22 - Perisai

308 28 0
                                    

Sore yang indah. Bisa berjalan beriringan, bersenang-senang, tertawa bahagia dengan teman lama yang ku sayang. Hal yang selalu ingin ku lakukan. Walaupun sebenarnya alasanku kesini yang sesungguhnya adalah untuk menenangkan diri, sendiri dan hanya berteman pohon, bunga serta rumput di sekitar.

Aku tak memiliki niat sama sekali pada awalnya untuk mengajaknya kemari. Karena yang ku tahu dari Yuju, Eunbi baru saja bergabung dengan tim lari dan tentunya menjalani latihan yang mungkin lebih dari teman-teman setimnya yang lain.

Tapi setelah melihat-lihat suasana taman ini, tanganku langsung bergerak mengambil ponselku dan langsung menyuruhnya kesini. Aku tak berharap apapun, kalaupun dia tak datang aku bisa mengerti, karena aku bahkan tak memberi tahu alasanku memintanya untuk datang kemari. Tapi ya, dia selalu menepati perkataannya, dia datang dan mulai melakukan hal-hal konyol yang mungkin tak dapat dilihat oleh banyak orang di sekitarnya.

Aku bisa terhibur dengan bagaimana sifat cerobohnya itu yang ternyata tak pernah hilang. Bagaimana dia yang terkejut oleh suara dari ponselnya sendiri, lalu marah-marah dengan orang yang menelfonnya. Dia terlihat sangat lucu, apalagi saat kalah dalam perdebatan antara aku, Eunbi, dan Jibang sebagai penengahnya.

Kita duduk berdua dibawah pohon yang tua ini. Ah tidak, dia memilih untuk berbaring sambil memejamkan matanya. Aku sedikit merasa bersalah karena telah mengajaknya kesini karena mungkin saja Eunbi masih kelelahan dan butuh istirahat. Tapi dia tetap meyakinkanku bahwa dia baik-baik saja.

Sekarang ini aku yang sepertinya tak baik-baik saja. Keluar dari rumah, tak memberitahu semua orang. Menelfon Yuju untuk ditemani, tapi aku justru pergi menghilang. Kekanak-kanakan memang, tapi aku sudah lelah. Dengan keadaan di rumah yang selalu menggangguku, mau tak mau membuat perasaanku ikut rusak, dan nuansa di hatiku menjadi hancur. Yang terus ku pertahankan hanyalah senyuman manis sebagai perisai untuk mengatakan pada semua orang bahwa aku baik-baik saja, dan tak ada yang salah dariku.

Saat perang, perisai dapat melindungimu dari musuh. Tapi saat ini, bagiku, perisai senyuman ini dapat melindungiku dari sifat khawatir orang-orang di sekitarku. Mungkin aku sama saja seperti Eunbi, ingin menyembunyikan sesuatu dengan bantuan topeng di wajah. Bedanya, aku menggunakan senyuman, tapi Eunbi menggunakan poker face nya yang bahkan terlihat menyeramkan bagiku.

Tapi ada kalanya perisai itu hancur hanya karena hal sepele yang mengingatkanku akan hal yang ingin ku buang, ku lupakan, tak ingin ku ingat, tak ingin ku akui, serta tak ingin ku terima. Walaupun mungkin hal itu juga dialami sebagian besar orang, tapi ini terasa sulit bagiku yang berada di tengah-tengahnya.

Seperti saat ini, aku terkejut sekaligus menyesal dengan ucapanku sendiri. Aku membentak Eunbi, dan dia menerima itu. Dengan biasa seorang Jung Yerin selalu mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, dan hal baiknya Eunbi hanya mengikuti alurnya saja.

Aku ingin sekali membaginya pada orang-orang di sekitarku, apalagi orang di depanku ini. Aku sudah berjanji untuk menjadi tempat untuk mendengarkan isi hatinya, dan tentunya dia juga berharap hal yang sama.

Tapi kurasa dengan memberitahukannya tentang masalahku, tak akan mengubah apapun. Ditambah lagi aku tak ingin menambah beban untuknya, karena aku tahu, dia akan mendapatkan beban yang lebih berat dari yang ku alami sekarang. Kalau aku terlihat lemah, siapa yang akan menjadi kekuatannya nanti. Aku tak bisa membayangkan bagaimana saat hal itu terjadi.

Maka dari itu, untuk saat ini mungkin lebih baik jika aku tak mengatakan apapun padanya. Melupakan sedikit masalah dengan tertawa bersama, berjalan jalan, menikmati pemandangan taman di sore hari ini.

“Unnie..” Ku dengar suaranya memanggilku.

“Hm?” Kepalaku menoleh ke kanan kiri untuk mencarinya, dan tanpa ku sadar dia sudah tak ada di sampingku.

Tembok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang