Aku tidak tahu apa yang sedang ku pikirkan sekarang. Seharusnya aku senang ada yang menemaniku saat ini, aku juga bisa lepas dari semua omelan yang akan diberikan Yuju jika aku tidur larut malam. Tapi adanya Eunbi disini justru membuatku merasa bersalah. Apa yang akan dia pikirkan bahwa aku disini karena permintaan kakaknya?
Aku berusaha menemaninya, ia pasti sangat kesepian jika aku tidak ada disini. Tapi apa yang aku lakukan? Aku masih memiliki urusan yang tak ada niat untuk ku selesaikan, sementara aku ikut mencampuri urusan orang lain. Ini terasa berat, tapi aku tak bisa melakukan apa-apa. Aku bukanlah Dilan, melainkan hanya seseorang yang Dilanda kebingungan.
Ia mungkin tak pernah mengatakan tentang Sica unnie padaku, karena Eunbi masih menjadi orang yang tertutup dan sulit untuk dibuka kunci hatinya. Ku kira dengan selalu di dekatnya, ia mungkin akan berbagi sedikit apa yang dirasakannya padaku. Tapi tidak, Eunbi tetap diam dan itu semakin menambah besarnya lubang rasa bersalahku padanya.
Aku tahu dimana kakaknya, tapi aku hanya diam dan mengikuti alur saja. Sungguh teman macam apa aku ini? Kapan Sica unnie kembali? Memang akan butuh waktu, dan aku tahu itu perlu waktu yang tidak pendek. Tapi diam saja disini rasanya membuatku seperti tidak berguna. Aku melakukan semua yang ku bisa, tapi seperti tak berpengaruh apa-apa. Seperti mengisi air pada bak yang bocor, hal yang ku lakukan tak ada hasilnya.
Eunbi masih sama, justru semakin buruk jika dilihat dari kondisi tubuhnya. Tapi dalam hatinya? Entahlah. Kita seperti orang yang ingin lebih dekat, tapi sama-sama memasang penghalang yang menyulitkan diri sendiri.
Bagaimana aku yang berusaha mendekatinya, berpura-pura menjadi orang kuat yang bisa melindunginya. Tapi nyatanya, aku hanyalah seorang pengecut yang tak bisa menghadapi sesuatu, dan justru kabur meninggalkannya. Namun, seberapa jauh aku berlari, semua itu tetap mengejarku. Sama seperti tumpukan tugas ini. Satu soal yang seharusnya bisa ku kerjakan dengan mudah, tiba-tiba saja menjadi hal yang menyebalkan dan membuatku marah tak jelas.
Hujan diluar dan pikiranku berkabut, ditambah bolpoin yang tidak mau menuliskan kata yang ku ingin, mau tak mau membuat tanganku reflek mengungkapkan amarah dengan melempar asal benda kecil nan panjang yang setia berada disisiku itu. Ya, aku membantingnya.
Selang beberapa detik, aku kembali ke akal sehatku. Meminta maaf kepada Eunbi atas sikap burukku, dan menyesal karena dia tak seharusnya melihat itu. Aku malu, aku bahkan tak bisa mengangkat wajahku. Bagaimana aku jadi selemah ini? Eunbi jelas bingung dengan apa yang ku lakukan, dan aku membiarkannya khawatir.
"Unnie.." Sebelum dia bisa mengucapkan hal lain lagi, aku memotong perkataannya.
"Ah, maaf Bi. Pertanyaan ini sungguh membuatku emosi. Bagaimana aku bisa menyelesaikan soal yang bahkan belum diajarkan padaku?" Ku tatap dia yang berada di sampingku. Ingin mengubah sedikit suasana yang sedikit suram ini.
Tapi, Aah, ekspresinya itu. Aku tak bisa menahannya lagi.
Hwang Eunbi, kenapa kau membuat semuanya terasa sulit bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...