Sab'atun-Tujuh

3.1K 213 6
                                    

Ayesha POV

"Omong-omong, kenapa yang sedari tadi berbicara hanya Hanna?"tanyanya.

Aku tersenyum, lalu kembali menunduk.

Hanna tersenyum canggung. "Maaf sebelumnya. Sahabat saya ini menderita tuna wicara," ujarnya.

Syakir membulatkan matanya. Suasana cafe menjadi hening seketika. Aku mendongak, lalu tersenyum.

"Satu mochacino, dan dua caramel machiato untuk meja nomor lima." Suara barista cafe memecah keheningan.

Syakir berkedip, "Ah terimakasih," ujarnya lalu mengambil coffe miliknya.

"Maafkan saya," ujar Syakir.

Hanny terkekeh, "Tidak apa-apa,he-he. Maka dari itu, saya disini sebagai translatornya Ayesha," katanya.

Aku kembali tersenyum, "Maaf tidak memberitahukan sebelumnya," ujarku dengan tangan, lalu Hanna menerjemahkannya.

"Lain kali tidak usah bawa penerjemah, aku mengerti bahasa tanganmu 'kok," ucap Syakir seraya tersenyum.

Ah, aku lega sekali. Ia tidak mempermasalahkan kekuranganku, bahkan ia mengerti bahasaku.

"Jadi gini, saya dan tim penerbit lain udah baca naskah Anda. Ceritanya menarik, komentar-komentarnya pun bagus. Jadi, saya berniat membukukan naskah Anda," ujar Syakir.

Aku mengerutkan kening, lalu bergumamkan sesuatu.

"Iya bener, Pak. Kan ceritanya belum selesai," timpal Hanna. Iya, itulah yang aku katakan tadi.

Syakir, atau Pak Syakir? Dari wajahnya sih jauh banget dari kata 'bapak-bapak'.

Ia tersenyum, "Tidak apa-apa. Tim kami hanya takut naskahnya dicuri penerbit lain, he-he." Syakir terkekeh.

"Ah sejauh ini sih belum ada. Ya mana mau ada penerbit nyantol. Readers-nya nanya nama aslinya aja gak dikasih tau sampe sekarang. Ada pesan dari tim Bapak aja dibaca berulang-ulang, takut salah kirim katanya. Maklum ya pak, Echa ini emang pemalu terus suka gak percayaan." Hanna nyerocos panjang lebar.

Beneran deh, Na. Itu sama sekali gak nyambung,-

 Itu sama sekali gak nyambung,-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Syakir tertawa. "Temen kamu ini lucu ya, Ayesha," ujarnya.

Aku hanya tersenyum kaku lalu menggumamkan, "Maaf ya pak. Hanna emang bawel plus nyebelin," dengan tanganku.

Hanna membulatkan matanya, menatapku tajam. Aku tersenyum. Sedangkan Syakir sudah tertawa melihat tingkahku dan Hanna.

Atmosfer cafe mendadak menjadi cerah dan cerita.

Ana Uhibbuki Fillah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang