Arbaatun-Empat

3.5K 262 5
                                    

Azmi POV

Aku melangkahkan kakiku menjauhi SLB. Aku baru saja selesai mengajar. Sebenarnya jam mengajar hanya dari pukul 9 hingga pukul 12. Selebihnya anak-anak akan bermain atau mengasah kreativitas mereka, hingga orang tua mereka menjemput.

Jam di pergelangan tanganku menunjukkan pukul 3 sore. Rapat komunitas fotografiku dimulai ba'da Ashar. Maka kini, aku berjalan cepat sedikit berlari, takut tertinggal.

Jalanan ini tampak sepi. Tapi beruntungnya, daerah ini terbilang cukup aman dan jarang terjadi kekerasan kriminal.

Aku berjalan dengan kamera menggantung di leher. Samar-samar aku mendengar isakan seseorang. Aku berjalan mendekati sumber suara.

Sampai aku melihat pemandangan seorang wanita dengan sepeda biru yang diganggu dua lelaki mabuk.

Kedua lelaki itu memegang pundak sang wanita. Wanita itu meronta sambil terisak.

Dengan segera, Aku menarik baju belakang kedua lelaki itu lalu mendorong mereka hingga terpental di tanah.

"Bang, kalo mau godain dia, tobat dulu sana bang. Cewek baik-baik mana mau sama abang-abang kayak gini," ucapku sinis.

Aku memeriksa keadaan wanita itu.

Ia mendongak.

Astagfirullah!

Itu Ayesha. Dengan mata sembab dan bibir yang merah karena ia gigit.

Kedua lelaki itu berdiri sempoyongan, "Heh?! Lo siapa? Gausah ngurusin hidup orang!" ucap salah satu sembari menunjuk nunjuk wajahku.

Aku menjauhkan telunjuknya dari wajahku, "Saya suaminya. Abang salah mangsa," ucapku refleks lalu membawa Ayesha menjauh dari kedua keparat itu.

"HEH?! MAU KEMANA LO?" teriak lelaki satu lagi.

"Saya gak ada waktu buat ladenin abang. Cepet tobat deh bang, udah bau tanah tuh. Permisi bang, gausah ganggu dia." Aku bicara tanpa menatap mereka.

Lalu selanjutnya aku mendengar tawa dari dua lelaki itu. Lain kali, aku harus mengantar mereka ke RSJ.

Setelah menjauh dari kedua keparat itu, aku melihat keadaan Ayesha.

Ayesha masih menangis. Kaki dan bahunya gemetar. Bibirnya memerah. Telapak tangannya penuh keringat.

Aku mengambil alih sepedanya. Aku tetap menjaga jarak. Posisiku kini berjalan sejajar dengan Ayesha yang dibatasi sepeda birunya. Aku ingin menenangkannya, tapi bingung harus berbuat apa.

Aku menghembuskan nafas pelan, "Tenanglah. Kamu aman sama saya."

¤¤¤

Ayesha POV

Aku selamat.

Azmi menyelamatkanku. Membawaku menjauh dari dua lelaki itu.

Tapi aku masih menangis. Aku takut.

"Gapapa, nangis aja. Tapi tunjukin jalannya ya. Kan saya gak tau rumah kamu," ucap Azmi.

Ah aku lupa. Kini posisiku berada di bangku belakang sepedaku. Azmi yang membawa sepeda.
Ia mengantarku pulang.

Tapi tenang saja. Aku masih sadar dan tetap menjaga jarak.

"Dari sini, belok kanan atau kiri?" tanyanya lagi.

"Kamu bisa tepuk pundak kanan aku kalo belok kanan, tepuk pundak kiri kalo belok kiri," tambahnya.

Aku menepuk pundak kanannya lalu kembali menangis. Argh! Rasanya aku tidak bisa melupakan saat kedua lelaki itu memegang pundak dan menarik kerudungku.

Ana Uhibbuki Fillah ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang