"Apa? Apa katamu?" Aku masih tak percaya dengan apa yang dikatakannya.
Jantungku tak karuan, kepalaku terasa ringan seolah kepalaku sudah lurus dan tidak berputar lagi. Percayalah walau senyum di bibirku ini tak nampak karena terhalang oleh rasa kaget tidak percaya, tapi hatiku ini tersenyum lebar bahagia karenanya.
Mungkin seperti bahagia karena pacar atau semacamnya, tapi aku tak tahu rasanya karena belum pernah merasakan hal itu sebelumnya. Hanya dengan berteman dengannya saja sudah membuatku merasakan hal-hal itu. Mungkin karena aku sangat menyayanginya, seperti saudaraku sendiri.
Tunggu, tapi bagaimana caranya menggendongku kesini?
"Dia menggendongmu di punggungnya dengan Sowon unnie yang berjaga di belakang."
Seolah tahu apa yang sedang bergelut di otakku, dia justru menjawabnya dengan kalimat yang menambah rasa penasaranku.Aku masih terbaring diam mencerna perkataannya. Membayangkan aku dalam posisi sangat dekat dengannya, tubuhku yang lemah dan tak sadarkan diri berada di punggungnya. Kulitku bergesekan langsung dengan kulitnya, dan juga nafasku yang menyentuh lehernya.
Sudah hampir 5 tahun aku tak melihatnya, dan kini merasakan kehadirannya saja sudah membuatku senang.
"Aku mengikutinya sampai kesini. Namun saat dia tahu aku mau masuk dia langsung pergi."
Aku tak mau mengakuinya tapi aku merasa sedikit kecewa.
Apa dia tidak ingin melihatku?Kini aku mencoba untuk duduk, walau masih dibantu oleh Yuju.
"Tapi bagaimana bisa dia yang menggendongku?"
"Ya jelas bisa. Kau lupa? Dia si kuat Yerin."
Ah, kenapa dia tidak bisa menangkap maksudku. Apa harus ku jelaskan dengan sejelas-jelasnya?"Bukan itu.. Maksudnya kenapa dia yang membawaku? Bagaimana dia bisa tahu aku pingsan?"
"Ah, tadi Sowon Unnie cerita. Katanya dia yang melihatmu pingsan. Saat dia ingin membopongmu, Yerin tiba-tiba datang dan menawarkan diri untuk menggendongmu."
Apa? Dia mendatangiku? Dia yang menawarkan diri untuk menggendongku? Aku sangat senang mendengarnya tapi"Apa dia masih mengingatku?"
Aku tak mau berharap lebih. Yerin unnie adalah tipe orang yang ringan tangan. Dia akan menolong siapapun yang membutuhkannya, tak peduli dia mengenalnya atau tidak.Aku menyukainya tapi, untuk sekarang aku hanya tak ingin kecewa karena mungkin dia sudah tak peduli denganku.
"Bagaimana dia bisa melupakanmu. Kau sama sekali tak berubah." Si alien mengamatiku dari atas sampai bawah. "Hanya tubuhmu yang bertambah tinggi, wajah datarmu juga sama saja. Ditambah lagi anak itu pasti sangat mengenalmu."
Benar juga. Alien ini saja langsung mengenaliku walau dulu kami hanya bertemu beberapa kali."Mungkin dia tidak ingin melihatku."
Aku menunduk dengan ekspresi sedih saat memikirkannya, membayangkan dia menghindariku. Walau aku memang pantas menerimanya."Yah! Bocah tembok. Mana topeng datar yang selalu kau pakai. Kenapa kau jadi mellow begini?"
Dia justru merusak suasana dengan berkata seperti itu. Mencoba merubah arah pembicaraan yang kalau diteruskan pasti akan membuatku menangis.Dalam beberapa hal aku berterima kasih tapi aku tak bisa mengungkapkannya.
"Aakh, dasar alien aneh. Seenaknya saja memanggilku bocah tembok."
Setelah merasa pusingnya menghilang, aku mencoba berjalan. Jangan salahkanku jika aku melakukannya sambil menggerutu tidak jelas, itu karena ulahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...