Tiga Puluh Empat

129 19 8
                                    

Kini hanya sebuah foto yang bisa kulihat untuk mengenang betapa cerianya seorang Lee Eunhee. Dengan pakaian serba hitam, aku dan Kim Tae masih setia berdiri di hadapan foto Eunhee. Walaupun raganya entah berada dimana saat ini, namun rasanya aku bahkan masih bisa mendengar teriakan-teriakannya saat mengumpat pada Kim Tae.

"Hah.. Kuharap kau baik-baik saja di atas sana tanpaku Hee. Tenanglah, aku tidak akan membiarkan Kim Tae mencelakaiku lagi. Jadi kau hidup tenanglah disana. Berjanjilah padaku."-Hyunrim

Aku menggigit bibir bawahku menahan tangisan yang mulai bergejolak dalam pelupuk mataku. Aku bahkan belum bisa melupakan kematian Jimin, kak Namjoon, dan kak Hoseok, dan sekarang kau juga pergi meninggalkanku Hee.

"Sudahlah Hyun, jika kau terus menerus menangisinya dia tidak akan bisa tenang."-Yoongi

"Aku juga tidak ingin menangis kak Yoon, tapi.. Rasanya sangat sesak. Aku benar-benar frustasi dengan semua ini. Bahkan saat aku baru merasakan kebahagiaan, kesedihan selalu datang padaku setelahnya. Apakah tidak bisa roda berhenti berputar sekali saja. Biarkan Eunhee tetap bersama kita."-Hyunrim

"Kau pikir hanya kau yang menderita? Bukan hanya kau yang kehilangan Eunhee, dari awal kita semua merasakan hal yang sama. Jadikan ini pelajaran hidup, kita tidak boleh lengah sedikit pun. Kematian bisa mengancam siapa saja dan dimana saja."-Yoongi

Dalam diam aku menyutujui ucapan kak Yoongi, dari awal memang kami semua menderita. Satu per satu mayat yang ditemukan tewas adalah orang-orang yang paling dekat dengan kami.

"Nona Park, lebih baik kita pulang sekarang. Ayo."-Taehyung

Setelah menghapus sisa air mata yang ada di pipiku, aku mengangguk menyetujui ucapan Kim Tae. Kami ber-empat pun berjalan keluar dari tempat pemakaman itu. Baru saja lima langkah kami berjalan, langkahku terhenti karena seseorang yang berdiri menghalangiku.

"Hyun, ayah ingin bicara denganmu sebentar."

"Maaf Tuan Park, tapi kurasa waktumu sangat singkat untuk mengobrol denganku."-Hyunrim

"Ayah ingin meminta maaf padamu, kau telah kehilangan banyak orang yang kau sayangi. Dan baru kali ini ayah bisa menemanimu dalam kesedihanmu. Itu pun berkat bantuan dari nyonya Kim, ibu dari Taehyung. Beliau mengatakan bagaimana hubungan Taehyung yang telah retak dengan ibunya bisa kembali baik-baik saja. Dan saat nyonya Kim berkata demikian, rasanya Ayah sangat malu. Itu sebabnya ayah ingin meminta maaf dan mulai menebus semua kesalahan ayah padamu."

Aku diam tak bergeming, hanya mataku yang kini mengekspresikan betapa menyedihkannya hidupku.

"Ayah sudah berhenti menjadi kepala sekolah di sekolahmu, ayah juga telah menjual rumah pribadi ayah agar ayah bisa tinggal bersamamu. Merawatmu dan melihat pertumbuhanmu yang tak bisa ayah saksikan dulu. Kumohon maafkan ayah Hyun."

Aku masih terdiam, manik mataku berusaha menerobos ke dalam tatapan sendu seseorang yang berada di hadapanku. Kuharap dia benar-benar tulus dengan ucapannya kali ini. Dan dalam satu tarikan napas, semua yang ingin kukatakan keluar begitu saja dari mulutku.

"Seorang ayah tak layak mengemis meminta maaf seperti itu pada anaknya, karena pada dasarnya seburuk apapun orangtua seorang anak pasti telah memaafkan orangtuanya. Jadi yang perlu dilakukan saat ini hanyalah membuktikan perkataanmu ayah. Hanya itu."-Hyunrim

Kulihat tuan Park, tidak maksudku ayahku berjalan mendekatiku dan memelukku. Tanganku beralih memeluknya juga. Ini yang kuharapkan darinya sejak dulu, sebuah pelukan hangat dari sosok ayah.

***

Kini aku, ayah, Kim Tae, dan nyonya Kim telah berkumpul di apartemenku. Nyonya Kim menjemput Kim Tae untuk tinggal bersamanya. Dan aku pun tak bisa menolaknya, jika Kim Tae terus disini, mungkin dia akan tidur di sofa.

"Terimakasih Hyun, kau telah membuat Taehyung mau memaafkan tante. Tante tidak tahu harus berkata apa selain berterimakasih padamu."

"Tidak apa tante, sebenarnya bukan aku yang menolong Kim Tae tapi Kim Tae lah yang menolongku. Dia yang menguatkanku dari semua ini. Dan aku juga ingin berterimakasih pada tante karena telah membantuku menyadarkan ayah. Aku sangat-sangat berterimakasih padamu nyonya Kim."-Hyunrim

"Baiklah kalau begitu, kami pamit."

Kami bertiga berdiri untuk berpamitan satu sama lain. Namun tidak dengan Kim Tae, dia masih terdiam tak bergerak sedikit pun. Nyonya Kim menyenggol lengan Kim Tae, dan hal itu membuat Kim Tae sedikit terlonjak.

"Ayo kita pulang."

"Sekarang? Ibu aku masih ingin disini."-Taehyung

"Ah.. Kau ini tidak pernah berubah. Hyunrim, apa dia selalu semanja ini? Tck, Taehyung pasti sangat merepotkanmu."

"Oh? Tidak tante. Dia tidak merepotkanku sama sekali. Yah, walaupun dia sedikit kekanakan tapi dia tetap membantuku membersihkan apartemen ini."-Hyunrim

"Benarkah? Syukurlah.. Kalau begitu kali ini kami akan benar-benar pergi. Kalian nikmatilah waktu berdua."

"Benarkah bu? Baiklah, aku akan menghabiskan-"-Taehyung

"Tck, bukan kau Taehyung. Yang ibu maksud adalah tuan Park, dan Hyunrim."

Aku terkekeh geli melihat pertengkaran kecil ibu dan anak yang ada di hadapanku ini. Namun pada akhirnya pertengkaran kecil itu diakhiri dengan kemenangan sang ibu. Kini apartemenku benar-benar terasa sepi dan canggung. Ini pertama kalinya aku tinggal satu atap dengan ayahku. Bahkan kulihat ayahku pun sedikit gugup.

Untuk mengakhiri kegugupanku, aku pergi menuju dapur, memasakkan makanan untuk ayahku. Kulihat ayahku sama gugupnya denganku. Raut wajahnya jelas menampakkan betapa canggungnya berada di apartemenku. Baiklah, lupakan sejenak ayahmu Hyunrim, kau bisa menghanguskan masakanmu. Jangan membuat tingkah memalukan di depannya, kesan pertamamu harus baik.

Tanganku sibuk meracik bumbu dan sayuran yang akan kumasak. Setelah menambah berbagai macam bumbu akhirnya masakanku matang juga. Segera kupanggil ayahku untuk mencicipi masakanku untuk yang pertama kalinya.

"A-ayah.. Masakannya sudah siap, kemarilah."-Hyunrim

Ayahku tersenyum sebelum menghampiriku, dia mendaratkan pantatnya di kursi yang sebelumnya selalu diduduki oleh Kim Tae. Tanganku beralih mengambilkan nasi dan sayur untuknya. Aku masih belum memakan masakanku, mataku masih fokus kepada ekspresi ayah yang sedang menyesap hasil masakanku. Baiklah, kuharap rasanya sesuai dengan seleranya.

"Aku tidak tahu jika kau sangat pandai memasak. Pantas saja Taehyung betah tinggal disini."

"Oh? Ah.. Kurasa begitu. Selamat makan ayah."-Hyunrim

"Kau juga makanlah. Makan yang banyak."

Aku mengangguk dan memakan makananku dengan senyuman yang kurasa sangat lebar. Tak pernah kurasakan kebahagiaan seperti ini. Andai saja, andai saja dia tak meninggalkanku pasti aku akan merasa sangat bahagia dari dulu. Tapi sudahlah, tak ada gunanya mengingat masa lalu. Masa laluku hanya akan membuatku terjatuh dan terus terjatuh.

Drrtt.. Drrt..
Ponselku bergetar ketika aku baru saja memasukkan sesendok nasi ke dalam mulutku. Nama Kim Tae terpampang jelas di layar. Namun aku tidak mungkin bermain ponsel di depan ayah saat sedang makan seperti ini bukan?

Akhirnya aku hanya memilih untuk membalik ponselku, aku tidak ingin ayah mengecapku sebagai gadis yang tak sopan.

Drrt..drrt..
Kali ini getarannya lebih lama, pasti Kim Tae menelponku. Tapi untuk apa? Aku berusaha mengacuhkannya namun ayahku menyuruhku untuk mengangkat panggilan itu terlebih dahulu. Akhirnya aku pun pergi sedikit menjauhi meja makan.

"N-nona P-park."

"Ada apa Kim Tae? Aku sedang makan bersama ayahku. Kau membuatku merasa tak enak dengannya sekarang."

Kini Kim Tae malah terdiam di seberang sana. Terdengar helaan napas beratnya dan sebuah.. Isakan?

"Kim Tae ada apa? Katakan padaku."

"J-jungkook.."

That's Why; kth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang