Waahidun wa'isyruuna-Duapuluhsatu

1.6K 138 1
                                    

Author POV

Suasana villa pagi ini cukup ramai. Meja makan pun terasa bising dengan celotehan Si Kembar juga obrolan ringan ibu-ibu.

Dua keluarga ini baru saja menyelesaikan sarapan. Para bapak, a.k Pak Zaenal dan Pak Adam sudah meninggalkan meja makan.

"Hanna, Hanny, anak-anak mama yang rajin, pinter dan sholehah, jangan lupa cuciin piringnya ya," ucap Mama gaul pada anak kembarnya.

Si Kembar hanya bisa pasrah mengiyakan.

"Echa, kamu juga bantuin Hanna sama Hanny ya." kali ini Umi Ayesha yang angkat bicara.

Ayesha tersenyum lebar, menyimpan tangan kanannya di pelipis. Siap bos! gumamnya.

"Yaudah kalo gitu, mamah sama umi Sarah keluar dulu, mau jalan-jalan," ucap Mama gaul lalu meninggalkan tiga gadis itu di dapur.

Hanny mendesah pelan. "Na, mager nih. Kamu aja deh yang nyuci piringnya sama Echa," ucapnya malas.

Hanna di sebelahnya melotot, "idih apaan. Enak aja kamu males-malesan. Mama kan nyuruh sama kita berdua," balasnya sedikit emosi.

"Gimana kalo kita main congklak? Yang kalah harus cuci piring. Berani gak?" Hanny mengusulkan.

"Emang kamu bawa congklaknya?"

"Hanny gak mungkin ngajak kalo gabawa barangnya, Hanna sayang." Hanny membalas dengan penekanan pada kata terakhir. Kakaknya itu terkadang memang sedikit telmi.

"Oke, siapa takut."

Hanna membalas percaya diri. Namun sebenarnya, ia takut karena dari dulu pun ia tidak pernah menang melawan Hanny.

Hanny tersenyum penuh arti. Ia tahu bahwa kakaknya itu pasti kalah. Ia melenggang pergi untuk membawa mainan bernama congklak itu.

Dan Ayesha? Ia sudah selesai mencuci tiga piring selagi si kembar merencanakan bermain congklak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan Ayesha? Ia sudah selesai mencuci tiga piring selagi si kembar merencanakan bermain congklak.

••••


Ayesha POV


Inilah sebabnya aku harus banyak beristigfar menghadapi Si Kembar.

Kalian tahu? Sudah hampir setengah jam mereka bermain congklak. Dan Aku sudah menyelesaikan semua cucian piring sendirian.

Iya sendirian.

Hanna dan Hanny masih terfokus pada permainan mereka. Sesekali Hanny mengoceh seperti ini;

"Permainan tradisional kayak gini itu harus dilestarikan. Siapa lagi coba kalo bukan kita yang mainin? Anak zaman sekarang mainannya handpone lah, game lah. Giliran udah punah, diakui negara lain kan marah."

Ana Uhibbuki Fillah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang