Wahidun-Satu

8.8K 413 12
                                    

Awan putih terlihat jelas di atas kepalaku.

Seperti biasa aku berjalan sendiri, menyurusi gang sempit juga sepi. Aku baru saja pulang kuliah yang kebetulan jam pagi.

Palang besar bertuliskan 'SLB HARAPAN KITA' terpampang nyata. Gerbang putih setinggi setengah badan menyambutku.

Sudah menjadi kebiasaanku untuk datang ke tempat ini. Sebetulnya, aku berhak kapan saja datang karena tempat ini milik ayahku.

Seperti yang kalian tahu, aku ini penyandang disabilitas. Aku tidak bisa bicara. Ayahku --yang Alhamdulillah memiliki rezeki lebih-- membangun sekolah khusus bagi anak yang menyandang tuna rungu, tuna wicara, juga tuna wisma.

Ayah bilang, dulu aku tidak punya teman, maka dari itu ayah membangun tempat ini agar aku bisa berbaur. Dan benar saja, ini nyaman bagiku. Bahkan separuh waktuku, aku habiskan di tempat ini.

Saat aku memasuki ruang tamu, sayup-sayup aku mendengar percakapan.

"Ah, jadi kamu butuh kerjaan, ya?" tanya seorang wanita yang ku kenal adalah suara Kak Fitri.

"Benar, bu. Saya butuh uang buat biaya kuliah. Saya mohon beri saya pekerjaan apapun itu, mau jadi supir, jadi cleaning service, apapun itu. Jadi pajangan juga gapapa bu, saya cukup ganteng lho buat jadi hiasan di ruang tamu,"jawab lawan bicara kak Fitri.

Aku terkekeh karena kata-katanya. Ku dengar Kak Fitri-pun sama.

Biar ku tebak, sepertinya ia memang sangat membutuhkan pekerjaan.

Masih dalam posisi sama, aku memutuskan untuk menguping saja.

Kak Fitri menarik nafas dalam, mencoba untuk berfikir. "Hmm, maaf sebelumnya. Saya bukan pemilik tempat ini, saya harus telpon Pak Zainal dulu. Soal pekerjaan, sepertinya kamu bisa jadi sopir sementara karena kebetulan sopir disini cuti cukup lama."

"Ah, ya. Oh iya bu, saya juga bisa bahasa isyarat bu. Siapa tau bisa bantu," jawab sang lelaki.

Kudengar kak Fitri menjentikkan jarinya, "Ah, kenapa tidak bilang dari tadi. Kami sedang butuh guru baru. Pak Zainal pasti mengizinkannya. Kamu bisa mulai kerja besok ya. Jadi guru SLB sini, mau 'kan?" kata Kak Fitri.

"Dengan senang hati,bu. Terimakasih atas kerjasamanya. Saya akan kembali besok. Sekali lagi, terimakasih," ucap lelaki itu semangat.

Aku memutuskan untuk masuk. Toh, tidak ada salahnya berkenalan dengan guru baru di sini.

Aku mengetuk pintu, lalu membukanya. Aku menunduk lalu menggumamkan kata Assalamualaikum dengan tangan.

"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.

Aku tersenyum kepada Kak Fitri, lalu kepada lelaki di depannya. Aku melihat ekspresi wajahnya yang berubah. Dahinya berkerus heran.

"Kamu? Ayesha 'kan?" tanyanya.

Kini, aku yang heran. Siapa dia? Kenapa dia bisa tahu namaku? Apakah dia Secret Admire? Penguntit? Penculik? Atau...

Malaikat pencabut nyawa?

G.

Astagfirullah! Fikiranku sudah teracuni oleh drama yang Hanny tonton.

Baiklah, kembali ke topik.

Tidak mungkin. Ia terlalu tampan untuk jadi malaikat pencabut nyawa.

Hey! Apa yang aku bicarakan?!

Aku mengeluarkan note yang ada di sakuku, lalu menuliskan sesuatu.

'Kamu siapa? Kenapa bisa tahu namaku?'

Dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya, "Ini punya kamu, 'kan? Aku memuin ini kemarin pas kamu nabrak aku," katanya menunjukkan kartu namaku.

Mulutku membentuk huruf 'o'lalu mengangguk. Aku kembali menuliskan sesuatu.

'Terimakasih, maaf menabrakmu kemarin'

Dia tersenyum, "Namaku Azmi Askandar. Senang bertemu denganmu, Ayesha."





-----

TBC

Gimana-gimana?
Segini dulu aja ya:)
Selalu siap menerima kritik ataupun saran.

JANGAN LUPA VOMENT 💜
Makasih.

Assalamualaikum.

Ana Uhibbuki Fillah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang