"Apa benar yang kau katakan tadi?"
Tunggu sebentar. Suara itu.. Dia...Tidak, tidak mungkin dia ada disini. Aku pasti cuma berhalusinasi karena terlalu memikirkannya. Lagipula dia tadi kan ada di dalam mobilnya si tiang bendera.
"Hwang Eunbi." Tapi itu benar suaranya, caranya memanggilku juga masih sama.
Aku menoleh mencari asal suara itu, dan benar dia sedang berdiri di belakangku. Matanya lurus menatapku dan aku juga membalas tatapannya.
Kami tidak bergerak satu sentipun dari tempat kami berdiri. Aku masih terkejut dengan keberadaannya disini. Apa dia mengikutiku?
"A-apa yang k-kau lakukan disini?" Sial.. kenapa aku menjadi gagap saat di dekatnya.
"Bukannya kau ada di mobil bersama--""Kau belum menjawab pertanyaanku Hwang Eunbi."
Suaranya yang datar dan tanpa ekspresi itu semakin membuatku takut.Apa yang akan dia lakukan padaku. Dia sekarang terlihat seperti ingin membunuhku. Bukan secara fisik tapi secara mental.
Aaakh,, apa yang aku pikirkan sekarang.Dia berjalan mendekatiku. Langkah demi langkah kakinya semakin membuatku bingung tak karuan. Dia semakin mendekat sampai hanya berjarak satu langkah saja dariku.
Aku tetap mematung menunggu langkah apa yang akan dia ambil.
Dia justru semakin mendekat, sampai wajahnya dan wajahku hanya berjarak satu jengkal saja. Nafasku semakin tak teratur, jantungku berusaha menurunkan temponya, karena semakin lama kecepatannya semakin bertambah."Bi.." Dia sedikit berbisik di telingaku. Suaranya berubah menjadi lembut.
"Apa benar yang kau katakan tadi?"
Aku masih diam tak menanggapi perkataannya.Mencerna dengan baik apa yang dia katakan sambil mataku berkeliling mencari jawabannya. Tapi apa daya, Yerin unnie telah mengunci mataku agar menatapnya.
Air kembali mengalir di pelipisku. Kali ini bukan karena hujan, tapi keringatku sendiri yang mengucur deras karena rasa gugup yang menyerangku.
Aku harus bagaimana? Apa yang harus ku katakan?Kruk.. kruyuk.. kukuruyuukk...
Sial beribu kali sial. Kenapa di saat seperti ini penghuni di perutku malah asyik mengadakan konsernya. Aku sungguh malu sekarang, apalagi di depannya. Mau ku taruh dimana mukaku ini.
"Kau lapar." Dia mundur satu langkah sambil matanya tetap mengunci pergerakanku.
Dia terlihat menahan tawanya karena suara yang keluar dari perutku, membuatku semakin malu karenanya.
Tapi memang benar aku sedang lapar. Dari tadi siang aku belum makan apapun, dan paginya aku hanya memakan sedikit sereal. Ditambah lagi tadi aku sempat kehujanan membuat tubuhku terasa lemas sekarang.
Tapi aku merasa berterimakasih dengan perutku, karena itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Membuatku tak perlu susah mencari jawaban dari pertanyaannya.
"Cepatlah pulang." Dia berbalik setelah mengatakan itu. Berjalan menjauh meninggalkanku.
Aku tetap diam mematung disini, melihat tubuhnya yang perlahan menjauh. Padahal aku ingin mengajaknya makan bersama.
Saat aku ingin pergi, dia terlihat menghentikan langkahnya.
"Kenapa kau masih diam disana?"
Yerin unnie menoleh dan kembali mengahadapku. Walau agak jauh tapi cukuplah untukku bisa melihat ekspresi bingung dan bertanya-tanya yang melengkapi wajahnya.Begitu pula denganku yang tak kalah bingung dengan sikapnya.
Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus ku jawab?"Aku tak akan tahu rumahmu jika kau tak menunjukkannya."
Apa maksud dari perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...