37 - Sendiri

424 32 30
                                    

Malam mulai menyapa. Keadaan yang tadinya ramai seramai pasar malam menjadi sepi lagi bak sebuah kota mati. Mood ku yang tinggi, tiba-tiba turun drastis sejalan dengan tenggelamnya matahari. Pikiran-pikiran yang sudah ku buang saat kedatangan ketiga orang teman-teman penggangguku, kini kembali datang setelah mereka pergi.

Acara TV yang seharusnya menghibur justru seperti menjadi penonton yang menertawai kesendirianku. Kenapa aku merasa seperti ini? Biasanya aku akan sangat senang jika berada di rumah sendiri. Aku akan merasa bebas, seolah-olah aku sedang mengadakan pesta pribadi.

Tapi saat ini berbeda. Apa karena keadaan tubuhku? Jelas aku tidak sedang dalam kondisi seratus persen fit sekarang, dan aku juga tidak bisa bergerak dengan bebas seperti biasanya. Walau sudah tidak terlalu menyakitkan, tapi masih saja ada rasa yang mengganggu. Namun sayangnya, aku tidak bisa memastikan, apakah itu rasa yang berasal dari tubuhku atau dari dalam hatiku.

Dislokasi adalah hal paling menyakitkan yang pernah dialami tubuhku. Dan terkilir? Kaki adalah bagian tubuh penting yang memungkinkanku bergerak dengan leluasa, jadi hal itu sungguh menyulitkan pergerakanku yang biasanya akan berlari walau hanya 5 langkah jauhnya.

Namun, lebih dari itu saja, sepertinya hatiku yang menyimpan sejuta rasa yang tak bisa ku jelaskan dengan mudah. Yerin unnie membuatku kecewa dan Sica unnie membuatku penasaran dan bingung tak karuan. Sungguh, kombinasi yang sempurna untuk menambah beban pikiran di otakku.

Apa yang harus ku lakukan? Bagaimana sikap yang harus ku pakai? Aku tidak bisa mengerti. Umurku memang bertambah, tapi sifatku rasanya tidak berubah. Aku masih seperti anak kecil yang terjebak dalam tubuh remaja. Aku masih membutuhkan bantuan, tapi orang yang seharusnya melakukan itu justru tak ada di sampingku sekarang.

Eomma, jika kau ada disini, kau pasti akan memberi tahu aku jawabannya 'kan?



-

-

-




"Eomma.. lihat nilaiku!!" Aku melihat seorang anak kecil yang berlari dengan girangnya. Anak perempuan yang sepertinya baru masuk sekolah dasar, masih dengan seragam sekolah serta tas yang menempel rapi di punggungnya.

"Eunbi memang pintar. Tingkatkan lagi belajarnya, hm?" Apa aku tidak salah lihat? Mataku tidak membohongiku 'kan? Orang yang dipanggil Eomma itu, Eomma? Maksudku Eomma ku? Jadi, anak kecil itu.. aku?? Tapi kenapa aku melihat diriku sendiri? ini bukan doraemon dan mesin waktunya kan?

"Yah! Tadi malam kau tidak belajar. Kau curang ya? Pasti nyontek tuh Eomma." Tunggu, itu.. wajah yang sangat ku kenal. Entah darimana datangnya, tiba-tiba ia sudah bergabung dengan Eomma dan aku kecil.

"Enak saja, Sica unnie! Eunbi kemarin tidak belajar karena ngantuk. Tapi lihat! Tetap dapat 90 kan?"

"Kau harus berterimakasih padaku." Ya, itu benar Sica unnie. Masih dalam seragam SMP nya, rambut lurus, tas pink, benar-benar model jaman old.

"Iya Eomma, Sica unnie yang mengajariku tiap malam. Tapi kemarin Unnie sibuk sendiri, Eunbi tungguin, eh ketiduran."

"Aku juga ada ujian Eunbi-yah. Lihat, unnie dapat 95." Disana Sica unnie benar-benar masih seperti anak kecil. Menunjukkan hasil ujiannya di depan Eunbi sambil menjulurkan lidah.

Tunggu, Eunbi itu aku kan? Sangat aneh jika dipikirkan. Apa itu benar-benar aku?

"Iya, anak-anak Eomma pintar semua. Sebagai hadiah, Eomma belikan es krim." Ekspresi mereka bersinar terang setelah mendengar kata-kata ajaib bernada 'eskrim'. Itu benar-benar seperti aku.

Tembok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang