Sembilan belas

136 20 1
                                    

"Keluarlah, jangan pernah menangis sendirian di dalam sana."-..

Aku terdiam mendengar suara bariton yang tak asing lagi di telingaku.

"K-Kim Tae? K-Kau diluar?"-Hyunrim

"Keluarlah dulu sebelum aku dianggap byuntae."-Taehyung

Aku menghapus air mataku lalu keluar dari dalam bilik. Mataku membulat ketika melihat Kim Tae yang benar-benar ada di hadapanku. Tangannya meraih tanganku dan membawaku pergi dari kamar mandi. Dia membawaku ke.. Rooftop. Tempat ini yang kubutuhkan daritadi. Tapi aku tak tahu dimana letak tangga untuk menuju kesini.

Aku terdiam melihat pemandangan dari atas gedung ini. Indah, sangat indah. Yah setidaknya bisa mengurangi beban pikiranku.

"Kau tidak ingin menangis lagi?"-Taehyung

"Tidak."-Hyunrim

"Aku baru tahu jika kau anak tuan Park. Jadi ayahmu yang meninggalkanmu itu.. Dia?"-Taehyung

Aku menunduk dan mengulum bibirku dalam-dalam. Tapi tak lama aku menatapnya dan mengangguk.

"Lalu.. Kau bilang ibumu sudah meninggal saat kau lahir. Tapi kau juga bilang yang mengajarimu memasak adalah ibumu. Apakah ibu yang mengajarimu memasak adalah ibu panti?"-Taehyung

"Iya.. Apa kau sudah selesai bertanya?"-Hyunrim

"Kenapa?"-Taehyung

"Biarkan aku yang kini bertanya. Apa kau sudah tidak marah padaku lagi?"-Hyunrim

"Tentu saja masih. Tapi aku tak suka mendiamkanmu terlalu lama."-Taehyung

"Kenapa?"-Hyunrim

"Karena saat aku marah kau akan pergi menemui Seokjin Hyung. Dan menghabiskan istirahatmu di dalam ruang kesehatan. Hah, aku benar-benar benci melihat hal itu."-Taehyung

Deg.. Bagaimana Kim Tae tahu jika aku ada di ruang kesehatan. Apakah dia mengikutiku dan menguping pembicaraan tadi?

"Apa kau mengikutiku daritadi? Kau mendengar apa yang kubicarakan dengan kak Seokjin disana?"-Hyunrim

Matanya tetap menatap lurus ke depan. Tapi entah kenapa aku masih saja menatap wajahnya.

"Memang kenapa jika aku mendengar percakapanmu dengannya?"-Taehyung

"Jawab saja iya atau tidak?"-Hyunrim

Kini wajahnya berputar menghadapku. Aku menatapnya datar. Tapi tidak dengan jantungku.

"Hei nona Park. Kenapa kau jadi marah? Seharusnya aku yang marah padamu."-Taehyung

"Iya atau tidak?"-Hyunrim

"Ishh.. Kenapa kau sangat menyebalkan akhir-akhir ini? Tentu saja tidak. Untuk apa aku menguping?"-Taehyung

"Lalu untuk apa kau mengikutiku?"-Hyunrim

"Kau itu tidak punya teman selain aku. Jadi aku hanya ingin tahu apa yang kau lakukan jika tidak ada aku."-Taehyung

Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku. Lalu beralih menatap lurus-lurus ke depan. Tanganku masih menggenggam segepok uang yang diberikan orang itu.

Perlahan air mataku menetes lagi. Bukan untuk menangisi sang pendonor uang, melainkan menangisi kesendirianku di dunia ini. Orang-orang yang kusayang pergi meninggalkanku, bahkan aku tak tahu wajah ibuku sendiri. Walaupun aku tahu, Tuhan tak akan pernah meninggalkanku sendirian. Tapi tetap saja rasanya cukup sulit. Aku tak bisa membohongi diriku sendiri.

Aku mulai terisak, dan kurasa Kim Tae mendengar isakanku hingga dia menolehkan wajahnya dan menatapku dalam diam.

Kim Tae bergeser mendekatiku. Tangannya bergerak memiringkan kepalaku untuk bersandar di bahunya.

That's Why; kth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang