31 - Percakapan Malam

273 22 0
                                    

“Eomma..!"

Suara seseorang terdengar disekitarku, tapi mataku masih tak bisa membuka.

"Eomma....”

Akhirnya, dalam hitungan detik saja aku memaksakannya. Terbuka lebar, menguceknya kasar, lalu duduk dengan tegak.

“Yerin-ah.. Bangun.. Yerin-ah?”

Lagi-lagi seperti ini, terbangun di malam hari dengan mendengar suara yang keluar dari teman yang sudah seperti saudaraku sendiri ini. Tanganku menggoyangkan sedikit tubuhnya yang ada di sampingku, berharap membuatnya terbangun dari entah apapun yang sedang di mimpikannya, yang ku yakin pasti itu bukan mimpi indah.

“Yerin-ah..”

Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya dia membuka matanya, dengan nafas memburu, mata enggan berkedip serta bahu yang bergerak naik turun. Aku hanya bersyukur tidak menemukan air di ujung matanya. Namun hal itu tetap tidak mengurangi rasa khawatirku padanya.

“Kedip oke?”

Akhirnya aku bisa sedikit tersenyum melihat ekspresinya yang mulai normal setelah melakukan kedip ala bonekanya.

“Yuna-yah.. Aku membangunkanmu 'kan?”

Tapi kenapa wajah itu kembali menampakkan rasa bersalah. Hal ini sudah sering terjadi, tapi kenapa dia tetap merasa seperti itu padaku yang menempel padanya bahkan lebih dari setengah hidupnya.

“Yah! Apa kau lupa? Aku ini jelmaan kelelawar. Ini belum waktuku untuk bermesraan dengan guling.” Tentu saja itu bohong. Tapi kalau tidak ku lakukan, Yerin mungkin akan merasa lebih bersalah dan aku tak mau itu.

“Ah.. Bagaimanapun juga kau harus tidur. Kau tahu, susah membangunkan alien yang tidur di kelas.” Hah.. sepertinya aku bisa sedikit lega dia bercanda denganku.

“Wah, si Hwang itu memang memberi pengaruh untukmu.”

“Hm.. Sepertinya.”

“Kau mau kemana?” Ku bertanya setelah melihat tubuhnya yang bergerak menuruni tempat tidur ku yang seperti sudah menjadi miliknya juga ini.

“Kamar mandi. Mau ikut?” Ekspresinya yang ceria kembali lagi, tidak lupa juga dibumbui smirk menggoda yang tak ingin ku lihat.

Tapi aku juga tak tahu, Yerin melakukan itu entah karena dia sudah baik-baik saja atau hanya topeng semata.

“Ew..” Ku tunjukkan raut wajah seseorang yang seolah sedang melihat seekor tikus mati terinjak.

“Aku masih normal.”

“Haha.. Sejak kapan kau normal? Dari zaman batu pun kau sudah aneh Yuna-yah. Akui itu.” Setelah mengejekku, ia pun berjalan keluar dari kamar ini. Benar-benar menuju ke kamar mandi atau entah kemanapun itu, aku tak bisa menghalanginya.

“Cepat kembali dan tidur!” Aku hanya bisa mengatakan itu saat ia mulai membuka pintu.

“Yes mom~”

Aku hanya membiarkannya, tidak ingin mengganggu apapun aktivitasnya nanti. Privasi, sepertinya itu yang dia butuhkan sekarang. Bahkan aku juga tak bisa memaksanya bercerita.
Aku sedikit mengerti apa yang mengganggu pikirannya, dan aku juga tahu pasti alasannya terus tinggal bersama denganku.

Tapi aku tak bisa memahami bagaimana dan apa yang dia rasakan sebenarnya, kenapa dia terus berusaha menyembunyikan sesuatu? Padahal aku tumbuh bersamanya, sebelum lahir pun kita sudah lomba lari siapa yang duluan lahir.

Tembok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang