Disinilah aku sekarang, bukan di ruang kelas melainkan di tempat yang sama saat aku pertama kali melihat Yerin unnie setelah sekian lama tak berjumpa. Kakiku yang sudah menyerah ini, berjalan menghampiri sebuah bangku kosong yang tentunya sepi karena sepertinya ini belum jam istirahat.
Suasana di sini terasa menenangkan, karena tak ada siapapun dan hanya tanaman indah nan hijau yang menemani. Sedikit bisa menenangkan pikiranku yang kembali kacau ini. Aku menghirup udara segar dengan tenang tanpa ada yang mengganggu. Tapi kurasa justru perutku sendiri yang mengganggu ketenanganku.
"Bi.. Sedang apa?" Saat ingin memberikan makanan untuk perutku, justru ku dengar suara yang sedikit bisa menenangkanku.
Kakiku kembali tertekuk dengan tubuhku yang kembali duduk diikuti oleh pergerakan yang juga dilakukan olehnya.
"Mencari udara segar." Memang benar aku mendapatkan udara segar disini, tapi tentunya itu bukan alasanku yang sebenarnya.
"Kau bisa menceritakannya padaku. Kita masih teman kan?" Tangannya berjalan mendekat menuju punggung tanganku, lalu diusapnya perlahan.
Aku kembali terlarut dalam pikiranku, 'teman'. Tapi aku selalu menyembunyikan sesuatu darimu unnie. Aku telah menyakitimu. Apa aku masih pantas menyandang status 'teman' mu.
"Kau tak masuk kelas? Bukankah kau ada jam pelajaran?"
"Jangan mengalihkan pembicaraan Bi." Benar, aku sudah kehabisan kata-kata. Bagaimana caraku agar bisa keluar dari pembicaraan ini.
"Tak apa kalau kau tak mau menceritakannya sekarang.. Tapi ingatlah, telingaku selalu siap untuk mendengarkannya." Ia berdiri dan pergi setelah menepuk pundakku. Tapi kepalaku tetap menunduk seakan membawa beban yang berat sampai-sampai susah untuk diangkat.
Kakiku akhirnya kembali berjalan setelah merasa perutku tak bisa menahannya lagi. Setelah berlari 20 putaran ditambah 1 kelebihan putaran tidak sengaja, membuat makhluk yang ada di perutku merengek meminta pasokan makanan.
Namun setelah berada di depan kantin, aku sempat ingin mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam karena suasananya yang sedikit ramai dan aku tidak suka akan hal itu.
"Yah!" Belum sempurna tubuhku berbalik, kulihat seseorang berhenti tiba-tiba tepat di depanku. Otomatis langkahku terhenti karena hal mengejutkan itu.
"Mau ke kantin? Ayo."
Tanpa persetujuan tangannya menarik lenganku dan menyeretku ke dalam.Malas melawan akhirnya ku putuskan untuk mengikutinya saja, toh dia juga bukan orang asing atau seorang penjahat bahkan penculik. Tapi jujur saja, aku sedikit tak nyaman dengan tangannya yang bergelayutan nyaman di lenganku.
"Kau mau apa?" Ia menanyaiku setelah menyuruhku duduk di bangku yang paling sepi disini.
"Terserah." Mood ku sedang tidak dalam kondisi baik, jadi pertanyaan apapun yang ia lontarkan akan ku jawab seadanya.
Tangan kananku merogoh ke saku celana...
"Tidak usah! Aku yang traktir. Anggap saja ini permintaan maafku karena tidak bisa menyelamatkanku dari hukuman Sowon sunbaenim tadi."
Apa maksudnya? Padahal aku hanya ingin mengambil handphoneku.
"Oh, baik...lah." Aku hanya mengiyakannya saja. Karena demi apapun aku lupa tidak membawa uang sekarang, karena pakaian yang ku kenakan ini bukanlah milikku.
Ternyata rasa sok kenalnya ini bisa sedikit membantuku, jadi aku tak perlu susah-susah berbicara dengannya. Akan memalukan jika meminjam uang padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...