Tiga Puluh Tiga

137 19 13
                                    

Mataku masih menatap tak percaya pada seseorang yang berada di hadapanku. Jadi dia yang menyuruh supir palsu itu untuk membawaku ke tempat ini?

"K-kau.. Bukankah kau adik kelas yang sering mengikutiku?"-Hyunrim

"Syukurlah kau mengingatku, karena aku paling tidak suka diabaikan apalagi dilupakan."

Aku sedikit tak percaya dengan semua ini. Apa semua wajah polos dan menggemaskannya selama ini adalah palsu? Apakah senyumannya yang kudapatkan di lorong itu juga palsu?

"Biar kuperkenalkan namaku, namaku adalah.. Jang Deok Kwan."-Deokkwan

Jang Deok Kwan.. JDK? Mataku membulat menatap lelaki manis tidak maksudku lelaki penipu yang ada di hadapanku. Aku menelan salivaku kasar, baiklah tenangkan dirimu Park Hyunrim. Kim Tae pasti akan datang kesini.

"Salam kenal dariku, Deokkwan. Kau sudah tahu namaku bukan?"-Hyunrim

"Tentu saja, aku sudah mengincarmu dari lama nona Park Hyunrim."-Deokkwan

"Ah.. Kau pasti sangat menyukaiku bukan? Lalu apa tujuanmu membawaku kesini?"-Hyunrim

"Seperti yang kau bilang, aku sangat menyukaimu. Jadi.. Aku akan 'menembakmu' disini."-Deokkwan

Kendalikan dirimu Park Hyunrim, kau tidak boleh bertingkah bodoh saat ini. Belum sempat aku menjawab perkataannya, mulutnya telah mengeluarkan sebuah penuturan lagi.

"Satu hal yang harus kau tahu lagi, aku tidak suka penolakan jadi kuharap kau melakukan hal yang benar, sebelum kau menyusul teman baikmu itu, Lee Eunhee."-Deokkwan

"Jadi rupanya kau yang membunuhnya, baiklah. Kenapa kau tidak menembakku sekarang?"-Hyunrim

"Waw.. Kurasa kau terlalu terburu-buru."-Deokkwan

"Bukankah sekarang atau nanti semuanya akan sama? Aku tidak bisa menolakmu, jadi kurasa waktu bukanlah hal penting saat ini."-Hyunrim

Aku masih menatap Deokkwan, jarakku dengannya hanya terhitung 3 meter. Jadi semua gerak-geriknya masih terlihat jelas di mataku, dan kurasa sebaliknya. Itu sebabnya aku terus menatap manik matanya, aku tidak boleh terlihat ketakutan di depannya.

"Baiklah, tapi bukankah sebaiknya.. Kau matikan dulu ponsel yang ada di sakumu?"-Deokkwan

Kini mulutku terkatup rapat, jika aku mematikan ponsel maka.. Kim Tae mungkin tidak bisa menemukanku.

"Ponsel? Aku tidak membawa ponsel."-Hyunrim

"Kau yakin? Aku juga tidak suka dibohongi nona Park. Jadi kuharap kau bisa diajak bekerjasama."-Deokkwan

"B-baiklah. Kau memang sangat pintar. Aku bangga bisa disukai oleh lelaki pintar sepertimu, selama ini aku tinggal dengan lelaki bodoh yang cukup merepotkan. Haha"-Hyunrim

Tanganku beralih mengambil ponsel di saku kemejaku. Sebuah pesan telah terpampang disana, pesan itu dari Kim Tae.

Kimbaebae: aku sudah ada di dekatmu, matikan saja ponselmu, fokus untuk mengulur waktu. Ok?

Aku menghembuskan napas lega membaca pesan itu, setidaknya jika aku mati disini jasadku masih bisa ditemukan.

"Baiklah.. Aku akan mematikannya. Lihat ini baik-baik."-Hyunrim

Aku mematikan ponselku sembari menunjukkan layarnya ke hadapan Deokkwan. Dia tersenyum puas dengan hal itu. Dan dengan gerakan matanya dia menyuruhku untuk meletakkan ponsel itu di tanah.

"Baiklah, sekarang saatnya aku menembakmu. Maukah kau bersamaku selamanya di akhirat?"-Deokkwan

Aku terkekeh pelan mendengar pertanyaannya, dan kurasa dia tidak suka aku mentertawakannya. Buktinya dia langsung menatap tajam ke arahku. Aku pun hanya bisa berdeham untuk menghentikan kekehanku.

"Maaf jika kau tersinggung, tapi.. Bukankah kau seharusnya mengatakan 'maukah kau bersamaku selamanya di dunia dan di akhirat'?"-Hyunrim

"Itu karena.. Hari ini akan jadi hari kematian kita. Jadi tak ada satu pun yang bisa mengganggu kita. Kita akan bersama-sama berjalan menuju akhirat."-Deokkwan

Tangannya kini menodongkan sebuah pistol ke arahku. Baiklah, kini seluruh tubuhku dibanjiri dengan keringat dingin. Dengan satu tarikan napas aku pun menanggapi perkataannya.

"Ah.. Jadi kata 'menembak' itu tadi memiliki dua makna? Wahh.. Aku seperti sedang bermain drama saat ini. Bagaimana sekarang? Supir palsu itu telah dibunuh olehmu, dan jika aku teriak minta tolong pun kurasa hanya aku yang akan mendengar jeritanku, tak ada yang bisa menolongku. Kau benar-benar tidak suka penolakan ternyata, bahkan kau sangat tahu bagaimana cara membuatmu tak ditolak olehku. Baiklah.. Aku mau menemanimu selamanya di akhirat."-Hyunrim

Senyuman kepuasan muncul lagi di wajah Deokkwan. Kini aku tak bisa sedikitpun tersenyum, wajahku terasa kaku dan tubuhku benar-benar terasa lemas. Deokkwan mulai menarik pelatuk yang ada pada pistol itu, dan kini nyawaku berada di ujung tanduk. Kuharap Kim Tae datang tepat waktu.

"Sekarang, tutuplah matamu nona Park. Dan jangan bergerak sedikit pun dari posisimu, mengerti?"-Deokkwan

"B-baiklah.."-Hyunrim

Perlahan pandangan mataku mulai menggelap, kelopak mataku telah menutup dengan sempurna. Kim Tae aku sangat mencintaimu, kumohon setidaknya temukan jasadku.

Satu.. Dua.. Tiga.. Dor

Napasku tercekat mendengar suara tembakan itu. Dulu aku selalu menginginkan merasakan sebuah peluru masuk ke dalam tubuhku, tapi sekarang aku benar-benar ingin hidup. Kumohon siapa pun tolong aku.

"Nona Park, buka matamu."-Taehyung

Tubuhku terjatuh begitu saja saat telingaku menangkap suara yang tak asing bagiku. Syukurlah dia datang, walaupun akhirnya dia harus melihatku mati seperti ini.

"Nona Park, buka matamu."-Taehyung

Aku masih menutup mataku, kurasakan napasku semakin memendek bahkan sekarang aku merasa dadaku sangat sesak. Haruskah aku mati di hadapan Kim Tae?

"Nona Park.."-Taehyung

"Tidak Kim Tae, a-aku.. A-aku tidak ingin melihatmu menangisi kepergianku. B-biarkan aku mati tanpa melihatmu untuk yang terakhir kali. B-biarkan.. B-biarkan aku.. Uhuk.. K-kim Tae a-aku tidak kuat berbicara banyak, n-napasku semakin sedikit. Uhuk.. Untuk yang terakhir kalinya, a-aku.. M-mencintaimu, Kim Taehyung."-Hyunrim

"Nona Park, hentikan. Buka matamu, kau itu tidak tertembak sedikit pun."-Taehyung

Mendengar hal itu refleks mataku terbuka, mataku mengerjap beberapa kali mencoba merasakan tubuhku sendiri.

"Ah benar, aku tidak tertembak. Lalu, kenapa napasku sesak tadi?"-Hyunrim

"Sudahlah lupakan, kau tidak terluka sama sekali bukan?"-Taehyung

Bukannya menjawab pertanyaan Kim Tae, tanganku malah merengkuh tubuhnya dan membenamkan wajahku di tengkuk lehernya.

"Hei nona Park.. Sudahlah, kau baik-baik saja sekarang. Lepaskan pelukanmu."-Taehyung

"Tidak mau, kau tahu betapa lemasnya tubuhku sejak dua jam yang lalu? Aku hampir saja mati berdiri."-Hyunrim

"Itu semua salahmu, kenapa kau pergi sendirian huh? Seharusnya kau memberitahuku tentang semua hal, kau bahkan tidak mengatakan jika Jungkook sempat hilang tadi."-Taehyung

Kini tanganku melepas pelukanku dan beralih menggaruk rambutku yang tak gatal.

"Aku hanya tidak ingin kau khawatir."-Hyunrim

"Mulai sekarang katakan semuanya padaku, apapun yang terjadi. Ok?"-Taehyung

"Hmm.. Baiklah. Maafkan aku Tae, terimakasih juga karena telah datang menyelamatkanku."-Hyunrim

"Sudahlah, lebih baik kita kembali ke tempat study wisata dan mengemasi barang-barang kita. Jenazah Eunhee telah dalam perjalan ke Seoul. Jadi kita harus berkemas."-Taehyung

Aku menganggukkan kepalaku dan mengambil ponselku yang tergeletak di tanah tadi. Setelah membersihkan bajuku dari sisa tanah yang menempel, aku berjalan dengan tangan yang digenggam erat oleh Kim Tae. Jujur, rasanya berat untuk kembali ke tempat study wisata itu, apalagi aku harus melihat bus yang menjadi tempat meninggalnya Eunhee. Jika saja aku selalu bersamanya di bus, pasti semuanya akan baik-baik saja. Eunhee, kumohon maafkan kebodohanku.

That's Why; kth ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang