Sebelas

162 22 4
                                    

Air mataku tak henti-hentinya mengalir membasahi pipiku. Aku masih terduduk lemas mengamati setiap sayatan di wajahnya. Kenapa wajahmu bisa sedamai itu dengan sayatan-sayatan itu Jim? Kenapa? Apa kau bahagia saat ini? Kau bahagia karena meninggalkanku?

Baru kemarin kita bertemu Jim, baru kemarin kau mengenalkanku pada kak Yoongi. Baru kemarin kita berdua melangkah bersama-sama mencari alamat kak Yoongi. Baru kemarin aku memeluk lengan berototmu. Tapi sekarang, kau sudah benar-benar menutup matamu dan tak berniat untuk membukanya lagi. Siapa yang telah melakukan ini padamu? Katakan padaku Jim.

Sekilas aku melihat Kim Tae yang sedang terduduk lemas bersender pada dinding di belakangnya. Kak Yoongi pun melakukan hal yang sama, hanya kak Seokjin yang bersikap sangat dewasa hari ini. Dia menemaniku sedari tadi dan terus menerus menenangkanku. Walaupun tak ada satu pun ucapannya yang kudengarkan. Telingaku rasanya mati rasa untuk mengenali suara-suara di sekitarku.

Ahli forensik sedang memeriksa tubuh Jimin berusaha menemukan sisa sidik jari pelaku yang melakukan ini. Tak lama detektif Kang menemui kami lagi.

"Taehyung, kurasa dia mulai berulah lagi."-Detektif Kang

Kim Tae menegakkan tubuhnya, rahangnya mengeras mendengar penuturan detektif Kang. Ada apa dengannya? Detektif Kang baru saja mengatakan satu kalimat tapi dia terlihat semarah itu?

"Apa maksudmu detektif Kang?"-Taehyung

"Yah, JDK. Aku melihat sayatan itu ada di punggung Jimin. Kurasa pelakunya sama dengan orang yang membunuh ayahmu."-detektif Kang

"Sial! Kenapa dia berulah lagi."-Taehyung

"Kau tahu pelakunya?"-Seokjin

Kim Tae pergi begitu saja tanpa menghiraukan pertanyaan Kak Seokjin. Aku menatap punggungnya yang mulai mengecil. Entah apa yang akan dilakukannya. Emosinya terlihat tak terkontrol saat ini.

Tiba-tiba otakku terpikir tentang Jungkook. Jungkook juga mengenal Jimin, dia harus melihat Jimin juga.

Aku berdiri menghampiri wali kelasku yang sedang berdiri menatap ahli forensik yang sedang memeriksa tubuh Jimin.

"Pak, bisakah kau memanggil Jungkook juga? Dia juga teman Jimin."-Hyunrim

"Jungkook tak mau menemuinya Hyunrim."

"Kenapa?"-Hyunrim

"Entahlah. Dia tidak memberitahu alasannya."

"Bolehkah aku yang mengajaknya pak?"-Hyunrim

"Silahkan."

"Terimakasih."-Hyunrim

Aku pergi meninggalkan toilet dan pergi menuju ruang kelasku. Di dalam kelas aura ketegangan tampak di raut wajah masing-masing orang. Bahkan siswi tercerewet seperti Eunhee pun terdiam ketakutan. Aku mengedarkan pandangan mencari Jungkook. Namun nihil, tak ada dirinya disana? Bukankah seharusnya sebagai ketua kelas dia membimbing yang lainnya?

Akhirnya aku memutuskan untuk bertanya pada yang lainnya tapi tetap tak ada yang tahu dimana keberadaan Jungkook. Aku menghelas nafas lelah kemudian beralih berjalan ke arah perpustakaan. Dia anak yang rajin, jadi mungkin saja dia menenangkan diri di dalam perpustakaan.

"Sial! Pintunya terkunci. Dimana sebenarnya Jungkook."-Hyunrim

"Kau mencari Jungkook?"

"Oh? I-iya. Apa kau melihatnya?"-Hyunrim

"Aku melihatnya berjalan bersama Taehyung ke arah lapangan belakang."

"Terimakasih kak.. Emmhh maaf nama kakak siapa?"-Hyunrim

"Panggil saja Namjoon."-Namjoon

"Ah yah terimakasih Kak Namjoon."-Hyunrim

Kakiku segera beralih ke arah lapangan belakang tempat dimana Jungkook dan Taehyung berada. Tunggu, Taehyung? Kim Tae? Baiklah perasaanku tidak enak sekarang.

Aku semakin mempercepat langkahku. Kuharap Kim Tae tidak melakukan apapun pada Jungkook. Walaupun kakiku masih terasa lemas, tapi sudahlah itu semua tidak penting sekarang. Yang terpenting adalah melihat apa yang dilakukan Kim Tae dan Jungkook di lapangan.

Sesampainya disana, mataku terbelalak melihat Kim Tae yang sedang menghujani wajah Jungkook dengan tangannya. Dan Jungkook dengan bodohnya tak membalasnya sedikitpun.

"KIM TAE HENTIKAN!!"-Hyunrim

Kim Tae mengacuhkanku dan tetap memukuli wajah Jungkook. Entah apa alasannya, wajahnya menyiratkan emosi yang teramat sangat. Dengan sigap aku menahan tangannya yang hendak memukul Jungkook entah untuk ke berapa kalinya.

"Lepaskan."-Taehyung

"Kenapa kau memukuli Jungkook hah? Apa salahnya?"-Hyunrim

"TIDAK USAH IKUT CAMPUR! KAU ITU TIDAK TAHU APA-APA!!"-Taehyung

"Itu sebabnya aku bertanya."-Hyunrim

"Pergilah dari sini."-Taehyung

"Dan membiarkanmu memukuli Jungkook? Hari ini Jimin ditemukan tewas di dalam toilet wanita, seharusnya kita sebagai temannya berkabung karenanya. Tapi kau malah memukuli orang tanpa alasan seperti ini? Aku ragu jika kau menganggapnya teman."-Hyunrim

Kim Tae terdiam, nafasnya masih terdengar jelas tak beraturan. Sungguh aku tak mengerti alasannya menjadi emosi seperti ini sampai memukuli Jungkook. Kulihat Jungkook meringis kesakitan di hadapan Kim Tae.

Kim Tae meraih tanganku dan membawaku pergi dari lapangan ini. Mataku tetap menatap Jungkook yang sedang meringis kesakitan disana. Ingin sekali rasanya aku berbalik dan mengobatinya, tapi itu akan membuat Kim Tae tersulut emosi lagi.

Sebelum berbelok ke arah lorong, aku sempat melihat lagi ke arah Jungkook. Sebuah seringai kecil tercipta di sudut bibirnya. Kenapa dia menyeringai seperti itu? Sebuah seringaian sangat berbeda dengan sebuah ringisan bukan? Dan mataku masih normal untuk menatap dengan jelas dalam jarak hanya 5 meter.

"Berhenti melihat ke arahnya."-Taehyung

"Kim Tae... hentikan. Aku sangat ketakutan saat ini melihatmu seperti ini. Setelah ketakutan melihat Jimin yang tergeletak disana, sekarang aku baru saja ketakutan melihatmu yang memukuli Jungkook seperti itu. Aku takut Tae.. Kumohon hentikan."-Hyunrim

Aku menunduk tak berani menatapnya. Aku tak bisa menyembunyikan ketakutanku saat ini. Aku takut akan banyak hal hari ini.
Kurasakan Kim Tae sedang menatapku lekat kali ini. Perlahan lengan kurusnya mendekatkanku pada tubuhnya hingga aku membenamkan wajahku di dadanya. Dada yang tak terlalu bidang namun tetap bisa membuat ketakutanku sedikit menghilang.

Aku menangis untuk kesekian kalinya hari ini. Namun kali ini aku mengeluarkannya di dalam pelukan Kim Tae. Kurasakan bahu Kim Tae juga ikut bergetar, dia pasti juga merasa sangat ketakutan hari ini karena mengetahui orang yang membunuh ayahnya sama dengan orang yang membunuh Jimin. Siapa sebenarnya sang pembunuh itu? Kenapa harus ayah Kim Tae dan Jimin? Kenapa harus mereka berdua?

Entah kenapa firasatku mengatakan Kim Tae tahu siapa pembunuh itu karena dia sudah kelas 9 SMP saat ayahnya dihabisi oleh orang itu. Ingatannya pasti masih merekam siapa orang itu. Tapi, aku tak akan menanyakan hal itu saat ini. Aku akan bertanya saat upacara pemakaman Jimin selesai.

That's Why; kth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang