Tis'atun-Sembilan

3.1K 220 14
                                    

Azmi POV

Aku kesal sekali. Benar-benar kesal. Kalian tahu? Ayesha menyembunyikan identitasnya di dunia tulisannya, hanya karena takut orang lain tahu bahwa ia bisu.

Masuk akal nggak sih?

Aku menendang batu kerikil yang ada di depanku. Ini masih pagi, masih pukul tujuh lewat, dan ini hari Minggu. Anak-anak SLB libur. Maka tempat ini menjadi sepi, tidak seperti biasanya.

Sebenarnya aku datang karena Pak Zaenal yang menyuruhku. Omong-omong, karena kejadian 'penyelamatan' Ayesha waktu itu, Pak Zainal jadi sering menghubungiku. Bahkan ia menyuruhku menjadi sopir Ayesha.

Aku sih tidak apa-apa, buat tambah-tambah tabungan juga 'kan. Pak Zaenal katanya ingin mengobrol denganku, tapi sekarang ia malah mengobrol dengan Bu Fitri.

Yasudah aku menghampiri Ayesha. Tapi malah kekesalan yang aku dapat. Astagfirullah..

Tapi, kenapa aku harus kesal dan marah?

Entahlah. Aku merasa ada sosok Fatimah dalam diri Ayesha. Aku merasa Ayesha itu adikku sendiri. Dan aku merasa berkewajiban untuk menjaganya.

Aku berjalan menuju kelas dimana aku mengajar, lalu meloloskan pantatku di kursi empuk ini. Aku melipat kedua tanganku lalu menyimpannya di meja. Kepalaku siap menyelusup diatas tangan yang kujadikan bantal.

Namun, saat aku siap tertidur, sesorang mengetuk pintu, dan ternyata Pak Zaenal.

"Assalamualaikum, Mi. Tidur ya?" ucapnya serasa masuk lalu duduk di hadapanku.

Aku mendongak, lalu menggeleng, "Waalaikumsalam, eh belum pak," ucapku dengan cengiran.

Ia membenarkan posisi duduknya, "Gini, Mi. Saya mau ngobrol sama kamu," katanya.

Aku menatap heran dan serius, "Ada apa ya pak? Saya ada salah sama bapak?" tanyaku.

"Ngga kok, saya mau kasih kamu upah," ucapnya tersenyum.

Aku ikut tersenyum, "Kirain ada apa ih, Pak Zaenal."

Ia mengeluarkan dua amplop dari sakunya. "Ini upah kamu jadi guru disini, yang satu lagi upah kamu jadi supir Echa kemarin," tuturnya.

"Eh, satu aja pak, gapapa. Kemarin saya gak ngerasa jadi supir kok, malah serasa saya dapet tumpangan," ucapku mengembalikan satu amplop.

Pak Zaenal menggeleng, "Gak, gapapa, Mi. Saya ikhlas kok ngasihnya."

Aku tersenyum lagi. Rezeki tidak boleh di tolak 'kan? Yasudah terima saja. Alhamdulillah.

"Oh satu lagi, Mi. Saya pengen titip Ayesha kalau dia lagi gak dirumah. Saya pengen kamu jaga dia, ya?" pintanya.

Tentu saja. Tanpa ia suruhpun, aku sudah berniat akan menjaganya.

¤¤¤

Ayesha POV

Satu wink.

Dua kiceup.

Tiga kedip.

Selama itu aku terpaku. Perkataan Azmi benar-benar menusuk kalbu.

Azmi, why you so wise?

Aku mengerjap, lalu kembali memusatkan perhatianku pada laptop merah ini.

Ana Uhibbuki Fillah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang