32 - Pemikiran

292 24 10
                                    

“Unnie? Bagaimana bisa kau ada disini?”

Setelah masa terkejut dan sebagainya, akhirnya kini kita bertiga berkumpul di meja makan, setelah aku mandi tentunya.

“Ini, makan dulu. Sepenting apapun pertanyaanmu, perutmu harus tetap yang nomor satu.” Sebuah piring berisi makanan yang sama dengan yang dimakan Choi Yuju mendarat di depanku.

Dan seperti yang sudah ku duga sebelumnya, si alien tidak mungkin berada disini selain membawa juga Yerin unnie, atau mungkin kebalikannya?

“Bagaimana kalian bisa masuk?!?” Aku sudah menanyakan pertanyaan itu mungkin puluhan kali, ditambah juga ratusan yang tak terucap dan hanya berputar di kepalaku. Tapi jawaban yang ku terima selalu tidak pernah masuk dan bergulir lancar menurutku.

“Tak bisakah kau berhenti bertanya? Dari tadi sudah ku jawab, buka pintunya, melangkah, masuk, dan selesai.”

“Bukan kau alien!”

“Baiklah nyonya Hwang, si alien ini hanya membantu menjawab karena Yerin terlalu cinta dengan piring itu.” Tangannya menunjuk ke arah Yerin unnie yang hanya menunjukkan punggungnya karena sedang sibuk membersihkan apapun pada benda putih dari kaca itu.

Terkadang aku bingung, sebenarnya ini rumah siapa?

“Yuju sudah mewakiliku, jadi habiskan makananmu, Hm? Aku juga masih harus mempersiapkan diri untuk mendengar perang kalian nanti di jalan.”

Dan dengan bergitu Yerin unnie keluar dari percakapan, meninggalkan tempat sebelumnya dimana ia bermesraan dan mengusap lebut beberapa piring yang ku tebak merupakan hasil sisa makan mereka berdua.

Sambil menyuapkan apapun yang tersedia di depanku pada mulutku sendiri, mataku terus memperhatikan tingkah laku Yerin unnie. Karena jujur saja, sedikit tidak nyaman disini dengan sepasang mata Choi Yuju yang terus menatapku.

“Bisakah kau berhenti melakukan itu?!” Akhirnya aku tidak tahan karena bagiku itu sangat membuatku risih.

“Ada yang sedang mengganggumu?” Tunggu, apa? Keningku berkerut mendengar pertanyaannya.

“Kau serius mengatakan itu?” Ku arahkan sendok yang ku pegang tepat di depan wajahnya yang ada di depanku, walaupun tidak dalam jarak super dekat karena masih ada halangan udara 1 meter. “Bukankah kau yang sedang mengganggu acara makanku sekarang?”

“Ah, lupakan saja. Anggap aku tak mengatakan apapun.” Dan dia nampak seperti orang yang sedang menahan diri. Namun dari ekspresinya, ia seperti masih ingin mengatakan sesuatu lagi.

“Berhentilah bersikap aneh.” Ku lanjutkan kegiatan makanku tanpa mempedulikannya.

Si alien aneh Choi hanya duduk, diam, sambil matanya berjalan-jalan mengamati keadaan. Bukannya aku memperhatikannya, tapi posisinya yang ada tepat di hadapanku membuatku mau tak mau melihatnya.

“Rumahmu selalu sepi seperti ini?” Dan dia melempar pertanyaan lagi, pertanyaan yang tak ingin aku dengar apalagi ku jawab. “Bagaimana kalau ada maling? Aku dan Yerin bahkan bisa masuk dengan mudah tadi.”

Aku tak menanggapinya, bukan hanya karena tak ingin, tapi karena sesuatu rasanya membuat kabel di otakku tersambung. Aku masih belum pikun, dan sembilan puluh sembilan persen yakin bahwa tadi malam aku sudah mengunci pintu. Tidak mungkin mereka berdua mempunyai kuncinya. Tapi bisa saja itu mungkin?

“Kau punya unnie ‘kan?” Tanganku mendadak berhenti mendengar kata itu disebut. “Dimana dia? Aku tak pernah melihatnya? Apa sudah berangkat bekerja? Sepagi ini?”

Tembok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang