Asyaratun-Sepuluh

2.9K 220 8
                                    

Azmi POV

Suara bising kendaraan terdengar jelas. Bukan Jakarta namanya jika lalu lintas tidak macet. Pedagang kaki lima siap menjajakkan dagangannya. Suasana sore hari yang normal. Dan kini, aku berjalan di trotoar menuju atm yang ada di sudut kota.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata: Jangan sekali-kali menyebabkan keluargamu paling menderita karenamu.

Begitupun kata Ali r.a. aku juga tidak ingin membuat keluargaku menderita hanya karena harus menyekolahkanku.

Keadaan abi yang tidak cukup baik membuat ekonomi keluargaku memburuk. Entahlah, aku bahkan tidak tahu penyakit apa yang berani menyerang abiku, umi tidak memberitahu. Rasanya aku ingin pulang menemui abi. Sekalipun berlari, i'm oke. Namun apalah daya umi melarangku dan menyuruhku untuk tetap fokus kuliah.

Tapi Alhamdulillah. Aku masih bisa membantu keluargaku dengan mentransfer uang untuk mereka. Aku harap mereka sehat disana, dan Insya Allah akupun akan menjaga diri disini.

Aku berjalan keluar dari atm ini. Aku baru saja selesai transfer, tinggal menelpon umi untuk memberi tahu. Bersyukur sekali aku kuliah di jurusan bisnis, sehingga cukup mudah bagiku untuk memplanning masalah ekonomi.

Saatnya pulang kerumah, mengerjakan tugas kuliah dan beristirahat~

kruyukkk~~~

Aku mengabaikan suara sakral itu.

kruyukkk~~~

Lagi. Aku mengabaikan suara itu.

kruyukkk~~~

Wow. Wow. Wow.
Mereka tidak bisa diajak komfromi. Cacing-cacing diperutku mulai melakukan aksinya. Mereka berdemo. Baiklah, aku akan menuruti kemauanmu, cacing!

Alhasil kakiku berbelok menuju warung padang yang diapit oleh gedung salon dan sebuah cafe. Samar-samar aku mendengar percakapan dua pria membelakangiku.

"Minggu depan dimana nih?" tanya salah satunya.

Tunggu. Sepertinya aku kenal suara ini.

"Kalo jadwalnya sih di Lapangan Brimob," jawab lawan bicaranya.

Wait. Aku juga mengenal suara ini.

"Ah, dimana aja oleh deh Kam. Aban mah selalu siap," ucap lelaki yang terlihat lebih kecil itu.

Kam? Aban?

Ah, ternyata mereka itu Ahkam dan Aban. Pantas saja aku mengenal suara mereka. Aku berdiri, lalu duduk di sebelah mereka.

Aku sibuk dengan makananku yang sudah tersedia di meja, sedangkan mereka masih asyik mengobrol tanpa menghiraukan kehadiranku.

"EKHM." Aku berdehem cukup keras untuk mendapatkan perhatian mereka. Namun mereka tetap tidak peka.

"EKHM ADUH BATUK." Lagi, aku berdehem lebih keras.

"Eh mas, ambil minum dong, aduhh," pekik Aban sembari menyodorkan gelas yang telah isi air.

"Hati-hati dong mas," respon Ahkam.

Mereka bicara tanpa melihatkuku. Aku mendengus. Hey! Teman macam apa mereka itu?!

Tepat saat Aban menyimpan gelas itu dan hendak kembali makan, ia melihatku. "Astagfirullah. Mas ih mas Azmi loh ternyata. Kirain bukan kamu mi," ucapnya kaget.

Ana Uhibbuki Fillah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang