Sittatun Wa'isyruuna-Duapuluhenam

1.3K 138 26
                                    

Author POV

Bandara Incheon seperti biasa dipadati orang orang. Udara Seoul kali inipun tidak bersahabat.
Suhu udara 7°C membuatnya sedikit mengigil.

Azmi mengeratkan mantelnya, lalu mengeluarkan handpone oleh tangan kiri sedang tangan kanannya mendorong koper.

Ia menghubungi seseorang yang sama mendapat beasiswa di Korea. Harun namanya.

"Assalamualaikum, Harun?" sapa Azmi saat panggilannya terjawab.

"Waalaikumsalam, sudah sampai, Mi?" tanyanya.

Azmi mengedarkan pandangannya, "Iya, Azmi sudah di halte sebrang bandara. Harun dimana?"

Tepat saat Azmi bertanya seperti itu, Harun muncul dari sebelah kanan. Menyapa Azmi lalu melanjutkan perjalanan menuju asrama kampus.

Harun sama seperti Azmi. Ia mendapat beasiswa S2 di negeri gingseng ini, tapi ia datang di Seoul sejak seminggu lalu.

Sepuluh menit kemudian, taxi yang Harun pesan datang. Mereka masuk kedalam taxi, lalu Harun menyebutkan alamat yang dituju.

"Kamu kayaknya udah terbiasa ya disini. Bahasa Koreanya juga udah fasih," ucap Azmi.

Harun terkekeh, "Iya, Alhamdulillah aku sempet tinggal disini dua tahun waktu SD," jawabnya.

Azmi mengangguk mengerti. Ia bersyukur, setidaknya ia memiliki Harun yang tahu lebih banyak tentang negara asing yang akan ditinggalinya ini.

Selanjutnya Azmi memperhatikan jalanan Seoul. Lenggang, sepi. Tidak padat seperti Jakarta, apalagi macet.

"Beda banget ya sama Jakarta," ucap Harun saat tahu Azmi memperhatikan suasana kota di negara maju ini.

"Iya, belum terbiasa aja ngeliat jalanan sepi gini. Biasanya kan macet-macetan," jawab Azmi terkekeh.

Harun tersenyum, "Terlebih ini negara orang, jauh dari keluarga sama temen deket, pasti belum terbiasa."

Lagi-lagi Azmi mengangguk. Ini tidaklah mudah. Walaupun seharusnya Azmi sudah terbiasa jauh dari orang tua, tapi tetap saja ini berbeda.

Ia tidak bisa pulang kapan saja, seperti saat di Jakarta. Ah, belum genap sehari Azmi di Korea, ia sudah rindu dengan Indonesia.

Azmi kini memandangi langit Seoul yang cerah. Disini cerah, tapi rasanya matahari hanya ada untuk memberi cahaya, bukan untuk menghangatkan.

Ia menerka-nerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Apakah besok matahari akan datang menghangatkan, atau sekedar muncul memberi cahaya?

Apakah besok hidupnya akan lebih baik atau malah terjebak dalam rindu yang entah kapan berjumpa temu?

Jelasnya, saat ini Azmi hanya bisa bertanya 'sedang apa ya, kamu?'.

••••

Jakarta, 4.20 pm.

Hanna dan Hanny duduk di bangku taman. Menatap hamparan rumput hijau dengan tatapan kosong.

Angin dingin sedari tadi menemani, namun sama sekali tidak mengganggu lamunan mereka.

"Ni, kenapa ya Azmi kok jahat gitu sih? Masa tega pergi gitu aja. Masih gak percaya Hanna sama dia. Apa dia punya alasan lain?" tanya Hanna pada kembarannya.

Hanny melirik ke arah kanan, tempat kakaknya berada. "Udah deh, Na. Gak usah dipikirin lagi cowok kayak dia itu,"katanya kesal.

Ana Uhibbuki Fillah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang