Tak ada yang bisa ku pikirkan sekarang. Semua jenis kata-kata yang dari tadi menggangguku tiba-tiba saja menghilang tersebar entah kemana seolah aku tertarik lagi dan kembali ke kenyataan.
“Hwang!!” Suara teriakan Choi Yuju membuatku sedikit tersadar dengan apa yang terjadi.
Nafasku masih tak bisa diatur dan pandangan mataku masih miring.
Ya, jelas saja, aku terjatuh dengan sangat menakjubkan padahal aku tadi sudah berada di depan. Dan posisiku sekarang, aku tidak tahu lagi, semua terasa tidak benar saat ini. Tangan kiriku terus menggenggam erat tongkat yang ku pegang setelah merasakan sensasi asing tapi juga bukan hal yang baru bagiku.Tidak lagi.
Mataku menutup dengan erat seolah berharap jika ini bukan seperti yang ku bayangkan. Namun, seberapa keras aku melindungi bola mataku, matahari terik yang berada di atas sana terus bersinar dengan sangat terang, menembus pertahananku seolah berkata bahwa yang ku bayangkan memang benar.
Dengan sedikit kesulitan, ku gulingkan tubuhku, menghindari hal yang lebih buruk dengan tidak membuat bagian yang terasa menyakitkan ini terus menjadi tumpuan berat badanku. Kini ku biarkan punggungku yang mengambil alih peran itu. Aku tidak mempunyai pekerjaan lain selain berusaha mengatur nafasku, berharap bisa sedikit mengurangi rasa yang terus menyerang itu.
Aku bahkan tak mementingkan lagi perlombaan itu, entah siapapun itu pemenangnya aku sudah tidak peduli. Dengan Pak Jiyong yang membunyikan peluitnya, ku rasa pertandingan sudah selesai. Atau mungkin ia membunyikannya karena aku yang tak kunjung berdiri dari tempat yang sangat tidak nyaman untuk tidur ini? Entahlah. Rasanya aku juga tak punya kekuatan untuk membuat tubuhku bergerak untuk duduk.
Kini hal yang paling tidak ingin ku lakukan, justru sekarang sangat ku butuhkan. Orang lain, tak ingin ku akui tapi aku benar-benar membutuhkan bantuan.
“Yah! Sudah ku duga kau akan seperti ini.” Choi Yuna, dia selalu lebih cepat dari siapapun. Bisa ku dengar suaranya dari kejauhan. Beberapa kali ku buka mataku, menemukan Pak Jiyong yang juga tengah berlari ke arahku.
“Ini akibatnya kalau tidak pemanasan dengan benar.” Bisa ku rasakan bayangan tubuhnya menimpaku, ia sepertinya kini telah berada di sampingku. Tapi bisakah dia tidak terlalu banyak bicara. Aku sedang tidak mempunyai kekuatan melawannya.
“Kakimu pasti terkilir melihat seberapa hebatnya kau jatuh tadi.”
Aku baru sadar, ada rasa yang hampir sama pada kaki kananku. Dia mungkin bisa melihatnya dari bagaimana ekspresi wajahku yang menunjukkan bahwa aku sedang menahan rasa yang luar biasa.
“Tapi bangunlah dulu, jangan terus tidur disitu.”
Dan tangannya menyentuh tangan kiriku.“Yah, tung-“
Aku ingin menahannya tapi...
Terlambat.
“AAAAHH!!!! CHOI YUNA BODOOOH!!!!”
-
-
-
Akhirnya aku bisa sedikit beristirahat dengan nyaman. Setelah kejadian yang sangat tak menyenangkan tadi, Pak Jiyong dan lainnya membawaku ke UKS untuk mendapatkan perawatan. Untuk kaki kananku yang sedikit terkilir, dan juga untuk bahu kiriku yang tadinya sedikit memberontak dengan keluar dari tempatnya.
“Hwang.... maaf. Yah, mana aku tahu kau punya dislokasi bahu.”
Yuju unnie duduk di tepi tempat tidur ini, sambil menyodorkan selembar tisu ke sekian padaku. Aku langsung menerimanya, untuk membersihkan sisa air mata yang masih saja keluar. Aku tidak percaya, air mata dan aku akan bertemu lagi dalam satu kalimat, ditambah dengan banyaknya mata lain yang melihatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tembok Es
Teen FictionSetelah kau pergi, aku membangun tembok es tinggi di sekitarku. Baru ku sadari, rasa dingin ini menyiksaku. Akankah kau kembali dan menghancurkan tembok ini ? Hangatkan aku lagi.. My Buddy...