Hari ini mirip dengan hari-hari biasanya. Sebuah hari sepi nan membosankan di sekolah dengan mata pelajaran yang meninggalkan pekerjaan bertumpuk seperti kumpulan buku yang sedang ku bawa.
Nasib memiliki tempat duduk di barisan paling depan, kau harus siap sedia diperintah untuk melakukan sesuatu. Seperti saat ini, aku disuruh untuk mengambilkan buku dari perpustakaan. Untung saja ukurannya tidak terlalu tebal, jadi aku tidak terlalu susah membawanya. Tapi walaupun tidak terlalu berat, itu cukup merepotkan karena aku harus membawakan untuk lebih dari 30 siswa di kelasku.
Dari kemarin Eunseo masih marah dan tak menanggapiku sama sekali. Atau mungkin memang karena aku yang tak benar-benar berusaha mendekatinya kembali. Sikapnya yang biasanya berisik berubah menjadi pendiam dan itu menakutkanku.
Eunseo memang masih duduk di sampingku, tapi rasanya dia sama sekali tidak menanggapi keberadaanku. Mau tidak mau aku harus membawa buku-buku ini sendiri tanpa bantuan orang lain. Karena di kelasku, hanya Eunseo yang berani dekat dan betah bersama denganku. Tapi kini, aku sendiri lagi.
"Jung Yerin! Kenapa nilaimu terus menurun?!" Kakiku berhenti otomatis setelah mendengar nama itu. Aku bisa mendengar suara sekeras itu berasal dari seseorang di dalam ruang guru.
"Kau tahu ada olimpiade minggu depan, dan kau tidak bisa terus bermalas-malasan!" Kenapa dia berteriak seperti itu pada Yerin unnie?
"Itu untuk masa depanmu juga. Bukankah kau ingin membanggakan kedua orang tuamu?"
Dengan pintu ruang guru yang terbuka, aku bisa melihat dengan jelas bagaimana Yerin unnie hanya berdiri menunduk mendengarkan ucapan dari guru itu. Walau aku hanya melihat bagian belakangnya, tapi seolah aku bisa merasakan apa yang mungkin dirasakannya. Menahan rasa marah dan hanya bisa terdiam.
"Kau sudah tidak mengikuti ekstra apapun, jadi seharusnya tidak ada yang menggangumu." Yerin unnie tetap diam, dan aku tetap menjadi patung sekarang.
"Jangan sampai kau mengacau seperti pertandingan waktu itu Yerin." Nada bicaranya yang semakin tegas, rasanya membuatku sedikit takut.
Entah kenapa rasanya aku ingin marah saat ini juga. Aku sudah tidak mempedulikan posisi ku sekarang yang berada tak jauh dari pintu ruang guru yang pastinya bisa mudah dilihat dari dalam dan mungkin aneh dilihat dari luar.
"Kau anak yang pintar. Gunakan waktumu dengan baik dan berlajarlah. Kau tetap ikut olimpiade itu.... Sekarang, kau bisa kembali." Yerin unnie membungkukkan sedikit badannya sebagai tanda hormat kepada guru itu, sepertinya ia akan pergi dari sana.
Tanpa menunggu lama, aku melangkahkan kakiku yang sempat terhenti ini sebelum ketahuan olehnya.
Tapi, belum genap satu langkah kakiku berjalan..
Bruuk
Aku sedikit panik saat merasakan ada seseorang menabrak sebelah bahuku. Jatuh sudah beberapa buku di tanganku, walaupun tidak semuanya.
"Maaf, aku sedang buru-buru. Mm.. maaf."
Orang itu sempat ingin duduk membantu mengambilkan buku yang terjatuh karena ulahnya, tapi ia urungkan kembali. Mungkin ia benar-benar sedang terburu-buru.
Aku tak punya waktu untuk protes ataupun meminta pertanggungjawaban darinya, karena kupikir aku harus segera pergi dari sini sebelum Yerin unnie melihatku.
"Butuh bantuan?" Dan apa yang ku dapatkan sekarang.
Mata dan tanganku yang terfokus untuk menyelamatkan nyawa buku-buku yang terjatuh itu mendadak berhenti melakukan pekerjaannya setelah mendengarkan suara dari orang yang ingin ku hindari saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...