju temannya dan berpelukan. Terlihat raut wajah mereka bahagia dengan senyuman yang tiada habisnya.
Aku langsung menyimpulkan bahwa mereka adalah teman yang lama tidak berjumpa dan saling merindukan. Terbukti dengan mulut mereka yang tiada habisnya berbicara dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya. Aku hanya tersenyum kecil melihat pemandangan itu lalu kembali melanjutkan jalanku.
Hari ini adalah hari pertama sekolah. Tentu banyak yang tak ku kenali disini. Perasaanku gugup tidak karuan, mungkin karena aku tak mempunyai pengalaman yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain.
Walaupun tubuhku tampak biasa saja dan dengan sikapku yang terkesan dingin, tapi jauh di dalam sana terdapat sisi dari diriku yang rapuh dan mudah hancur. Otakku menyuruhku untuk tetap tenang, tetapi jantungku berdebar seolah ia sedang menabuh genderang perang. Aku selalu tidak menyukainya, bertemu dengan orang asing. Tapi disini lain, aku ingin cepat menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain.
Sekarang aku tengah berada di tengah lapangan, berjalan menuju ruang aula yang berada di lantai dua. Seperti biasa aku berjalan santai dengan tatapan lurus ke depan disertai pandangan dingin yang sudah menjadi andalanku.
Aku terbiasa dengan ini. Aku tidak akan peduli dengan hal sekitar jika aku terfokus akan sesuatu. Karena tujuanku adalah pergi ke ruang aula, maka hanya itu yang ku lakukan. Berjalan sendirian dan tanpa mengajak siapapun. Bahkan aku sering menolak ajakan temanku saat dia memintaku untuk ditemani berjalan bersama.
Prinsipku adalah melakukan sesuatu yang bisa ku lakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Tentunya semua membutuhkan bantuan orang lain, tapi aku mencoba menghindarinya dan tidak mau bergantung pada orang lain.
Walaupun aku tahu, orang lain akan menganggapku sombong, aneh, tertutup dan menganggapku pendiam karena jarang melihatku bicara, bahkan ada yang beranggapan bahwa aku tidak punya teman. Aku tidak peduli akan hal itu.
"SinB-yah" Terdengar dari kejauhan suara seseorang yang memanggil namaku, suara yang sangat ku kenali. Langsung ku hentikan kakiku yang akan melangkah ke tangga menuju lantai dua, tanpa menoleh dan hanya terdiam.
"Yah!! Hwang Eunbi!!" Kali ini dia berteriak dan berlari ke arahku. Tanpa menghiraukannya, kakiku berjalan menaiki tangga dengan kedua tanganku diam nyaman di saku jaketku.
"Yah, lepaskan." Baru dua langkah menaiki tangga, aku merasa ada yang menarik penutup kepala dari jaket hitam kesayanganku. Aku yakin pasti dia pelakunya. Tubuhku yang tertarik ke belakang berusaha melepaskan diri dengan terus berjalan ke depan. Namun kemudian,
"A-aah!!" Brukk. Dengan tiba-tiba dia melepaskan tarikannya, membuatku jatuh tersungkur ke depan dengan tangan menopang tubuhku pada tangga ketiga.
"Hahaha..." Aku membalik tubuhku dan duduk pada tangga kedua, melihat orang yang dengan puasnya tertawa atas kemalangan yang melandaku.
"Puas ya kau?" Tanyaku dengan nada kesal. Masih pagi sudah ditimpa kejadian memalukan. Untung saja tangganya sedang sepi.
"Salahmu sendiri, dipanggil dari tadi bukannya berhenti malah lanjut jalan." Dia malah memarahiku dan
Bletak
"Aw.. Eunha-yah, sakit tau." Protes kulayangkan padanya saat dia menjitak jidat kebanggaanku.
Dia adalah Jung Eunbi atau biasa dipanggil Eunha. Karena dia memiliki nama yang sama denganku, akhirnya kami membuat nama panggilan yang berbeda untuk satu sama lain. Akan membingungkan jika kita sama-sama dipanggil Eunbi.
Dia mengambil Eun dan aku mengambil Bi dari nama kami. Lalu dia memberikanku nama SinB yang berarti misteri. Dia menganggapku aneh, tertutup dan penuh misteri, mungkin karena sifatku yang tidak mudah terbuka dan kemalasanku untuk berbicara serta berkumpul dengan orang banyak. Itulah yang dia katakan.
Sedangkan aku memberinya nama Eunha dari kata Eunhasoo yang berarti Galaksi. Dimataku dia terlihat bersinar dengan wajahnya yang selalu tersenyum ceria, ditambah rambut pendek yang membuatnya nampak semakin lucu. Berbeda denganku yang hanya menampakkan wajah kusut tak bersemangat dengan tatapan dingin tak peduli serta rambut panjang yang kubiarkan tergerai. Setidaknya itu yang dikatakan orang-orang.
"Yah! Kau harus memanggilku UNNIE. Kau tau aku lebih tua darimu." Dan lagi dia memarahiku.
Sebenarnya Eunha dulunya adalah kakak kelasku sewaktu duduk di sekolah dasar. Namun dia tertinggal dan harus kembali mengulang di kelas 6, lalu akhirnya menjadi satu kelas denganku. Alasannya karena dia menderita suatu penyakit, entah apa namanya, yang menyebabkan dia harus melakukan pengobatan dan tidak masuk selama beberapa bulan.
Aku tidak tahu apa penyakitnya karena waktu itu aku belum mengenalnya. Saat aku sudah mengenalnya pun aku tidak ingin membicarakan tentang penyakitnya itu. Di satu sisi aku memang tidak ingin mengetahuinya karena itu bukan urusanku. Dan disisi lain aku tidak ingin dia mengingat hal yang mungkin membuatnya merasa buruk dan lemah serta mungkin saja dia akan kembali mengingat bagaimana sakitnya hal itu. Aku hanya ikut senang dia sudah sembuh.
Jujur aku tidak ingat bagaimana pertemuan pertamaku dengannya. Yang pasti itu bukan kesan pertama yang baik. Yang aku ingat, waktu itu dia hampir setiap hari memperhatikanku di kelas, mengikutiku saat aku di kantin sendirian, dan tanpa ijin langsung duduk di sampingku. Bahkan saat masuk sekolah menengah kita masuk di kelas yang sama lagi, dan dia terus menggangguku seperti biasa.
Pada awalnya hanya ku biarkan, tetapi saat dia bercerita tentang dance dan musik, aku langsung membuka diriku padanya. Kita bahkan bercerita sampai berjam-jam, entah kenapa mulut ini terus saja melanjutkan pembicaraannya. Kita bahkan membuat grup dance duo.
Mulai saat itulah aku dekat dengannya. Hampir semua hal ku ceritakan kepadanya, walau ada satu hal yang tak bisa ku ceritakan pada siapapun.
"Iya pendeek.. sudah berapa kali kau memperjelas hal itu padaku. Dasar tua" Ucapku dengan seringai di bibirku sambil berdiri dan menepuk kepalanya.
"YAAH!! Kurang ajar. Jangan lari kau HWANG!!!" Aku langsung berlari menaiki tangga.
Sangat menyenangkan menggoda kelinci kecil itu. Dengan ukuran tubuhnya yang kurang tinggi itu pasti susah untuk mengejarku.
Saat melihatnya kesal, itu justru membuatku senang dan lepas sudah image cool yang selalu ku tampilkan. Setidaknya jika bersamanya aku bisa melepaskan sisi beagle yang tertahan dalam diriku.
Kembali pada saat aku berlari meninggalkan kelinci manis itu. Apa ku bilang dia manis, iya memang manis, lebih tepatnya lucu, namun tidak mungkin aku mengatakan hal itu di depannya.
Aku menoleh ke belakang untuk melihat Eunha apa dia masih mengikutiku atau tidak."Aaah." Bruukk.
Aku malah menabrak seseorang sampai buku yang dia bawa berhamburan di lantai."Kau.."
▪▪▪▪▪▪
• Unnie = Kakak perempuan
• Sinbi = Misteri
• Eunhasoo = Galaksi Bima Sakti○ Beagle = Sejenis anak anjing yg tidak bisa diam & enerjik
▪▪▪▪▪▪
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...