Aku masih berdiri di tempatku tadi, mataku terbuka dan tertutup berkedip berkali-kali sebagai efek terkejut dan rasa tak percaya.
Aku mulai berfikir, mungkin dari tadi si alien merencanakan ini semua. Aku harus berterimakasih padanya, tapi tentu saja aku tak mungkin mengatakannya.
“Ayo Bi.” Ia berbalik badan, menuntunku untuk keluar dari tempat yang berlantai sedikit basah ini.
Aku mengikutinya dengan sedikit jarak di belakangnya. Kakiku berjalan dengan kepalaku sedikit menunduk sambil melipat pakaian yang tergantung di tanganku.
Baru saja ingin melangkahkan kaki keluar dari kamar mandi, aku merasakan ada seseorang masuk dengan terburu-buru. Lalu ia tanpa sengaja menyenggolku, membuat seragam di tanganku terjun bebas ke lantai yang sedikit basah.
“Aakh, maaf.” Aku menatapnya kesal dan ku temukan sosok kelinci kecil yang melompat-lompat di depanku.
“Aish, UNNIE!!” Dengan cepat ku ambil pakaianku yang sedang berenang di kolam anak tk. Dan benar saja, sebagaian permukaannya basah.
“Lihat! Seragamku basah!” Aku menunjukkan seragamku padanya.
Kesal? Pasti. Bagaimana aku tidak kesal, aku tidak membawa baju ganti lagi.
“SinB-yah. Protesnya nanti saja, aku sudah tidak tahan.” Ia justru melangkah pergi meninggalkanku dan masuk ke kamar mandi dengan menutup pintunya kasar.
“Yah!! Kau harus tanggung jawab! Unnie!! EUNHA UNNIE!!”
“Bi?” Yerin unnie kembali ke arahku mengetahui aku tak berada di belakangnya.
Sebelum aku bisa meresponnya, kulihat ada makhluk pendek lain yang juga sedikit berlari ke arahku.
“Eunha unnie!--- Oh, SinB-yah. Kenapa kau disini?”
“Meminta pertanggungjawaban pada kelinci ceroboh itu.” Ucapku dengan nada kesal.
“Maksudnya?” Apa perkataanku tadi terdengar ambigu? Kulihat Yerin unnie juga menatapku dengan tatapan penuh tanya.
“Unnie menabrakku dan membuat seragamku basah.” Ku tunjukkan bukti dari korban tabrak lari dengan pelaku seorang kelinci kecil bernama Eunha unnie.
Umji membentuk huruf O di mulutnya.
“Itu alasan kau berteriak seperti tadi?” Kali ini Yerin unnie yang angkat bicara, dengan suara yang rendah tapi halus disaat bersamaan.
“Maaf.” Aku menundukkan kepalaku tanda merasa bersalah.
Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menghilangkan sifat emosi yang kapanpun bisa meledak ini. Tapi kenapa sangat susah, padahal sekarang hanya berhadapan dengan masalah kecil.
“Tunggu.. Bukankah kau—“
“Yerin unnie.” Aku memotong perkataan Umji. Aku tahu dia sedikit ragu-ragu mengatakannya.
“YERIN UNNIE?!?” Aku memejamkan mataku karena suaranya yang seperti menggunakan toa masjid itu.
Kenapa kebiasaannya itu tak pernah bisa dihilangkan. Aku tak bisa melihat bagaimana ekspresi Yerin unnie karena sibuk melindungi telingaku dari hal yang mungkin tak enak untuk di dengar.
Mataku bertemu dengan milik Yewon, mengisyaratkan padanya untuk tidak berkata lebih banyak lagi.
“Apa? Yerin??” Sekarang datanglah masalah kedua.
Si kelinci membanting pintu kamar mandi dengan tak kalah kasar seperti saat masuk tadi, lalu berjalan terburu-buru menuju kemari.
“Kau Yerin? Jung Yerin??” Kini giliran Eunha unnie yang menanyai pertanyaan dasar itu. Mendekati Yerin dengan kaki kecilnya, sementara kedua matanya mengamati setiap inci tubuh Yerin unnie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...