16 - Maaf

430 37 2
                                    

Beberapa hari ini aku hanya berdiam diri dirumah. Unnie tak memperbolehkanku untuk pergi keluar rumah, bahkan untuk bersekolah. Padahal aku merasa bahwa aku baik-baik saja. Tidak ada lagi rasa panas di kulitku, serta bercak-bercak merah pun sudah menghilang. Kufikir unnie terlalu berlebihan, ia bahkan tidak bekerja selama 2 hari hanya untuk merawatku.

Tapi sekarang ini unnie sudah mulai bekerja, akhirnya aku hanya diam di rumah, tepatnya selalu di kamar. Tak melakukan apapun selain menonton anime Boruto yang diberikan Umji kepadaku.

Kemarin Eunha dan Umji datang, membawa barang-barang yang ku tinggalkan di sekolah lalu justru memarahiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kemarin Eunha dan Umji datang, membawa barang-barang yang ku tinggalkan di sekolah lalu justru memarahiku. Kenapa saat orang khawatir, mereka justru menunjukkannya dengan marah-marah.

Berbeda dengan Eunseo si teman sekelasku, ia tak henti-hentinya mengucapkan kata ‘maaf’ sampai aku lelah mendengarnya. Aku mengerti ia tak sengaja melakukan itu, dan harus ku akui itu memang salahku. Aku tak bisa membencinya karena kesalahanku sendiri. Lagipula membenci tidak akan menyelesaikan masalah, memaafkan adalah hal yang terbaik. Walaupun sudah berkali-kali ku bilang tak apa, ia tetap saja meminta maaf.

Tapi ya sudahlah, aku bisa mengerti hal itu. Sekarang yang tak ku mengerti adalah kemana Yerin unnie berada. Ia sama sekali tak menjengukku. Aku mencoba berfikir positif, mungkin dia sedang sibuk atau apalah kegiatannya. Tapi aku berharap dia disini sekarang. Karena aku benar-benar kesepian saat ini. Walaupun sudah sering ku alami, sepi tetaplah sepi. Tak ada yang menemani dan hanya terdiam sendiri.

Tapi daripada berkutat dengan kesepianku, aku memutuskan untuk keluar rumah. Kemana lagi kalau bukan menemui temanku. Ini sudah sore dan merupakan waktunya untuk makan. Bagaimanapun juga aku tak ingin ia sakit.

“Chingu-yah, kau lapar ya?” Aku selalu berbicara padanya, walau ku tahu ia selalu mengabaikanku.
“Makan pelan-pelan.” Ku sodorkan makanan kesukaannya, sejenis sayur panjang berwarna oranye sambil tanganku yang lainnya mengusap lembut bulu-bulunya.

“Chingu-yah, apa temanmu itu sudah makan?” Kata seseorang yang ku yakini berada di belakangku sekarang. Aku mengenali suaranya. Aku balik tubuhku dengan senang hati, menampakkan senyuman termanisku lalu berdiri untuk menyamakan posisiku dengannya.
“Bagaimana keadaanmu Bi?” Ini dia orang yang ku tunggu-tunggu.

“Kau bisa melihat sendiri unnie.” Aku masih tersenyum mengamati orang di depanku ini. Ia masih memakai seragam sekolah dengan tas yang masih menempel di pundaknya.

“Yerin-ah! Kenapa kau meninggalkanku?” Suara orang yang tak ingin ku lihat justru datang. Dan sekarang berdiri tepat di depanku. Senyumku turun dan berubah menjadi ekspresi kesal yang aku sendiri tak tahu apa sebabnya.

“Maaf Yuju-yah, kau tadi lama memarkir mobilmu. Jadi ku tinggal.” Ah, jadi mereka datang bersama. Yerin unnie menunjukkan huruf V dengan kedua jarinya, jangan lupakan senyumannya yang tak pernah tertinggal.

Tembok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang