4 - Kawan / Lawan

702 50 10
                                    

"Hwang Eunbi?" Dia berjalan mendekatiku namun aku hanya terdiam di tempatku berdiri, rasa-rasanya seperti ada lem yang merekat di kakiku.

"Benar, kau Hwang Eunbi. Tidak menyangka akan bisa bertemu denganmu disini." Hah, senyuman di bibirnya itu sangat membuatku kesal.

Tanpa menjawab, aku langsung berbalik arah dan berniat pergi meninggalkannya. Hanya dengan melihat batang hidungnya saja sudah membuatku muak. Sungguh merusak mood ku saja, padahal ini masih pagi dan baru hari pertama sekolah.

Bagaimana aku bisa bertahan harus satu sekolah dengannya lagi. Aku sudah cukup tenang tak bertemu dengannya selama 4 tahun terakhir ini. Tapi kenapa sekarang, saat aku mencoba untuk menghilang dan melupakan semua.

Dia membuat pertahananku menurun dan mengingat-ingatnya lagi, walaupun memang kejadian itu tak pernah bisa ku lupakan dan selalu berputar seperti kaset rusak di kepalaku.

"Kau mau pergi kemana?"
Kucoba untuk tak menghiraukannya, tak ada gunanya meladeni orang yang hanya akan menyulut emosiku. Membuat keributan hanya akan menambah masalah.

"Kau memang Hwang Eunbi. Mendorong orang lain lalu kabur dari masalah. Dasar pengecut." Ku hentikan langkahku. Segera ku keluarkan ekspresi dinginku untuk meredam api yang semakin mendesak untuk keluar dari dalam tubuhku.

"Apa kau bilang?" Tetap dalam posisiku, ku kontrol lebih dulu amarahku lalu berbalik agar menghadapnya, menatap tepat di matanya. Aku sudah siap, apapun yang dia katakan akan ku terima.

"Hwang Eunbi, seorang pengecut." Tapi tidak dengan yang satu ini.

Dia tahu persis kalau aku tak suka jika dipanggil pengecut. Sepertinya ia benar-benar ingin menuang minyak di atas api, walaupun mendapat guyuran air es pun akan susah untuk dipadamkan.

"Jaga ucapanmu Choi Yuna!!" Aku berusaha untuk tak meninggikan suaraku, tapi dia tidak membantu sama sekali dengan terus menunjukkan senyuman meledek di bibirnya. Ku cengkeram kedua pundaknya dan menatapnya kesal.

"Haha.. Memang benar kan, Hwang Eunbi seorang pengecut. Yang hanya bisa berteriak tidak jelas lalu-''

"TUTUP MULUTMU!!" Tak bisa lagi ku tahan, nada tinggi ku pun keluar dengan sendirinya.

Tanganku yang sedari tadi hanya berada diam di kedua pundaknya kini mendorongnya sampai punggungnya beradu dengan tembok.

Semua orang di sekitar melihat kita dengan tatapan aneh, tapi tak kupedulikan. Siapa suruh membangunkan beruang kutub yang sedang hibernasi, itu lebih buruk daripada membangunkan singa yang sedang tertidur.

"Masih seperti ini huh?" Apa maksudnya? Aku selalu seperti ini.

"Kau masih sama seperti dulu. Kau tak pernah bisa mengontrol emosimu"

Memang sifat emosiku ini sudah berakar, yang bisa keluar kapan saja. Sudah coba ku tahan, tapi jika ada yang memancingnya, Kyubi dalam tubuhku rasanya seperti mendesak ingin keluar. Jangan tanya darimana aku tahu itu, yang pasti Umji telah meracuniku.

"Kau selalu meluapkannya dimanapun dan kapanpun kau mau. Pedulilah sedikit dengan hal di sekitarmu dan apa yang akan kau timbulkan sebagai akibatnya!"

Harus ku akui, dia memang benar. Seharusnya aku belajar dari kesalahan. Bahkan sesuatu yang pada awalnya bukan suatu masalah, jika diikuti emosi pasti akan menjadi masalah.

Masalah kecil jika dibumbui dengan emosi pasti akan menjadi besar dan terbakar, yang pada akhirnya hanya akan menyisakan kehancuran dan penyesalan yang sulit untuk dilupakan.

Tembok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang